29 ; Get Back

47 2 0
                                    

Yesa yang baru pulang dari kampus seusai mengantarkan Aya karena kebetulan Yudhis sedang tidak bisa itu kebingungan setelah menotis keberadaan sebuah motor yang lumayan tidak asing baginya.

Begitu turun dari mobilnya yang diparkirkan di depan rumah karena nanti rencana mau pergi lagi ke café kakaknya, Yesa berjalan mendekati motor yang terparkir tepat di depan mobilnya dan benar saja, orang yang  sudah lama tidak terlihat kini sedang berdiri di halaman depan rumahnya.

"Bima?"

Lelaki yang Yesa sebut namanya otomatis menoleh, refleks mengusap belakang kepalanya sembari tersenyum.

"Halo, Yesa? Long time no see,"

Yesa menghela napas berat. Kalau boleh jujur, dia sebenarnya belum siap melihat Bima lagi mengingat obrolan terakhir mereka bukan tentang hal yang baik dan menyebabkan perempuan itu memblokir kontak Bima. Tapi, di sisi lain, Yesa juga merindukan sosok yang sudah beberapa minggu selalu ada untuknya itu.

"Mau apa kesini?" tanya Yesa dengan nada tidak ramah, meski setengah jiwanya mendorong dia untuk memeluk lelaki di hadapannya tapi ia tahan.

"Sorry, gua kesini ga ngabarin dulu. Gua juga bingung mau ngabarin dimana juga sih, kan semua sosmed gua diblokir," ujar Bima tersenyum kaku.

"Udah gak usah basa-basi. Lo ada perlu apa?" ucap Yesa yang terdengar agak ketus membuat Bima cukup terkejut mendengarnya.

"Gua mau ketemu lo," jawab Bima to the point. "Gua mau jelasin semuanya, itupun kalau lo kasih gua kesempatan,"

Sekali lagi, Yesa menarik napasnya kemudian menghembuskannya. Kepalanya mendadak terasa hampir mendidih begitu melihat keberadaan Bima. Tapi, pasti bukan suatu hal yang mudah bagi lelaki itu untuk dapat memijakkan kaki di hadapannya seperti saat ini.

"Okay, karena lo udah jauh-jauh kesini, gue kasih kesempatan lo buat ngomong apapun, tapi gue ga jamin apa—"

Ucapan Yesa terpotong karena Bima yang tiba-tiba menarik tangannya dan menatap matanya dalam. Bibir Yesa mendadak kaku dan sulit untuk dibuka lagi.

"Gua minta maaf banget. Minta maaf atas semua kesalahan gua. Gua tau dari awal emang salah gua yang keliatan cuma deketin lo buat main-main. Gua juga tau di obrolan terakhir kita seharusnya gua ga bilang kayak gitu. Dari lubuk hati gua yang paling dalam ini gua mau minta maaf," ujar Bima yang terdengar tulus, bahkan lelaki itu sampai menundukkan wajahnya, tidak sanggup untuk menatap wajah perempuan di hadapannya.

Yesa yang menatap itu jadi merasa iba dan tidak tega kalau ga maafin lelaki itu sekarang juga. Tapi, apalah arti rasa sakitnya kalau dia dapat dengan mudah maafin lelaki itu?

"Udah, lo mau bilang itu aja?" tanya Yesa, terdengar datar namun menusuk bagi Bima.

Lelaki itu menggeleng, kembali menggenggam erat tangan Yesa, "Engga, Yes. Waktu itu sebenarnya gua ga berniat bilang itu. Tapi karena hari itu gua lagi pusing gua kelepasan bilang begitu. Gua minta maaf banget. Gua beneran ga bisa tenang selama lo blokir gua dan jadi jauh dari gua. Gua sadar, gua ga bisa jauh dari lo, Yes,"

Mungkin omongan Bima kali ini terdengar gombalan semata, tapi melihat dari wajahnya, Yesa bisa merasa yakin kalau lelaki itu sungguh-sungguh dengan ucapannya.

Yesa menarik tangannya perlahan dari genggaman Bima membuat lelaki itu mendongak untuk melihat ekspresi Yesa.

"Gue hargai effort lo buat datang kesini, dan gue terima permintaan maaf lo, tapi," Yesa sengaja memotong ucapannya membuat Bima bertanya-tanya.

"Tapi apa, Yes? Apapun yang lo bilang pasti gua lakuin," ucap lelaki itu.

"Janji sama gue buat saling jujur satu sama lain, ya? Gue benci banget kalau ada hal yang disembunyiin dari gue apalagi itu menyangkut diri gue sendiri," ujar Yesa akhirnya dapat menatap mata lelaki itu.

Bima tersenyum, mengangguk semangat, "Gua akan jujur tentang apapun itu ke lo. Jadi, gausah khawatir, ya?"

Yesa balas tersenyum, kemudian balas mengangguk pelan.

🍒

"Mau ikut ga?" tanya Nara ke Raka yang udah ga kaget lagi liat kedatangan cewek itu ke fakultasnya secara tiba-tiba.

"Mau ngajak kemana lagi lo kali ini?" Raka bertanya balik, karena emang kali ini ajakan Nara tuh ga ketebak saking randomnya.

"Bisa ga sih lu kalau diajak tuh tinggal jawab mau apa engga? Soal tempat kan juga nanti lo tau sendiri kalau mau," ujar Nara yang membuat Raka menggelengkan kepalanya ga habis pikir.

"Pertanyaan macam apa itu? Wajar lah kalau gua nanya biar gua bisa mutusin mau ikut apa engga, kalau tempatnya bukan tempat bener mana mau gua?" sahut lelaki itu.

"Terus menurut lo gua nih orang yang suka ngajak lo ke tempat ga bener gitu? Udah berapa tahun sih lo kenal gue, Ka?"

"Ga menutup kemungkinan kan? Jadi, lo tinggal jawab aja kemana apa susahnya?"

"Ya, kalau gua kasih tau sekarang udah ga surprise dong,"

Raka sedikit membelalakkan matanya setelah mendengar kata surprise, "Perasaan ultah gua udah lewat, mau ngapain ngasih surprise segala?"

Nara memutar bola matanya, "Yee, emang lo pikir surprise buat pas ultah doang? Udah sih, lo ikut aja,"

Mengalah, akhirnya Raka memutuskan buat mengiyakan ajakan Nara yang terlalu tiba-tiba itu. Gatau juga apa tujuannya dan apa maksudnya, tapi yaudah lah, lagian cewek yang udah bertahun-tahun ia kenal itu ga mungkin berbuat kriminal padanya kan?

Awalnya iya, Raka mikir gitu. Tapi setelah Nara ngendarain mobilnya ke tempat yang cukup jauh hingga Raka dapat menyimpulkan bahwa perempuan itu membawanya ke bandara, Raka jadi ngomel lagi.

"NGAPAIN KE BANDARA ANJRIT NARARYA!"

Nara yang matanya lagi fokus nyari tempat parkir di bandara meletakkan jari telunjuknya di mulut, "Ssst, kan lo udah setuju buat ikut,"

"YA TAPI GA SAMPE BANDARA JUGA DONG ANJRIT. GUE BELUM SIAP," Raka masih ngomel, ga ngerti apa yang sebenarnya direncanakan sama cewek itu.

"Gue mau ke Bali, healing. Lo harus ikut karena gue gamau sendirian. Kalau gue bilang tadi pasti lo gamau, jadi gue udah pesen dua tiket biar lo ga nolak," jawab Nara santai kemudian melepas sabuk pengamannya dan keluar dari mobilnya.

Raka yang level ga habis pikirnya sama cewek itu udah sampai batas maksimal itu memutuskan buat ngikutin aja apa kata cewek itu. Karena kalau sampai orang tua dia atau orang tua Nara tau kalau cewek itu ke luar pulau sendirian, pasti dia juga yang kena omel dua keluarga.

"Nara tungguin anjrit, gua belum siapin barang bawaan!"

"Udah gampang ntar beli di sana aja," jawab Nara santai tetap berjalan mendahului Raka.

Yaudahlah, pasrah aja. Yang penting Raka udah mendapat kepercayaan cewek itu untuk ikut, jadi mau ga mau tinggal menjaga kepercayaan itu sebaik-baiknya aja.

Sweet Scarlet ; 00LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang