Bab 33. Peran Ibu
Darah lebih kental daripada air.
•••
Tidak pernah Michelle lihat orang semanipulatif ini dalam hidupnya, sampai akhirnya ia menemui tokoh Inez yang ia ciptakan sendiri dengan tangannya hidup dan bergerak.
Bagaimana bisa wajah secantik dan sepolos ini, terdapat sosok yang begitu picik?
Michelle menghentikan guliran layar pada ponsel di tangannya. Sudah pukul lima, sejak satu jam yang lalu mereka berada pada ruangan yang sama.
Pintu ruangan dibuka, perhatian mereka sontak terambil untuk melihat si empunya pelaku. Aris—pria berpakaian kaus hitam casual itu berjalan mendekat. Wajahnya merah, matanya menukik tajam dengan rahang yang lebih tegas dari biasanya. Pria itu berhenti tepat di ranjang Michelle, membuat gadis itu meletakkan ponselnya di pangkuan. Membalas menatap Aris kemudian bertanya, "ada apa? Kusut banget muka lo?"
Aris menghela nafasnya dengan panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Pria itu membalikkan badannya untuk melihat Inez yang juga ikut menatapnya heran. "Kakak udah selesai, eum ... Belajarnya?"
Aris memutar tubuhn, kemudian berjalan mendekati Inez. Membisikan sesuatu padanya, mereka terlihat menatap satu sama lain begitu lama sebelum akhirnya Aris menggiring gadis itu keluar dari ruangan. "Greta, aku pamit pulang ya, kamu jangan sedih, besok aku pasti dateng lagi."
Michelle mendengus, tangannya terayun-ayun bermakna mengusir. Meskipun begitu, atensinya tetap terarah pada kedua manusia didepannya yang perlahan tenggelam di balik pintu putih ruangan.
Aris tidak juga muncul untuk beberapa menit, dan Michelle masih tetap menunggu. Saat pria itu datang, dapat Michelle dapati dua orang lainnya yang ikut masuk.
Adnan tampak sangat berantakan, pria yang biasanya memakai jas dimana pun ia berada itu—kini memakai kaus putih tulang dengan celana dasar berwarna hitam. Raut wajahnya terlihat berantakan, rambutnya seperti disisir asal-asalan dan kelopak matanya yang menghitam sayu.
Sedangkan Hanum, wanita tersebut hanya memakai sweater cream panjang serta celana kulot jeans highwaist. Berbanding terbalik dengan suaminya, kelopak mata wanita itu merah membekak hingga membuatnya terlihat sangat menyedihkan.
Baru beberapa saat Michelle tidak melihat pasangan itu, tapi kini mereka sudah jauh lebih berbeda dari pertemuan kali terakhir.
Michelle menghembuskan nafas pelan, "kapan nih gue bisa pulang?" Pemilihan kosa katanya masih terdengar sama tapi, aksennya sudah jauh lebih melembut. Ia memajukan tubuhnya, kemudian bergerak ke kanan dan kiri. "Udah membaik, nih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly
Fantasy[ FOLLOW AKUN PENULIS TERLEBIH DAHULU ] •••• Hidup Michelle Rissana terlalu keras. Jadi, sifat buruk dari dirinya adalah hasil dari sebuah proses rumit yang ia jalani. Tahap-tahap perkembangan itulah yang Michelle jadikan penopang guna menjadi kupu...