18 ; Restrained Words

103 4 0
                                    

Hanin dan Aya yang baru saja keluar dari kelas berjalan beriringan menuju lobby fakultas, hendak pulang.

"Lo masih ada kelas, Han?" tanya Aya sebelum melanjutkan langkahnya menuju pintu gedung fakultas.

Hanin menggeleng pelan, "Engga. Gue mau balik aja. Ngantuk!"

"Sama sih. Balik bareng aja ayo," ajak Aya.

"Boleh lah, yuk. Lo bawa motor?" tanya Hanin.

Kemudian Aya pun menepuk dahinya pelan, "Ah, iya. Lupa tadi pagi gue kan berangkatnya sama Yudhis," jawab gadis itu.

"Wah, parah luuuu," sorak Hanin, "Emang udah sedeket apa lu sama Yudhis?"

"Yaa, paling sedeket jempol sama kelingking sih," sahut Aya santai.

"Itu mah masih jauh, Nyet! Gak yakin gue, pasti lebih deket lagi," Hanin menatap Aya dengan mata memicing.

"Hahaha, serius gue. Emang gue sama Yudhis belum terlalu deket. Kayak masih ada benteng yang menghalangi gue sama dia gitu. Gimana ya, selama ini dia tau semua tentang gue, tapi gue tuh kayak clueless apa-apa tentang dia," jelas Aya yang malah jadi mendadak curhat.

"Oalah, dia emang orangnya tertutup gitu, ya?" tanya Hanin mulai terhanyut dalam cerita Aya, sampai tak peduli sedang dimana posisi mereka sekarang.

Aya mengangguk mantap, "Nah iyaa, pendiem juga sih. Kadang gue tuh suka bingung mau ngajak ngobrol dia gimana, jawabnya suka seadanya. Tapiii, dia tuh act of service banget anjrit, gimana gue gak lemah," cerita gadis itu dengan semangat.

Hanin mengangguk-angguk paham setelah menyimak cerita temannya itu, "Jadi, sebenarnya lo mau cowok yang banyak omong apa yang sat set gitu, sih?"

"Mau dua duanya, bisa gak sih?"

"Maruk! Jadi jomblo aja lo selamanya,"

"LAH KOK NGAMOK?"

"LO NGESELIN!"

Mereka pun perlahan mulai sadar bahwa tempat yang mereka pijaki itu tidak cocok untuk adu mulut, karena terlihat saat ini saja sudah ada beberapa pasang mata yang menatap aneh ke arah dua gadis yang sedari tadi berbicara dengan nada cukup keras untuk didengar orang-orang sekitar situ

"Kayaknya ga aman deh gue curhat di sini, Han. Pindah yuk," bisik Aya yang kemudian berjalan duluan di depan Hanin.

Hanin yang langsung merespon dengan anggukan itu pun kemudian segera menyusul Aya.

"Mau curhat dimana lo?" tanya Hanin setelah berhasil menyamakan langkahnya dengan Aya.

"Di gazebo situ, yuk," ajak Aya menunjuk sebuah gazebo yang terletak di samping tempat parkir motor.

Hanin mengangguk setuju kemudian berjalan mengiringi langkah Aya menuju gazebo yang dimaksud temannya itu.

"Dah, puas-puasin lo kalau mau curhat disini juga ga ada yang julid," ujar Hanin yang dibalas anggukan oleh Aya.

"Eh iya, tadi sampe mana sih?" tanya Aya sebelum melanjutkan ceritanya, "Oh iya, sampe gue mau sama yang kayak mana ya,"

"Freak, nanya sendiri jawab sendiri," gumam Hanin.

"Diem, gue mau lanjutin," kata Aya yang kemudian berdeham pelan, "Ehem, jadi kalau ditanya mau yang act of service atau words of affirmation, jelas gue pengen yang act of service dong, apalagi yang kayak mamas Yudhis. Karena jujur, gue agak culture shock bisa kenalan dia yang enteng banget bantuin kerjaan gue kayak ga ada beban, karena gue seneng gue merasa terbantu banget. Tapi, kadang gue tuh juga mau tau perasaan dia, pendapat dia, isi pikiran dia gimana, karena gue bukan cenayang yang bisa menerka-nerka. Eh, itu bukan gue gak suka sama Yudhis loh ya, gue suka. Tapi, gue juga pengen tau tentang dia gitu lohh, lo paham gak sih apa maksud gue?" lanjut Aya panjang lebar kemudian merengek pelan seraya menatap si lawan bicara, Hanin.

Sedangkan Hanin yang sedari tadi menyimak  curhatan Aya tanpa menyela itu pun akhirnya mengangguk pelan, "Paham kok. Tapi ya, Aya, menurut gue kalau lo mau menuntut gebetan lo itu buat sesuai apa yang lo mau, itu nantinya hubungan kalian gak akan maju. Yang ada, kelihatanya dia selalu gak cocok sama kriteria lo. Saran gue, deketin aja sih. Lagian kalian belum terlalu deket kan, mungkin dia belum nyaman buat cerita lo, mungkin aja,"

Aya mengangguk pelan, "Iya, sih. Mungkin gue nya aja yang semakin hari semakin naksir dia jadi selalu pengen tau tentang dia mulu,"

Hanin menggelengkan kepalanya, "Ck... ck... ck... bucinnya udah gak ketolong,"

Aya hanya terkekeh pelan kemudian menepuk pelan bahu Hanin, "Thanks ya, Han, udah mau dengerin cerita gue,"

Hanin mengangguk pelan seraya tersenyum, "Anytime, Ya,"

"Aya?"

Sontak Hanin dan Aya sama-sama menoleh ke sumber suara yang memanggil nama Aya.

"Kamu di sini? Tadi aku cariin ke fakultas kamu, kata temen kamu, kamu udah pulang,"

Aya melongo karena seseorang yang mengajaknya berbicara dengan jarak 2 meter di depannya itu ternyata adalah Yudhis, si topik pembicarannya dengan Hanin tadi.

"Eh, iya. Aku disini dari tadi sama Hanin. Maaf belum ngabarin," jawab Aya mengusap pelan tengkuknya.

"Gak papa," ujar Yudhis, "Hanin masih lama disini?" tanya lelaki itu kemudian.

Hanin yang disebut namanya itu sontak menggeleng, "Eh, engga kok, ini gue mau balik," jawab gaids itu kemudian menepuk bahu Aya pelan, "Gue balik duluan ya, Ya? Bye," bisik Hanin, secara perlahan menjauh dari Aya, meninggalkan gadis itu dalam keadaan masih mencerna suasana yang mendadak canggung itu.

"Mau pulang sekarang?" tanya Yudhis.

Aya hanya dapat tersenyum tipis dan mengangguk, "Tadi udah lama nyari akunya?"

Yudhis menggeleng, "Belum begitu. Lumayan sih, tapi untung ketemu temen sekelas kamu tadi, jadi gak begitu lama muterin fakultasnya,"

Aya mengangguk pelan, "Kenapa gak nelpon aja tadi?"

"Udah, tapi handphone kamu gak aktif," jawab Yudhis.

Aya menepuk dahinya, baru tersadar, "Ah, iya. Habis batre tadi, my bad. Maaf ya?"

Yudhis tersenyum kemudian mengusap kepala Aya, "Gapapa, that's not a big deal. Sekarang yang penting kan Aya udah ketemu,"

Aya balas tersenyum dan mengangguk pelan.

"Yuk pulang sekarang, nanti keburu hujan," ujar Yudhis yang kemudian mulai bergerak naik ke motornya.

Aya pun mengangguk dan menyusul Yudhis untuk duduk di jok belakang motor lelaki itu.

Sweet Scarlet ; 00LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang