Bab 39. Rumah Sakit
•••
Michelle menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kuat. Mengusir dengung di telinga yang nyaring. Namun, ketika suara melengking tersebut pergi, Michelle justru kehilangan indra pendengarannya.
Gadis itu menepuk-nepuk kepala. Semua terlalu mencurigakan untuk dibilang sunyi, padahal ketika Michelle menatap wajah masing-masing, mereka terlihat seperti tengah dalam keadaan riuh.
"Ma ... Mama?" Michelle panik. Ia memukul telinganya sekali, dan itu tidak berefek apapun.
Melihat raut Hanum yang menatapnya cemas, Michelle mengartikannya sebagai ungkapan tanya. Namun ia sendiripun tidak mengerti apa yang tengah terjadi pada dirinya sendiri.
Gilirannya untuk menatap Adnan, raut pria itu seperti marah akan sesuatu. Urat di lehernya menonjol seperti sedang berteriak memaki.
Keadaan ini terlihat menyebalkan. Dan Michelle dibuat kebingungan olehnya. Tidak berhenti berusaha, Michelle kembali memukul-mukul kepalanya sendiri. Itu sakit, tapi setidaknya percobaannya kali ini membuahkan hasil.
Awalnya itu terdengar seperti suara saluran televisi yang rusak. Tapi lambat-laun, Michelle mulai mendengar kegaduhan yang terjadi di ruangan tersebut.
"Dokter Hans masih lama?" Mendengar pertanyaan cemas milik Hanum, membuat kepala Michelle tertoleh kesamping. Ia melihat wanita itu lagi-lagi sedang berurai air mata.
"Dia gak bisa di hubungin." Kali ini Adnan yang menjawab dengan nada frustasi. "Saya udah hubungin nomor pribadi dia, gak bisa juga."
Hanum menangis, ia memeluk tubuh Michelle dengan erat. Seolah takut kehilangan gadis tersebut. "Kita ke rumah sakit aja, biar bisa langsung di tanganin sama Seno."
"Jangan." Adnan menolak keras. "Saya udah bilang berapa kali, untuk jangan membiasakan Greta dengan rumah sakit."
"Tapi sekarang anak kamu lagi kaya gini, Mas." Marah wanita itu. "Aku tau kamu takut sama kenyataan, kan? Kenapa? Kamu takut Seno bakal ngulangin kalimat itu lagi?"
Michelle berkedip tidak mengerti. Ia menatap raut wajah Hanum yang semakin kacau. Gadis itu menarik ujung baju yang dikenakannya. "Mama ..."
"Iya sayang, ini Mama. Mama Greta," suaranya tersengal-sengal, hidungnya seperti tersumbat oleh cairan bening yang keluar bersamaan dengan air mata. "Sebentar ya, sayang."
Hanum kembali menatap wajah Adnan dengan raut penuh harap. "Tolong jangan egois dalam keadaan kaya gini, Mas."
Adnan mengacak rambutnya kesal. Ia terlihat mengetik beberapa huruf di layar handphonenya, kemudian bergerak untuk menggotong tubuh Michelle yang ringkih.
Dari, pembicaraan yang tidak Michelle mengerti, lalu mimik khawatir yang ia lihat dari kedua wajah tersebut. Begitu mengganggu pikirannya. Mengguncang isi kepala yang sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly
Fantasy[ FOLLOW AKUN PENULIS TERLEBIH DAHULU ] •••• Hidup Michelle Rissana terlalu keras. Jadi, sifat buruk dari dirinya adalah hasil dari sebuah proses rumit yang ia jalani. Tahap-tahap perkembangan itulah yang Michelle jadikan penopang guna menjadi kupu...