Hinata terbangun saat mendengar gemrisik air di kamar mandinya. Dia berdiam diri mengumpulkan nyawanya yang masih bertebaran dimana-mana.
Dia bangun perlahan sambil memegang kepalanya yang berdenyut ngilu. Sial, Naruto benar-benar menghukumnya. Dia hanya memberi waktu Hinata tidur beberapa menit kemudian melanjutkan lagi hukumannya.
Dasar maniak.
Hinata berjalan sambil mendesis pelan, agak ngilu saat alat kelaminnya tergesek. "Naruto sialan." Gumamnya kesal. Hinata meraih kemeja Naruto yang tergeletak di lantai lalu memakainya asal, dia menyusul pemuda itu di dalam kamar mandi.
Bukan untuk mandi bersama, Hinata butuh buang air kecil.
Tanpa perasaan malu sama sekali Hinata masuk kemudian duduk di closet yang tak jauh dari Naruto. Pemuda itu belum menyadari keberadaan Hinata, dia masih menikmati guyuran shower yang membasuh tubuh tegapnya.
Diam-diam Hinata tersenyum sambil memandangi punggung gagah suaminya. Ada beberapa luka lecet di sana dan jelas itu karya Hinata semalam. Jangan salahkan dia, salahkan Naruto yang bermain terlalu gila!
Naruto hendak mengambil handuk, dia berbalik dan sontak berjengit kaget saat melihat Hinata tengah duduk santai di closet. "Nata! Dari kapan kamu di situ?" Pemuda itu menarik handuk dengan cepat lalu menutup area sensitifnya.
Hinata tersenyum geli melihat wajah Naruto yang tersipu malu seperti itu, bagaimana bisa dia malu pada istrinya sendiri? Kemana perginya Naruto yang tak kenal ampun sebelumnya?
"Baru aja kok," sahut gadis itu berusaha acuh. Dia mem-fluss toilet lalu membersihkan diri.
Naruto terus memperhatikannya dengan serius tanpa berkedip.
"Kamu kenapa sih Nar?"
"Sakit ya Nat?" Tanya pemuda itu dengan wajah polosnya.
"Ya menutu ngana?" Hinata memutar bola matanya jengah, dasar lelaki tidak tau diri. Dia yang berbuat dia juga yang tidak tau akibatnya.
"Hehehe maaf sayang.." dengan wajah tanpa dosanya itu Naruto biaa tersenyum. Untung Hinata itu baik hati jadi dia tidak memarahinya. Gadis itu hanya menghela nafas lalu berdiri.
"Udah sana keluar, aku mau mandi."
"Silahkan tuan putri.."
Hinata menggeleng pelan melihat tingkah Naruto, dia menunggu sampai pemuda itu benar-benar keluar dari kamar mandi sebelum ahirnya menanggalkan kemejanya dan mulai membasahi tubuhnya.
Guyuran air hangat menyapu tubuhnya membuat perasaan Hinata lebih rileks. Dia menutup mata sambil menikmati hangatnya air shower itu, secara tiba-tiba dia ingat apa yang Naruto ucapkan sebelumnya.
Menghamili Hinata katanya.
Gadis itu tersenyum lalu tanpa sadar dia mengelus perut ratanya. Entahlah, ada perasaan bahagia yang tiba-tiba menyeruak dalam hatinya.
Apakah jika Hinata hamil, dia tidak lagi kesepian?
Entahlah, Hinata hanya bisa berharap yang terbaik saja dari Tuhan.
***
Hinata keluar dari kamar menggunakan mini dress rumahan yang terlihat santai itu. Gadis itu mencari-cari keberadaan Naruto yang tidak ada di dalam kamarnya.
Rupanya pemuda itu tengah duduk di depan laptopnya di sofa. Gadis itu mendengus, dalam hati mengumpati Naruto yang tidak pernah ada habisnya dengan pekerjaanya itu.
Gadis itu pergi di dapur, mencari-cari apa yang bisa di makan karena perutnya mulai melilit namun sayang kulkasnya benar-benar kosong. Mata amethystnya melirik mesin pembuat kopi yang menyala itu, sepertinya Naruto yang menyalakannya.
Dia menyeduh segelas kopi untuk Naruto kemudian coklat panas untuknya. Masih sambil menggerutu tentunya Hinata kembali menyusul Naruto di sofa.
"Kayaknya yang pantas menyandang gelar istri kamu itu laptop itu deh Nar, dia lebih sering kamu perhatiin daripada aku." Celetuk Hinata ketus, dia meletakan kopi di dekat Naruto kemudian mengambil tempat duduk tak jauh darinya.
Pemuda itu terkekeh pelan, dia meraih kopi hangat itu sambil menatap Hinata. "Terimakasih sayang.."
"Sayang-sayang, laptop lu noh di sayang." Ketus Hinata lagi.
Naruto tidak bisa menahan tawanya saat melihat wajah Hinata yang di tekuk, menurutnya wajah gadis itu jadi lebih menggemaskan. Dia meletakan kembali gelas kopinya ke meja kemudian menutup laptop. "Sini sayang sini..." ujarnya sambil merentangkan tangan.
Bukannya mendekat Hinata justru kian cemberut. "Ogah!"
"Kemaren cemburu sama perawat sekarang sama laptop. Besok-besok sama apa lagi sayang? Sama mobil? Tembok? Apa sama kursi?"
"Suka suka gue lah!"
Naruto menarik tangan Hinata kemudian membawa gadis itu duduk di pangkuannya. "Iya sayang iya suka suka kamu, aku minta maaf ya udah bikin kamu cemburu." Naruto mengecup pipi Hinata lembut, gadis itu masih tidak merespon sama sekali.
"Yaudah yaudah, mulai sekarang aku gak kerja aja. Aku gak mau kamu jadi cemburu terus bete gara-gara aku.."
"Ih ya jangan!!!" Hinata memukul tangan Naruto pelan.
"Loh kenapa? Kan kamu cemburu, aku gak mau bikin kamu khawatir.."
"Nanti aku jajannya gimana?!"
"Nah itu tau, kenapa cemburu terus?"
"Terserah deh aku bete!"
Naruto mengeratkan pelukannya saat Hinata hendak turun, "Udah dong ngambeknya. Tuh denger ada telepon di hape aku, kayaknya itu tukang gofood."
"Kamu beli makan?"
"Iya, kamu laper kan?"
Gadis itu mengangguk polos.
"Pantesan marah-marah, laper ternyata." Kekeh Naruto. Hinata yang mendengar itu justru kian mengamuk.
"Apa sih Narrrr...."
Tawanya pecah saat melihat wajah merona Hinata. Gadisnya sangat manis saat sedang malu malu seperti ini.
Naruto bersyukur, dia memiliki sosok Hinata di hidupnya. Menjadi temannya melalui hari yang berat dan sulit, jika tidak ada Hinata mungkin dia akan terjerumus ke tempat yang salah.
Bebannya sudah cukup besar namun rasanya tak seberapa saat melihat senyum Hinata.
Perjodohan ini adalah anugrah untuknya. Naruto akan menjaga Hinata sampai kapan pun itu, dia janji akan membahagiakan gadis mungilnya ini.
"I love you..." bisik pemuda itu pelan, sangat pelan hingga nyaris Hinata tak mendengarnya.
"Kamu bilang apa Nar?" Tanya Hinata. Dia baru saja mengangkat telepon itu.
"Enggak, udah kamu sini aja biar aku ambil makanannya." Pemuda itu menurunkan Hinata dari pangkuannya kemudian mengecup kening Hinata singkat. "Jangan kangen." Godanya dengan mata genit.
"Dih, gak akann!!!"
Hinata tertawa kecil melihat tingkah Naruto yang cukup random itu. Akhir-akhir ini Naruto berbeda, entah perasaan Hinata atau memang kenyataan. Naruto lebih banyak berbicara daripada sebelumnya, bahkan pemuda itu lebih banyak menggodanya.
Hinata menatap punggung tegap suaminya yang menghilang di balik pintu. "I love you to.." ujarnya.
Tbc____
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMEONE BESIDE ME | Hyuuga Hinata
FanfictionJangan terau cepat menilai, karena apa yang kau lihat dan pikirkan belum tentu sesuai dengan kenyataan. a Naruhina Fanfiction story by MhaRahma18 cover by painterest cr Masashi Kishimoto