Bab 13. Pemeran Utama
•••
"Lo? Emang apa yang bisa lo lakuin untuk bisa terus sama gue?" Michelle tertawa jahat, ia memandang rendah gadis didepannya.
Inez terdiam sesaat, pikirannya berkelit. Tatapannya terlihat kosong namun, bibirnya terus tersungging senyuman lebar yang nyaris patah. Siapapun orang yang melihat, pasti akan berpikir bahwa gadis itu gila.
Tapi Michelle lebih dari itu. Watak Michelle yang terbentuk begitu cacat membuatnya semakin sisiopat. Ia memilin rambut panjangnya, memasang raut muka dingin. "Lo idiot, Inez."
Senyuman Inez menurun, "apa yang lo maksud?"
Michelle tertawa lagi, rahangnya terasa kram sesaat. "Oh, si lebah udah nunjukin sengatnya."
Inez tertegun.
"Gue gak habis pikir kenapa gue nyiptain lo sebagai tokoh penting dan itu harus bertentangan dari jalan cerita."
"Tokoh penting? Apa yang kamu maksud Greta?"
Michelle menutup mulutnya mendramatisir. "Oh, lo gak tau kalo dicerita ini lo cuman berperan sebagai tokoh pecundang?"
Inez terdiam, matanya berkilat untuk sesaat. Michelle tau gadis itu sedang terluka. Karakter asli dari Inez Geraldine tidak bisa terus-terusan disembunyikan dalam watak antagonis yang tergambar.
Inez Geraldine, respon orang yang pertama kali melihatnya pasti berpikir bahwa ia adalah gadis introver yang jarang bergaul. Rambut berkuncir dua dengan kacamata hitam bulat yang bertengger di hidung mancungnya, Inez terlihat seperti kutu buku.
Tapi jika yang melihat Inez Geraldine adalah sosok Greta yang asli, gadis itu terlihat tangguh. Seolah-olah ia adalah seorang yang pantas dibelas kasihani dengan masa lalunya yang cacat.
"Aku gak habis pikir kenapa tiba-tiba aja kamu bersikap dingin sama aku, Ta." Inez mengulum bibirnya kedalam. Tidak ada raut kesedihan disana, tapi Michelle bisa merasakan kekosongan dalam pupil Inez yang menyusut.
"Kita ... kita udah sahabatan sampai---" Inez terdiam, Michelle berpikir bahwa gadis itu mungkin sedang menghitung tahun sejak pertama kali pertemuan mereka.
F L A S H B A C K O N
"Kamu sakit?" Greta menunjuk mata gadis didepannya. Ia bergidik sesaat, pikirannya tiba-tiba berpijar pada beberapa Minggu lalu saat Mama membawanya ke dokter mata saat memeriksakan sakit matanya yang tak kunjung sembuh.
"Kamu sakit mata juga?" Greta ikut mendaratkan bokongnya disamping gadis itu. Duduk diatas kursi plastik depan gerobak bakso didekat rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly
Fantasy[ FOLLOW AKUN PENULIS TERLEBIH DAHULU ] •••• Hidup Michelle Rissana terlalu keras. Jadi, sifat buruk dari dirinya adalah hasil dari sebuah proses rumit yang ia jalani. Tahap-tahap perkembangan itulah yang Michelle jadikan penopang guna menjadi kupu...