Senin sore, sesuai janji yang udah disepakati oleh dua belah pihak, Yesa kini bersiap untuk ketemu kenalannya di tinder. Awalnya dia memang masih agak ragu, tapi dia gak kuasa buat nolak ajakannya, karena kenalannya ini keliatan orang baik-baik gitu.
Selain itu dia juga penasaran bagaimana sebenarnya orang yang selama ini menemani dia chattingan selama satu minggu lebih ini.
Sekarang Yesa udah selesai dandan, terus langsung cus ke lokasi yang udah ditentuin naik mobil pribadinya.
Jujur aja, Yesa sekarang ngerasa gugup banget karena belum pernah ketemu sama orang yang kenal di online, bayang-bayang orang yang bakal ia temui kemungkinan bakal zonk itu masih berputar di otaknya.
Tapi Yesa langsung mengumpulkan rasa percaya dirinya kemudian segera menepis bayang-bayang aneh itu dan melangkah masuk ke dalam sebuah café.
Yesa segera menuju meja 17 yang udah dipesenin sama kenalannya, tapi ternyata belum ada orang di meja itu, alias Yesa datengnya kecepetan.
Akhirnya Yesa duduk dan berniat pesan minuman dulu sambil scroll twitter kali aja ada yang menarik.
"Yesa ya?" tanya seorang lelaki yang kini berdiri di hadapan Yesa.
Yesa langsung menoleh, "Eh?" tanyanya dengan ekspresi terkejut. Namun detik berikutnya ia merasa lega karena lelaki tersebut tidak berbeda dengan foto yang selama ini ia lihat di profil tindernya.
Lelaki yang datang dengan kaus putih polos dilapisi dengan kemeja yang tidak dikancing dan rambut yang sedikit berantakan karena diterpa angin itu terkekeh. "Sorry, sorry. Tadi gua buru-buru. Sempet lupa kalau ada janji sama lo," lelaki itu segera mengkonfirmasi keadaannya seraya menyisir rambutnya dengan jari-jarinya.
"Eh, gapapa Bima, santai aja," ujar Yesa tertawa pelan, kemudian memiringkan kepalanya sedikit, "Kayaknya muka lo gak asing, kita pernah ketemu gak sih? Kalau ternyata engga gue malu banget sih,"
Lelaki yang disebut Bima itu nampak berpikir kemudian tersadar, "Eh, bentar ini gua boleh duduk dulu gak sih?"
Yesa kembali tertawa, memang pribadi yang mudah tertawa dengan hal sekecil apapun, "Iya boleh, silakan duduk, Mas Bima,"
Bima tergelak, tidak menyangka dengan sikap gadis yang duduk di hadapannya ini. Kemudian segera duduk karena kakinya sudah lumayan pegal, "Hahaha, bisa aja, Mba Yesa," balasnya. "Sebentar, kayaknya kita emang pernah ketemu sebelumnya deh."
"NAH KAN!!! Tapi gue lupa," seru Yesa.
"Oh, lo bukannya yang di supermarket kemarin itu ya?" tanya Bima setelah menyelam ke dalam memorinya beberapa hari yang lalu.
Yesa menutup mulutnya seakan terhubung dengan memori Bima, "Ooh iya, yaampun hahaha. Ternyata elu yang beli pembalut waktu itu ya?" ujarnya kemudian tertawa pelan.
"Hahaha anjirr, diinget dong," gumam lelaki itu, kemudian keduanya tertawa bersama.
"Gak nyangka ternyata kita udah pernah ketemu sebelumnya,"
Ya betul, rupanya ini bukan pertemuan pertama mereka.
"Ternyata beneran elu, pantes waktu itu sebenarnya gua gak begitu ngerasa asing sama lo," ujar Bima, "Eh, ini lu udah pesen?"
Yesa yang baru menyelesaikan tawanya itu menggeleng, "Belum, gue kan nungguin lo,"
Bima pun nyengir, "Hahaha, kirain bakalan ditinggalin. Ternyata so sweet juga mbaknya,"
Yesa pun kembali tertawa, "Hahaha apasih, Bim. Ada-ada aja lo,"
Kemudian keduanya sibuk tenggelam ke dalam topik pembicaraan random yang mereka ciptakan dan mengalir begitu saja tanpa mereka sadari.
Ternyata setelah berkenalan dan mengobrol dengan Bima secara langsung, akhirnya kekhawatiran Yesa perlahan sirna. First impression-nya terhadap cowok yang duduk dihadapannya itu tidak begitu burum sehingga dapat membuatnya tertawa selama sesorean itu.
Awalnya lelaki yang ia kira adalah seorang yang kaku dan tidak pandai bercanda itu rupanya adalah orang yang berkebalikan di dunia nyata. Pikirannya mengenai cowok tinder faker pun udah hilang seketika.
🍒
Setelah weekend berakhir itu tandanya rutinitas di hari biasa dimulai kembali, sama seperti Aya yang harus menyelesaikan berbagai tumpukan tugas yang kian hari semakin menjamur. Seperti sudah menjadi kebiasaan, Aya mulai mengerjakan dari tugas yang paling mudah terlebih dahulu.
Aya memulai semuanya di café biasa, tempat Yudhis bekerja. Sebelumnya, ia memesan matcha milk coffee sebagai temannya di sore hari ini.
"Permisi, atas nama Nona Ayana?" ujar seorang pelayan yang menghampiri meja Aya.
"Iya?" sahut Aya menolehkan kepalanya, kemudian tersenyum,"Eh, Mas Yudhis,"
"Pesanannya sudah siap," ujar Yudhis yang membawa sebuah nampan, kemudian ikut tersenyum.
Aya mengerutkan dahinya, "Tapi saya belum pesen apa-apa lagi tuh, Mas. Baru pesen minuman aja tadi," ucapnya.
"Oh, ini bukan pesanan kamu, tapi pesanan saya buat kamu," kata Yudhis yang kemudian meletakkan nampan berisi sepiring nasi goreng seafood di meja Aya.
"Eh, ini gapapa Mas kasih saya makanan?" tanya Aya yang masih bingung dengan keadaan.
"Iya, kan gak mungkin saya rugi cuma karena ngasih kamu satu piring makanan?" jawab Yudhis, "Dihabisin ya, jangan sampe lupa makan," lanjutnya kemudian tersenyum, dan kembali ke tempatnya bekerja.
Sedangkan Aya masih diam, mencerna apa yang baru saja ia dengar, dan kemudian gadis itu mengambil sebuah brosur yang tersimpan di dompetnya lalu membaca brosur itu dengan perlahan.
"Anjir, ternyata dia owner café ini???" gumam Aya.
Belum selesai dengan keterkejutannya, Aya kembali dikagetkan dengan kehadiran Yudhis yang kali ini udah dua kali menghampiri mejanya.
"Permisi, ada yang ketinggalan, nih," ujar Yudhis memberikan satu gelas yoghurt dingin di atas meja Aya. "Biar makin semangat kerjain tugasnya," ujarnya dengan senyum yang belum sirna dari wajahnya.
"Aduh, Mas, kayaknya gausah repot-repot deh. Saya dapet tempat duduk nyaman disini aja udah bersyukur banget, kalau gini nanti saya keenakan dong, hehehe," ujar Aya.
Yudhis bukannya menarik kembali makanan dan minuman yang dia kasih, malah bergerak buat narik kursi kosong di depan Aya, "Kalau gitu boleh saya duduk disini? Saya temani biar makin senang,"
Aya seketika panik, "Eh, gausah, Mas. Emang Masnya gak dimarahin kalau nemani saya disini?"
"Loh? Kenapa harus dimarahi? Justru kalau ada yang marahin, bakal saya pecat,"
Aya melongo, mampus salah ngomong gue anjirrrr.
Alhasil Aya cuma bisa cengar-cengir salting di depan Yudhis.
"Jadi, saya boleh duduk disini, kan?"
"Eh, iya iya boleh kok, silakan duduk, Mas,"
Anjir, bodo amat lah ama malu yang penting sekarang gue duduk sama gebetan :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Scarlet ; 00L
أدب الهواة❝ It is scarlet, but sweet ❞ ㅡ00's Journey. Warn: × Local AU × Harsh Words