Butterfly | Bab 22

232 18 0
                                    

Bab 22. Konflik

Adnan menatap kosong kasur king size di depannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Adnan menatap kosong kasur king size di depannya. Ia melihat sekeliling. Tembok berwarna biru laut, warna kesukaan Hanum. Mereka sepakat mewarnai tembok tersebut karena istrinya tersebut memintanya.

Tidak ada yang lebih penting daripada kebahagiaan wanita itu.

Tapi, kenangan itu terlalu membekas, meninggalkan kesan buruk yang kini tumbuh menjadi benci.

Di belakang Adnan, Hanum berbicara dengan pria lain. Mereka sangat dekat, begitu intim hingga membuat Adnan bertanya-tanya mengenai hubungan mereka.

Hanum memang tidak selingkuh tapi dia tetaplah seorang pengkhianat.

Bagaimana seorang Ibu bisa meninggalkan anak-anaknya untuk bermesraan dengan pria lain?

Adnan sangat marah. Ia tidak pernah menegur wanita itu sampai sekarang, berharap Hanum akan sadar dan segera meminta maaf.

Tapi sudah belasan tahun berlalu, dan wanita itu tetap menjalani hidup seperti tidak pernah melakukan kesalahan. Berlagak seolah ia adalah satu-satunya korban dalam masalah ini.

Adnan selalu menelan pandangan buruk orang-orang. Ia tetap diam dan tidak memberikan pembelaan terhadap tuduhan keji yang anak-anaknya layangkan.

Namun, Adnan terus kabur. Ia berubah menjadi sosok penjahat dimata anak-anaknya. Tidak ada yang mengetahui bahwa Adnan pun sebenarnya kelelahan dengan situasi ini.

"Kamu harusnya bisa lebih lembut sama Greta." Suara itu memecah keheningan ruangan. Adnan tidak perlu menoleh untuk melihat siapa si empunya suara. Ia menghela nafas sekali kemudian menjawab dengan nada dingin. "Dia, udah keterlaluan."

"Mau gimanapun, dia tetep anak kamu." Sambung suara itu.

Kali ini Adnan menoleh, matanya langsung menangkap sosok Hanum yang juga tengah menatap kasur tempat anaknya terbaring.

"Siapa yang tau, kan?" Adnan memiringkan senyumannya. "Bisa aja dia anak orang lain."

Hanum tidak menjawab, ia mengulum bibirnya getir. "Mungkin aja, aku kurang baik buat dia. Kita hidup di satu atap dan di satu lantai, tapi aku gak tau kalau Greta punya depresi yang buat dia milih buat mengakhiri hidupnya."

Kali ini, gantian Adnan yang terdiam. Ia tidak mencoba menghibur wanita itu, namun juga tidak berniat untuk memojokkannya.

Karena Adnan tau, bahwa sosoknya lah yang menorehkan luka paling sakit dalam hati gadis itu.

Adnan tidak pernah hadir dalam setiap ulang tahun Greta. Ia juga tidak pernah memberikan pujian setiap kali Greta melakukan hal baik. Adnan selalu menghindar setiap kali ada kesempatan berbicara.

Dia adalah monster yang telah membunuh anaknya sendiri.

Pria itu menghela nafas, kemudian bersuara dengan nada pelan. "Dia, jadi berubah."

ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang