Butterfly | Bab 14

549 78 2
                                    

Bab 14. Konflik Awal

 Konflik Awal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Inez tidak pernah mengerti kenapa dia dijauhi oleh orang-orang. Mereka bilang, Inez adalah anak cacat yang hidupnya tidak diharapkan. Ia bingung, apa kecacatan itu bisa menular pada yang lain?

Inez mengurung diri dalam dunianya. Ia berkomitmen untuk tidak akan membuka celah bagi siapapun yang hendak masuk meski hanya memporak-porandakan hatinya yang sudah lebih dulu rusak.

Sampai akhirnya, seseorang berani mengulurkan tangan. Meminta pertemanan dari dirinya ditengah rasa sakit yang timbul dari masa lalu Inez yang kelam.

Tapi ia egois, Inez menginginkan lebih dari hubungan persahabatan konyol dari anak kecil sembilan tahun lalu. Dia telah dewasa dan orang-orang dewasa mengikuti hasrat mereka masing-masing.

"Aku-- aku gak lesbi!" Suara pekikan marah mengapung di udara, membuat murid-murid lain penasaran dengan topik yang sedang dibahas.

"Jangan ngamuk gitu dong, lo justru terdengar kaya pembohong yang berusaha nutupin kebusukannya."

Mata Inez bergulir. Terjadi keheningan beberapa saat.

Ia mengepalkan tangannya dengan erat, Inez tidak suka dipermainkan. Ia berpikir, apa yang bisa membuat Greta berubah drastis seperti ini?

"Aku gak punya salah sama kamu, Greta. Dan kalaupun iya, aku minta maaf. Tapi berhenti buat keributan gak penting ini."

Michelle cengengesan. Ia jelas paling mengetahui bahwa gadis tersebut adalah satu-satunya tokoh ter-manipulatif yang ia ciptakan. Inez mengikat orang-orang dengan rasa iba, kemudian memonopoli hidup mereka.

Michelle menekuk kedua tangannya didepan dada, "gak penting?"

"Haruskah gue ingetin kalo lo penyebab keributan gak penting ini?"

Inez terdiam, "aku dateng buat minta maaf, kamu yang terlalu emosional. Jangan salahin aku, dong."

"Liat muka lo aja udah buat gue emosi. Jadi jauh-jauh dari gue lo, sialan!"

Inez tertegun.

Murid-murid semakin ramai. Tentu saja, jam pelajaran masih kosong dikarenakan adanya latihan basket beberapa saat yang lalu. Harusnya, sebentar lagi bel berbunyi, tapi mereka semakin berkerumun ramai, melingkari kedua objek atensi mata mereka.

"Aku gak habis pikir sama kamu, Ta. Sinting ya, kamu? Aku dateng, minta maaf dengan maksud baik tapi---" Inez tidak melanjutkan kalimatnya.

ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang