5. Cobaan

669 81 1
                                    

Pukul delapan malam Naruto ahirnya sampai di apartemen mereka. Pemuda itu terlihat sangat kelelahan, setelan jasnya terlihat berantakan dan kusut. Hinata sedang merebahkan diri di sofa ruang tamu sambil bermain ponsel, ia tampak acuh meski Naruto berulang kali menatapnya.

Pemuda itu bergegas menuju kamar, dia ingin langsung mandi dan makan kemudian istirahat. Dia tau Hinata pasti sedang merajuk padanya namun lihatlah Naruto sudah tidak punya cukup tenaga untuk mendengarkan ocehan Hinata.

Hinata menatap Naruto seperti seekor singa yang sedang megintai mangsanya. Dia mengikuti arah langkah Naruto yang terlihat gontai.

“Jangan kira lo bisa lari dari gue ya.” Gumam Hinata sambil menunggu Naruto kembali keluar setelah mandi nanti.

***

Naruto keluar kamar dengan handuk kecil yang masih bertengger di kepalanya, pemuda itu terlihat sedikit lebih segar. Dia berjalan menuju dapur menyusul Hinata sembari mengeringkan rambutnya.

“Kamu masak apa?” tanya Naruto yang sepertinya mencoba mengabaikan kenyataan Hinata masih marah padanya.

“Punya mata kan? Liat aja sendiri.” Hinata terlihat acuh, namun tidak berhenti bergerak mengeluarkan makanan dari mesin peghangat. Dia juga menyediakan segelas air hangat untuk pemuda itu.

“Maaf ya, tadi aku bener-bener sibuk.” Naruto memasang wajah memelas sambil menatap Hinata, gadis itu masih tidak begitu peduli dan memilih untuk meninggalkan Naruto setelah semua makanan dia hidangkan. “Nataaaa… kok ngambek sih…” Naruto seperti kehilangan jati dirinya, dia merengek sambil menarik tangan mungil Hinata. Persis seperti anak kecil yang sedang meminta sebuah mainan pada ibunya.

“Ih apaan, kita gak kenal ya!!” Hinata melotot sinis pada Naruto kemudian menghempaskan tangan pemuda itu.

“Hinata jahat,” Naruto makin medramatisir keadaan, pemuda itu memegang dadanya seolah sedang sakit. “Cintaku sudah tak peduli lagi.” Ujarnya.

Hinata mencebik lalu pergi, “Cinta konon.” Sinisnya.

Naruto mengkrucutkan bibirnya merajuk juga kesal karena Hinata benar-benar mengabaikannya. Naruto ahirnya memilih menyantap makanannya. Perutnya sudah keroncongan dari tadi dan jujur sepertinya asam lambungnya naik karena dia hanya minum kopi sedari tadi.

Sembari menikmati makanannya Naruto membuka ponsel, dia tersenyum ngeri melihat puluhan notifikasi dari Hinata yang tidak satupun dia balas bahkan Naruto sengaja men-silent ponselnya saat Hinata menelponnya dari tadi.

“Perang bener deh abis ini.”
Naruto pasrah, dia menyantap makanannya sambil membayangkan wajah ketus Hinata selama berhari-hari nanti. Oh Tuhan, ini mimpi buruk.

***

Naruto memasuki kamar bernuansa putih cokelat tempat mereka biasa menghabiskan malam bersama. Naruto memasang senyum terbaiknya sambil mendekati Hinata yang terlihat menggulung dirinya dalam selimut sambil bermain ponsel.

Naruto harus meminta maaf meskipun saat ini keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Jika kalian kira karena takut Hinata maka kalian salah, tubuh Naruto secara tiba-tiba bergetar hebat padahal tadi dia yakin dia baik-baik saja.

“Nata..” Naruto duduk di sebelah Hinata, gadis itu langsung memunggungi Naruto tanpa berniat menjawabnya. Dia sudah terlampau kesal dengan suaminya itu, dia bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun dan itu melukai Hinata.

“Nata aku minta maaf, aku janji besok gak akan ngulangi lagi. Aku pasti sempetin balas chat kamu.”

“Dulu aku pernah baca quotes, katanya ‘Lihatlah dengan benar, mana yang meluangkan waktu untuk datang dan mana yang datang ketika waktu luang.’ Sekarang aku paham. Beberapa menit buat aku pun rasanya berat ya? Padahal aku khawatir loh sama kamu.”

Naruto tidak bisa menjawab, tubuhnya terasa sangat dingin bahkan dia merasa tulang-tulang dalam tubuhnya ikut bergetar.

“Kalau kamu emang keberatan ada aku di sini yang selalu ngerepotin kamu karena harus di kabarin tiap hari, kenapa kamu setuju buat nikahin aku?” jujur Hinata kecewa, namun dia seolah tak berdaya oleh keadaan. Hinata terjerat oleh perasaannya sendiri dimana dia begitu takut menjalani hidupnya tanpa Naruto.

Tahun-tahunnya yang sangat berat dia lewati dengan Naruto di sampingnya, Naruto sudah seperti tabung oksigen yang datang ketika ia kesulitan bernafas.

Namun bukan jawaban dari pemuda itu yang dia dapat melainkan sebuah rintihan pelan dari Naruto yang seketika membuat Hinata menoleh.

“Nat, perut aku sakit.”

Lalu pemuda itu tersungkur begitu saja di sebelah Hinata.

Hinata sepontans menjerit, dia memangku tubuh Naruto yang begitu dingin dan berkeringat. Dia sangat pucat bahkan seperti manusia yang tidak punya sel darah.

Hinata yang panik langsung menelepon ambulance, dia menyesal mengomel panjang lebar pada Naruto tanpa melihat keadaan pemuda itu terlebih dahulu.

Hinata menangis, rasa takut mulai menghantuinya. Masih segar di ingatannya bagaimana Naruto pernah terbaring di rumah sakit selama satu minggu karena menyepelekan asam lambungnya yang sudah mendekati kronis.

Hal itu terjadi sebelum mereka menikah, kejadian itu tepat setelah orang tua Hinata di nyatakan meninggal, Naruto terlalu sibuk mengurus Hinata yang nyaris depresi kehilangan arah. Naruto tidak pernah memperdulikan dirinya sendiri hingga berakhir dengan dirinya terkapar selama satu minggu di rumah sakit.

Hinata tidak ingin kejadian itu kembali terulang, dia sangat takut. Berhari-hari Hinata menangis bahkan lebih hebat dari dia menangisi kedua orang tuanya. Dia beru saja kehilangan arah, ketika ada orang yang memberinya pegangan agar kembali kuat orang tersebut justru tumbang. Hinata tidak ingin kehilangan pijakannya lagi.

“Nar, jangan tinggalin aku..” gadis itu menangis sambil memeluk Naruto.

***

Naruto masih di tangani, gadis itu hanya bisa menunggu dengan cemas. Dia tidak punya satupun keluarga yang bisa mendampingi. Ayah dan Ibu Naruto ada di luar negri, sangat sulit menghubungi mertuanya itu. Hinata sudah mengiriminya pesan namun tidak ada balasan dari sana.

Ya, di Negara sebesar ini Hinata hanya punya Naruto di sampingnnya. Hinata anak tunggal yang kemudian jadi yatim piatu yang menyedihkan. Naruto memberinya tempat untuk tinggal dan kembali mendapatkan perhatian, namun Hinata tidak pernah bisa jadi rumah yang nyaman untuk pemuda itu.

***

Hinata baru saja kembali setelah menemui dokter, hasil lab sudah keluar. Seperti dugaannya asam lambung pemuda itu kambuh, beberapa jam terakhir Naruto hanya mengkonsumsi kopi dan itu memicu segalanya. Sepertinya pemuda itu sempat muntah sebelum ahirnya jatuh pingsan.

Begitulah kurang lebih yang di jabarkan oleh dokter, Naruto perlu memulihkan diri di rumah sakit selama beberapa hari.

Hinata berdiri dengan mata menggenang, dia menatap Naruto yang belum sadarkan diri. Dia terlihat sangat nyenyak tertidur dengan selang infuse yang masih tertancap di tangannya.

“Aku minta maaf Nar..” lagi, Hinata menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi pada suaminya. Satu-satunya orang yang masih berdiri di sebelahnya meski banyak orang berusaha menjatuhkan gadis itu.


Tbc___

SOMEONE BESIDE ME | Hyuuga HinataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang