Bab 22

951 84 9
                                    

Sudah beberapa hari anaknya yang mungil itu bertumbuh didalam perutnya.

Walaupun Porsche selalu mengalami morning sickness, ia menggangap hal itu sudah wajar.

Sekarang, keadaanya sudah mulai mendukungnya untuk bekerja seperti biasa.

Namun apa yang ia khawatirkan masih hinggap didalam pikirannya seperti parasit, hingga saat ini, "Apakah orang-orang akan melihat perubahan signifikan pada tubuhku?" ia terus membatin pertanyaan yang sama itu.

Ditambah lagi Porsche sedang membaca buku seputar kehamilan agar ia bisa memahaminya lebih dalam.

Tapi apa yang akan terjaid jika orang lain selain Pete masuk ke dorm-nya dan melihat buku ini?

Lalu bagaimana caranya untuk menyembunyikan buku ini tanpa adanya jejak sedikit pun?

Orang-orang bisa curiga jika mereka menemukannya. Porsche belum siap untuk menyatakan sejujurnya kepada keluarga Teerapanyakun tentang kehamilannya dari Kinn.

Poreche menghela nafas. Memikirkan hal itu membuatnya frustrasi, "Dimana tempat yang pas untuk menyembunyikannya? Sial, aku merasa kerepotan gara-gara ini.."

Ditengah kesibukannya dalam berpikir keras, tiba-tiba kedua rekannya, Ken dan Pol datang masuk ke dorm-nya tanpa mengetuk pintu.

Porsche yang menyadari akan hal itu langsung terkejut, dan segera menyembunyikan bukunya dibawah sofa," Semoga mereka tidak menyadarinya.." batinnya khawatir.

Pol menyambutnya duluan dengan memasang muka cerianya.

Dengan penuh kelegaan ia berjalan cepat kepadanya dan memeluknya dengan erat, "PORSCHE!! Akhirnya keadaanmu semakin membaik!!" senangnya.

Porsche yang gemetaran karena masih dilanda ketakutan didalam dirinya berusaha untuk stay cool.

Ia memasang senyum palsu kepadanya, seolah ia menyambut baik Pol balik, "I-iya, heheheh" kekehnya, "Ya, walaupun aku masih muntah-muntah. Tapi saat ini sudah berkurang tidak seperti dulunya."

Pol mengganguk mengerti kepadanya, namun bukan berarti kekhawatirannya kepada Porsche itu hilang begitu saja.

Ia juga takut jika suatu hari nanti penyakit Porschr kambuh.

Padahal ia tidak tahu bahwa ia sedang mengalami morning sickness karena ia sedang mengandung, "Tapi bukan berarti kau bisa beraktifitas seperti biasa, Porsche! Bagaimana jika kau nanti ambruk ke tanah??"

Porsche terdiam. Apa yang Pol katakan ada benarnya, "Ya, kau benar. Aku masih membutuhkan banyak istirahat mengingat aku masih muntah-muntah.."

Ken terdiam sambil menatap Porsche dari bawah ke atas dengan perasaan cutiga.

Satu per satu, asumsi-asumsi itu mulai muncul dipikirannya, menghadirkan sebuah teori tentang Porsche Pachara Kittasawasd, "Porsche makin gemuk..." batinnya

Sangking terlalu mengamati tubuhnya, hal itu membuat otaknya menjadi terpacu untuk bekerja. Ken berpikir keras sampai dahinya mengkerut. Sungguh, jika dilihat-dilihat Ken seperti detektif yang ingin menyelesaikan sebuah kasus kompleks dan rumit, "Bener sih dia makin gemuk, tapi kok bisa? Apa karena ia makan banyak atau....."

Disaat Ken sedang sibuk dalam teorinya, sang pakmil menoleh kepadanya dan menyadari akan raut mukanya. Ia memanggilnya, "Ken!" lantas Ken langsung kembali bangun dari dunia realita. Ia terkejut, "E-Eh, Porsche!"

"Kamu kenapa?" tanyanya bingung, "Kok ngeliatin saya terus?"

Mendengar akan pertanyaan itu, Ken terdiam seribu bahasa pada awalnya. Tapi ia berusaha untuk berbicara dengan cepat agar Porsche tidak menaruh kecurigaan padanya, "O-Oh, tidak ada apa-apa hehehe" kekehnya sebagai senjata paling ampuh untuk menyembunyikan alibinya.

Porsche mengganguk jawaban Ken, menggangap bahwa hal itu biasa saja. Untungnya..

Namun belum saja beberapa menit, waktu istirahat bodyguard itu sudah habis. Maka mereka terpaksa untuk kembali bekerja, walaupun jiwa mereka meronta-ronta untuk tetap bersama dengan Porsche.

Dengan muka sedih, Mereka mengucapkan salam perpisahan kepadanya. Porsche awalnya merasa berat hati, namun ia harus mengerti akan keadaanya, "Sudahlah, lakukan pekerjaan kalian selama aku sedang beristirahat." Sungguh tidak adil bukan? Tapi pikirlah baik-baik. Tidak mungkin untuk Porsche bekerja seperti mereka ketika ia sedang hamil anaknya.

Mereka pergi keluar dari dorm dan menutup pintunya dengan pelan.

Ketika dirasa sudah baik, Porsche menghela nafas panjang dan mengelus perutnya, "Aman sudah.." leganya. Ia mengambil bukunya yang ia sembunyikan dari mereka dan mulai membaca.

--

Diluar, Ken dan Pol sedang berjalan menuju tempat jaga mereka masing-masing. Setelah Ken melihat keadaan mendukung untuk mengutarakan apa yang ia pikirkan tentang Porsche kepada Pol, ia memanfaatkan keadaan itu.

Maka ia berbisik ditelinga Pol, "Psst, Pol." Panggilnya. Pol membalasnya dengan bisik juga, "Apaan?"

"Apakah kau merasa ada yang aneh dengan Porsche?" Pol menyeritkan dahi, berpikir. Tapi sepertinya jawabannya berbanding terbalik dengan Ken, "Tidak, memangnya kenapa?"

Ken melihat-ligat sekitar, mencari aman.

Atmosfirnya tenang dan damai. Tidak ada satupun manusia yang berjalan melintas selain mereka.

Hanya tersisa angin dari AC dan cahaya lampu, "Kau tahu tidak? Porsche semakin gemuk aku lihat-lihat."

Pol terkejut mendengar akan hal itu, "Hah, yang bener kamu?!" Ken mengganguk, "Sumpah, demi Tuhan! Sejak tadi kita menjenguknya, aku mengamati perubahan pada tubuhnya!!"

Pol mengganguk mengerti. Ia sepertinya mendapatkan jawaban mengapa Ken dari tadi diam saja, "Oalah, pantasan saja kau hanya diam tadi" Ken mengganguk, "Jujur, aku terkejut karena itu adalah pertama kalinya aku melihat ia gemuk.

Tapi karena kenapa yah?.."

Pol terdiam, berpikir. Setelah itu ia membeberkan teorinya yang mengandung hal positif tentangnya, "Ah, mungkin karena ia banyak makan kali selama ia sakit. Tuan Korn pasti khawatir dengannya. Maka ia menyuruh para perawat untuk menambah asupan gizinya."

Ken menyeritkan dahi. Ia berpikir bahwa jawabannya merasa tidak cocok, "Lho, bukannya aku dengar Porsche masih muntah-muntah yah hingga sekarang? Pastinya itu makanannya kebuang semua dong.."

Haduh, ini semua menjadi rumit. Pol sampai menggaruk kepalanya sangking frustrasinya ia.

Oleh karena itu, ia menolak untuk menindaklanjuti lebih lanjut," Ah, sudahlah Ken. Kita berharap saja bahwa Porsche akan baik-baik saja nanti.. "

Ken menghela nafas. Ia juga ikut menyerah, "Kau benar. Let's just wish the best for him.." taatnya.

Maka mereka memutuskan untuk fokus melanjutkan pekerjaan mereka, tanpa mengetahui bahwa ada sebuah keturunan Kinn Teerapanyakun yang sedang bertumbuh didalam perut Porsche.

Heaven Knows How I Love You (KINNPORSCHE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang