Suasana dikantor Kinn terdengar sepi dan lenggang. Hanya bersisakan suara mesin air conditioner saja, namun hal itu adalah hal yang biasa baginya.
Hampa, kesepian, itulah yang dirasakan oleh Kinn sekarang. Ia sampai menghela nafas karena ia tidak suka mengalami hal seperti ini.
Sudah lama ia tidak membayar pelacur laki-laki untuk menghiburnya.
Lagipula, ia sudah mulai bosan dengan mainan-mainannya itu.
Tidak ada satu pun orang yang menelponnya sekarang ini. Bahkan menghampiri kantornya, dan mengajaknya ngobrol pun sama aja.
Porsche tidak memunculkan batang hidungnya hari ini setelah Kinn mengusirnya terakhir kali.
Ia tahu bahwa Porsche masih disini, karena ia sangat susah untuk keluar.
Porsche sangat membutuhkan gaji yang fantastis itu demi terbebas dari hutang keluarganya.
Disatu sisi, Kinn agak khawatir. Namun ia juga berusaha untuk meyakinkan bahwa ia tidak melakukan kesalahan apapun dan kejadian itu tidak pernah terjadi.
Tapi setiap kali ia mengingat momen itu, hatinya menangis meminta kepada Kinn untuk mendatangi Porsche dan langsung minta maaf kepadanya.
"Perasaan ini... Membuatku muak..." batinnya sambil berselonjoran dikursi kulitnya dan memijit pelipis matanya dengan kedua jempol, "Jika ya dia sakit hati atau apa, give me a sign.."
Seakan tuhan mendengar batinnya, tiba-tiba telepon berdering kencang hingga memecahkan suasana dikantornya.
Kinn terkejut, "Apa ini benar tandanya?..." Kinn mengangkat telepon itu dan mendapati bahwa ayahnya, Khun Korn menelponnya. "Nak.." panggil Khun Korn, "Kamu gapapa?"
Kinn menyeritkan dahinya. Ayahnya seperti tahu bahwa Kinn sedang tidak baik-baik saja hari ini, "Uh, ya begitulah.." jawabnnya, "Emang ada apa, yah?" Khun Korn terdiam sejenak, membuat Kinn bingung.
Setelah itu, ayahnya mengatakan sebuah berita yang membuat Kinn serasa ditampar oleh jawaban pertanyaan tadi, "Porsche sakit hari ini."
Kinn terdiam sejenak, "Sakit???Apakah karena ia telah jalan-jalan dengan Vegas kemarin malam? Atau apa?? " batinnya, "H-Hah?.. Sakit?" tanyanya berusaha untuk stay classy, "Sakit apaan dia?"
"Iya, Pete baru saja mengatakan kepadaku tadi. Porsche mual-mual dan terus muntah-muntah hari ini. Aku sudah meminta perawat untuk menge-ceknya."
Kinn yang mendengar akan hal itu langsung khawatir namun ia berusaha untuk melawannya, "Lho, kok perawat?? Kenapa ngk dokter aja?" tanyanya
"Porsche tidak mau." Jawaban ayahnya singkat, padat, dan jelas. Tapi dari gaya bicara Khun Korn, ia terlihat dingin dengan ketua mafia penerusnya itu.
Apa yang Kinn tidak ketahui adalah, ayahnya sepertinya tahu akan perilaku Kinn dan perasaannya terhadap Porsche, yang bobrok.
Kekhawatirannya semakin merajalela karena jawaban ayahnya itu, "A-apa??! Gausah, kalau begitu aku akan menyuruh dokter untuk datang juga!"
"Ayah bilang Porsche tidak mau! Kau harus mengerti perasaannya, paham?!"
Nada ayahnya yang naik membuat Kinn mundur.
Tangannya mengepal dengan dikuasai oleh amarahnya terhadap ayahnya.
Tapi apa dayanya? Ayahnya lebih kuat daripada Kinn, "Yasudah, aku meminta maaf..."
Nafas helaan Khun Korn terdengar, "Baiklah, jaga dirimu dan selamat tinggal.." Setelah itu, telepon dimatikan oleh Khun Korn.
"ARGH SIALAN!" teriak Kinn marah. Ia tidak bisa menolong Porsche, bahkan ketika ia memberikan rasa khawatir kepadanya melalui ayahnya malah ditolak.
Kemudian, ia terdiam sejenak. Tidak mengatakan satu kata pun dan membisu.
Ia hanya duduk menatap kertas-kertasnya yang berserakan, beserta komputernya yang masih menyala.
Dengan perasaan yang bercampur aduk, ia bertanya kepada dirinya sendiri, "Mengapa aku merasa khawatir dengannya sekarang?...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Heaven Knows How I Love You (KINNPORSCHE)
Romancecerita tentang porsche yang jatuh hati pada boss mafia arrogan dan playboy, Kinn annakin teerapanyakun. Namun kinn seperti tidak acuh pada perasaanya, dan malah meninggalkannya sebatang kara tanpa mengetahui bahwa porsche sedang mengandung anaknya...