Bab 5

919 96 0
                                    

Hari baru telah datang. Sang surya mulai menampakkan dirinya walaupun malu-malu. Para pekerja dan bodyguard di mansion Teerapanyakun mulai melakukan aktivitasnya seperti biasa.

Terdengar seperti hari yang baik-baik saja, bukan? Namun tidak untuk Kinn.

Ketika ia sadar dari tidur dan obatnya tadi malam, ia terkejut bukan main melihat Porsche yang tidur disampingnya dengan keadaan bugil. Begitu juga dengan Kinn.

Mereka hanya bergantung pada selimut putih untuk menutup kemaluan mereka.

Ia tidak percaya akan hal ini. "Jangan bilang aku sedang bermimpi!?" batinnya.

Kinn menjadi frustrasi, tapi hatinya kegirangan, membuat perasaannya semakin tumbuh seperti pohon.

Namun ia tidak pernah suka akan perasaannya. Kinn sangat membencinya seperti ia membenci Vegas.

Dari awal, perasaan akan Porsche sejak mereka bertemu sudah muncul didalamnya seperti penyakit.

Kinn yang mengetahui akan hal itu langsung memalingkan mukanya, karena Porsche bukanlah pria tipe-nya.

Ia sudah melakukan berbagai cara untuk menghilangkan perasaan yang menggangunya itu.

Masalah Porsche sakit hati kepadanya itu adalah masalah belakangan baginya. Yang penting perasaan ini hilang sekecil-kecilnya.

Tapi bagaikan boomerang, perasaannya akan Porsche terus kembali kepadanya, tidak leduli sudah beberapa kali Kinn bersusah payah.

Kinn terdiam, berusaha untuk memproses apa yang telah terjadi. Dahinya juga mengkerut, bukan hanya heran namun jijik dengan dirinya sendiri. Walaupun hatinya kegirangan.

Ia memutuskan untuk membersihkan diri, meninggalkan Porsche yang tertidur.

----

Akhirnya, Porsche terbangun daru tidurnya. Ia pelan-pelan membukakan mata. Didepannya, ia melihat Kinn yang sedang berpakaian.

Ia berusaha untuk duduk, namun pantatnya terasa sakit. Ia mengerang kesakitan karena kekacuan semalam, "Porsche" panggil Kinn. Porsche membalasnya dengan dehamnya. "bersihkan dirimu dan pakai bajumu setelah ini, lalu pergi dari ruanganku!" Kinn beralih ke mode biasanya.

Dari dalam, hatinya menjerit sedih dan bertanya kepada Kinn mengapa ia tega mengusirnya.

Dan sial, hati Porsche terpotek lagi. Kali ini lukannya lebih panjang dan dalam daripada sebelumnya.

Porsche mengela nafasnya panjang, berusaha untuk mengontrol kesedihannya.

"Aku tidak pernah suka denganmu bahkan dari sejak aku bertemu denganmu. Pergi dari sini! Aku akan memberimu hukuman nanti!" tambah Kinn. Porsche menangguk pelan dan menuruti apa yang diperintahkan.

Setelah itu, Kinn pergi meninggalkannya sebatang kara, sendirian di kamarnya yang kosong.

Malam itu adalah malam yang sia-sia baginya. Kinn mengusirnya karena ia terlihat jijik kepadanya. Porsche tau Kinn tidak main-main dalam perkataannya. Apa yang ia katakan maka terjadilah.

Porsche membersihkan dirinya dishower dengan raut muka yang sedih. Ia seperti tidak ada harapan untuk hidup. Perasaannya dan energinya yang ia pendam selama ini untuk Kinn adalah sampah. "mengapa aku memperjuangkan Kinn jika akhirnya seperti ini?..." battinnya. "Aku seperti makanan hidangannya yang tidak habis, dan ditakdirkan untuk dibuangkan ketempat sampah."

Porsche merasa bahwa jika ia tidak ada dalam hidup Kinn, pasti Kinm akan tenang dan merasakan damai sejathera.

Tapi ia tidak bisa keluar dari situ karena mau cari pekerjaan dimana lagi?

Porsche duduk dimeja wastafel sambil merokok. Pikirannya tercampur aduk. Sedih, patah hati, rasa bersalah, dan kebingungan, itulah yang menyerangnya sekarang.

Semua kenangan seperti malam itu terlintas dibenaknya. Semua perasaan dan energi yang ia tuangkan untuknya menancap hatinya bagaikan pisau setelah ia mengetahui realitanya.

Memikirkan hal itu membuat air matanya tumpah, karena ia sudah tak kuasa menahannya lagi. Porsche sudah larut dalam kesedihannya yang dalam, hingga ia tidak mengetahui bahwa Pete memanggilnya.

Setelah beberapa kali, Porsche akhrinya tersadar. Pete adalah sahabat yang terbaik baginya. Ia tahu bahwa temannya tidak baik-baik saja, dan tahu ini pasti karena Kinn, karena siapa lagi? "Porsche, apa yang ia lakukan kepadamu sekarang?" Pete memegang bahu Porsche untuk menenangkannya.

Porsche awalnya terdiam. Ia ingin mengatakannya sekarang. Namun ia sadar bahwa ia ada diluar. Ia merasa tidak enak jika membeberkannya tanpa dikamar. Akhirnya ia bertanya,"Bisakah kita pergi keasrama?..." Pete dengan senang hati menerimanya.

Merek akhirnya pergi keasrama dan Porsche mengatakan kepada Pete dengan jujur. Semakin Porsche lakukan, tangisnya tiba-tiba pecah sejadi-jadinya.

Pete memeluknya dengan erat, berusaha menenangkannya."Sudahlah, Porsche.. Laki-laki seperti dia sangat pantas dibuang kelaut." hibur Pete.

"Walaupun aku tidak pernah mengalami hal sepertimu sebelumnya, namun aku masih bisa merasakan betapa sakitnya hatimu diperlakukan seperti itu." Porsche terkekeh mendengar lawakannya yang kecil. Pete yang mengetahui akan hal itu langsung lega. "Kau benar.. Aku jatuh cinta kepada orang yang salah sepertibya.." Pete mengangguk, "Menurutku, seharusnya kau move on saja daripada kau mengorbankan dirimu deminya.

Diluar sana masih ada banyak lelaki yang lebih baik daripada Kinn yang menunggumu." Porsche tersenyum. Ia setuju dengan apa yang dikatakan Pete.
"Hahah, kau benar.. Tapi, terima kasih banyak karena kau telah menenangkanku." Pete tersenyum dan berkata, "Berada disisimu adalah kewajiban bagiku, dan aku sangat senang mengambil bagian itu." Mereka pun tertawa dan kembali bekerja.

Porsche akan dihukum, dan ia sudah tidak peduli lagi mau seperti apa hukumannya. Lagipula, ia harus menuruti perintah Kinn walaupun itu sakit, mau tidak mau.

Heaven Knows How I Love You (KINNPORSCHE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang