Hinata merasakan beban berat di sebagian tubuhnya ketika ia membuka mata. Dan benar saja, Hinata mendapati dirinya terkunci dalam pelukan Naruto. Lengan dan kaki pemuda itu berada di atas tubuh Hinata hingga membuatnya sedikit terhimpit.
Gadis itu terbangun karena hawa panas yang membuat tubuhnya kian berkeringat. Mungkin Naruto lupa menghidupkan AC di kamar mereka. Hinata sendiri tidak tau kapan suaminya itu membawanya masuk ke kamar, bahkan tubuh rampingnya sudah terbalut dengan kaus yang tadi sempat di tanggalkan olehnya.
Mungkin Hinata terlalu lelah sampai jatuh tertidur begitu saja setelah bercinta. Gadis itu bersusah payah menggeser tubuh bongsor Naruto agar dia bisa meraih remot AC yang ada di nakas. Namun bukannya berhasil, Hinata justru kian terjebak karena Naruto merapatkan pelukannya.
"Mau kemana sayang?" Tanya pemuda itu dengan suara parau yang menggelitik pendengaran Hinata.
"Ac nya mati, panas Nar. Minggir dulu..." dengan tenaga yang tak seberapa Hinata berusaha mendorong tubuh Naruto menjauh. Pemuda itu berdecak lalu dengan kuasanya dia meraih remot AC itu dengan mudahnya kemudian kembali memeluk tubuh mungil Hinata.
"Udah." Tukas pemuda itu acuh. Dia memeluk tubuh Hinata kian erat lalu menghirup aroma tubuh gadis itu sebanyak mungkin. Aroma khas bunga lavender bercampur keringat gadis itu berhasil membuat Naruto merasa dunia ini selalu berpihak padanya. Hanya dia yang bisa membuat tubuh Hinata basah oleh keringat namun gadis itu tidak merasa terganggu sama sekali.
"Yaudah dong, lepasin. Udahan pelukannya pengap akunya."
"Kalau aku gak mau, emang kenapa?"
Hinata menarik nafas panjang, agak kesal dengan tingkah suaminya tapi dia tidak cukup berani untuk membuatnya marah lagi.
Alhasil gadis itu hanya menggerutu dalam hati sambil mengabaikan suaminya yang kini sedang menikmati aroma tubuhnya. "Demi deh Nar, aku tu belum mandi. Bekas keringat tadi masih nempel, jangan di cium-cium!!" Protesnya tidak terima.
Namun sekali lagi, dengan sikap acuhnya Naruto mengabaikan ucapan Hinata. "Emang agak kecut si bau nya." Ujar Naruto seenak hati.
"Nah kan, yaudah minggir aku mau mandi!"
"Tapi aku suka." Lanjut pemuda itu tanpa ada rasa berdosa.
Hinata menarik nafas panjang, ingin sekali memukul kepala suaminya dengan tongkat baseball namun urung karena gadis itu tidak ingin suaminya gagar otak lalu amnesia.
"Udahan atuh sayang, aku mau mandi badan aku lengket." Hinata lagi lagi melayangkan protesnya. Belum sampai Naruto menanggapi, dering ponsel pemuda itu membuat perhatian keduanya teralih.
Naruto meraih ponselnya dan betapa terkejutnya dia saat melihat jam di ponsel. Sekarang hampir jam empat sore, ada banyak panggilan tak terjawab dari sekretarisnya bahkan dari beberapa koleganya. Naruto benar-benar melupakan jadwal meetingnya.
"Astaga babe, aku masih punya jadwal meeting!!" Panik Naruto. Dia melompat dari ranjang kemudian berlari menuju kamar mandi dengan terburu-buru. Tak sampai lima menit, pemuda itu sudah kembali dengan wajah yang lebih segar. Dia bergegas menuju lemari dan sibuk mencari-cari setelan jasnya.
Menyadari kesibukan suaminya, Hinata mengambil inisiatif untuk membantu menyusun berkas-bekas Naruto yang berserak di atas meja. "Sayang, sepatu aku dimana?" Sembar memakai kemeja, Naruto bertanya pada istrinya.
"Biar aku ambilin ya, kamu siap-siap aja dulu." Hinata bergegas keluar kamar sambil menenteng tas kerja Naruto. Tak lupa dia mencarikan kaus kaki serta kunci mobil Naruto.
Suaminya itu ketika panik bisa memgacaukan apa saja, dia bisa lebih ceroboh daripada Hinata.
"Sayang kunci mobil dimana?"
Hinata sudah yakin Naruto akan mencarinya, "Ini, udah semua kok."
Naruto berjalan tergesa gesa menghampiri istrinya, dia menggunakan sepatu dengan terburu-buru.
"Meeting dadakan kah?"
"Enggak, aku lupa jadwal. Tadi seenaknya pulang gak bilang dulu." Naruto berdiri kemudian membenarkan dasinya dengan bantuan Hinata.
"Maaf ya, gara-gara aku kamu jadi kaya gini." Hinata memasang wajah tidak enak, karena kalau di telusuri semua kekacauan ini asalnya memang karena Hinata. Andai dia tidak menerima ajakan Gaara semua tidak akan jadi seperti ini.
"Ngomong apa sih sayang, bukan salah kamu." Naruto mengecup pucuk kepala Hinata seklias lalu mengulas senyum hangat. "Ya bisa di bilang emang salah kamu sih.." goda Naruto jahil.
"Nah kan, gara-gara aku."
"Iya, siapa suruh kamu terlalu manis dan menggoda jadi gak bisa di biarin gitu aja?"
Wajah Hinata memerah, dia mencubit perut Naruto kesal. "Banyak omong, udah sana buruan berangkat!!" Usir Hinata yang tak ingin Naruto menggodanya lebih lama lagi.
"Siapa aja bisa telat kantor kalau punya istri se cantik kamu."
"Bacot Naruto, cepet berangkat!!" Gadis itu mendorong paksa tubuh bongsor itu keluar. Naruto terkekeh gemas melihat tingkah istrinya yang masih malu-malu.
Dia mencuri kecupan singkat dari bibir Hinata sebelum akhirnya berlari ke arah mobilnya. "Aku kayaknya bakal pulang larut kamu tidur duluan aja."
"Iya!!!" Pekik Hinata ingin pemuda itu cepat pergi dari rumah.
"Kalau kamu kangen telepon aja, aku pasti pulang!!"
"Najis!!"
Tawa Naruto meledak melihat wajah Hinata yang kian memerah. "Yaudah aku berangkat, jangan kangen ya?!" Tutup Naruto lantang kemudian dia memasuki mobil. Melajukannya perlahan meninggalkan apartemen lalu menghilang di perempatan.
Hinata masih belum kehilangan senyuman di wajahnya.
Entah kenapa, interaksinya dengan Naruto semakin hari semakin menyenangkan dan hangat.
Pemuda itu sudah banyak berubah.
Hinata merasa, dia memang sangat membutuhkan Naruto di kehidupannya yang semula monoton ini.
Di kepalanya mulai tergambar sedikit masadepan yang membahagiakan bersama Naruto sampai tanpa sadar dia mengelus perut ratanya sambil tersenyum.
"Mama juga gak sabar nunggu kamu ada di perut mama, semoga cepat atau lambat mama punya kesempatan buat dapet kebahagiaan itu."
Tbc_____
Jangan lupa mampir ke story gue yg lain!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMEONE BESIDE ME | Hyuuga Hinata
FanfictionJangan terau cepat menilai, karena apa yang kau lihat dan pikirkan belum tentu sesuai dengan kenyataan. a Naruhina Fanfiction story by MhaRahma18 cover by painterest cr Masashi Kishimoto