Siang itu setelah membersihkan diri, Hinata mampir ke minimarket untuk membeli beberapa cemilan. Gadis itu akan menghabiskan waktunya di kamar Naruto, pasti dia akan sangat bosan jadi lebih baik dia membawa beberapa persediaan makanan di sana. Kantin rumah sakit tidak menyediakan cukup banyak makanan ringan.
Hinata mengambil cemilan kesukaannya, mulai dari keripik kentang, ubi, tempe sampai ke aneka makanan manis. Dia juga memasukkan beberapa kotak susu untuknya.
Untuk Naruto?
Pemuda itu bukan type pemilih, jadi apapun yang Hinata belikan dia akan tetap memakannya. Mungkin Hinata akan membelikan buah buahan saja.
Gadis itu mengantri di kasir dengan senyum sumringah, dia sedang membayangkan adegan-adegan romantisnya di rumah sakit nanti bersama Naruto. Dia akan mengupas buah untuk suaminya bahkan menyuapinya, mereka akan terlihat seperti keluarga bahagia sesungguhnya. Siapa tau mereka akan jadi role model couple goals jika ada perawat di rumah sakit yang membicarakan mereka.
***
Hinata berjalan menyusuri lorong menuju kamar suaminya, dia menenteng makanannya dengan perasaan riang gembira. Saking gembiranya dia bahkan tidak segan menyapa orang-orang yang di temuinya di lorong. Sungguh indah suasana hatinya siang ini.
Namun sayang kebahagiaan itu tidak bertahan lama karena saat Hinata masuk ke dalam kamar, dia mendapati suaminya sedang jalan sambil di papah seorang dokter perempuan. Hinata ulangi, perempuan alias wanita. Miris, suaminya itu terlihat menerima bantuan itu tanpa penolakan.
Gadis itu menatap suaminya sinis, masih belum ia lihat seperti apa wajah gadis yang membantu suaminnya itu. Ingin rasanya Hinata mencakar wajah dokter itu namun Hinata harus sadar, ini Rumah sakit di sini memang tempat dokter bekerja dan suaminya sedang membutuhkan dokter di sini.
Hinata berdehem hingga membuat dokter itu refleks menoleh. Ubun ubun Hinata hampir meletus rasanya saat melihat siapa dokter itu. Dari sekian banyak dokter di rumah sakit bahkan dari sekian banyak rumah sakit di kota ini kenapa Hinata harus datang ke Rumah sakit tempat wanita itu bekerja.
Hinata menatap gadis itu tajam persetan dia dokter atau bahkan direktur rumah sakit ini, Hinata sangat amat membencinya.
Kenapa?
Karena dia adalah ancaman untuk dirinya.
Dia, Tenten. Gadis cantik yang jadi kerap di jodoh-jodohkan oleh banyak orang dengan Naruto. Bukan tanpa alasan, Tenten dulunya adalah teman semasa SMA Naruto, dimana saat itu dia adalah seorang ketua cheerleaders dan Naruto kapten basket waktu itu. Mereka terlihat akrab bahkan kedekatan mereka masih bertahan hingga awal-awal masuk kuliah. Hal itu membuat banyak orang menganggap mereka cocok dan mulai membuat shipper.
Namun kedekatan mereka tiba-tiba saja merenggang tanpa alasan. Tidak ada yang tau kecuali Hinata tentunya, Hinata adalah alasan kenapa Naruto menjauhi gadis itu. Naruto sudah menyetujui perintah Ayahnya untuk menikahi seorang gadis dengan beberapa alasan dan Naruto memilih untuk fokus pada komitmennya.
Waktu terus berjalan namun sepertinya orang-orang itu masih menganggap Tenten dan Naruto menjadi sepasang kekasih padahal Naruto sudah menunjukan gestur tidak suka. Namun sayang, sepertinya Tenten diam-diam menyimpan rasa pada Naruto hingga ia masih berusaha mendekati pemuda itu meski ia mulai menjauh. Hal itu awalnya tidak begitu berpengaruh untuk Hinata namun lama kelamaan Hinata muak. Dia menyimpan dendam pada gadis itu, meski Naruto sudah meyakinkan Hinata berulang kali namun gadis itu masih menganggap Tenten acaman.
Entah apa yang Naruto lakukan, tak berselang lama setelah mereka bertengkar Tenten di kabarkan pindah kota. Entah hilang kemana Hinata pun tidak begitu peduli, Tenten sudah pergi dia bisa bernafas dengan tenang.
Setidaknya itulah yang Hinata kira sampai beberapa tahun menjelang ahirnya mereka bertemu lagi.
Dalam situasi yang tidak pernah Hinata bayangkan.
Tenten menatap Hinata dengan alis berkerut kemudian bertanya pada Naruto. “Dia siapa Nar? Adek kamu?” tanyanya pada Naruto seolah tidak punya rasa bersalah. Urat wajah Hinata kian ketara dan hal itu membuat Naruto merinding seketika. Jangan sampai perang dunia ke tiga terjadi setelah ini.
“Bukan, dia Hinata. Istriku, gadis yang ku ceritakan padamu dulu.”
Hinata terlihat tersenyum, namun bukan senyum ramah melainkan senyum mengerikan yang memberikan peringatan tegas pada Tenten. ‘Pergi lo setan’ kurang lebih begitulah gambaran isi hati Hinata.
“O-oh, gitu ya. Aku kira kamu bohong sama aku soal pernikahan itu biar aku pergi jauh dari kamu, bahkan kabar pernikahan kamu juga gak pernah ada. Aku tanya ke temen-temen katanya kamu belum nikah..” Gadis itu harusnya tau, pernyataannya itu akan memancing kemarahan namun seperti yang sontar terdengar dulu. Tenten bukan orang yang mudah gentar, bahkan cenderung tidak punya malu.
“Ya, pernikahan kami memang tidak di sebar luaskan beritanya.” Sahut Naruto. Dia berusaha menyudahi obrolan ini sebelum Hinata mengeluarkan jurus mematikannya. Sungguh rasa sakit karena asam lambung tidak seberapa jika di bandingkan dengan amukan Hinata.
“Oh pantesan, tertutup ya pernikahannyaa? Ada skandal kah?”
“Bukan tertutup, tapi eksklusif. Hanya orang-orang penting yang di undang.” Hinata memotong obrolan itu dengan sarkas. Dia mulai muak dengan tingkah gadis itu.
Tenten bberbalik enatap Hinata, dia terlihat tenang meski Hinata sudah menampakkan wajah tidak sukanya. Benar-benar muka tembok yang sesungguhnya. “Kayaknya pembahasan soal pernikahan itu agak melenceng dari prosedur rumah sakit ya dok? Suami saya cuma asam lambung dan perlu di rawat beberapa hari, tidak ada kepentingan lain selain itu.” Hinata berucap terlebih dahulu sebelum Tenten membuka mulutnya. Dan ketika Tenten kesal dan hendak kembali menjawab, Naruto lebih dahulu memotongnya.
“Tolong keluar, obatnya udah gue minum kok. Waktunya gue istirahat.” Potong Naruto. Dari nada bicaranya dia sama sekali tidak ingin ada obrolan lain dengan tenten. Dalam hati Tenten mengumpat bahkan dia menyumpah serapahi Hinata.
“Baiklah, selamat istirahat.” Ujar Tenten sebelum ahirnya pergi. Hal itu sukses memancing emosi Hinata gadis itu langsung membanting pintu ketika gadis itu sudah di luar.
“Udah bertahun-tahun dan nenek lampir itu gak pernah berubah, sialan emang.” Hinata meletakkan makanan yang ia bawa di meja secara kasar sambil meluapkan emosinya.
“Udah Nat biarin aja dia, gak penting.”
“DIEM!! GUE GAK NYURUH LO NGOMONG!”
Naruto menelan ludahnya kasar, ‘Mampus, perang beneran ini’ jerit pemuda itu sambil menangis dalam hati.Tbc____
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMEONE BESIDE ME | Hyuuga Hinata
FanfictionJangan terau cepat menilai, karena apa yang kau lihat dan pikirkan belum tentu sesuai dengan kenyataan. a Naruhina Fanfiction story by MhaRahma18 cover by painterest cr Masashi Kishimoto