17☀️

1.4K 104 1
                                    

Kini sudah dihari berikutnya, Haechan juga telah menjalani pengobatan kemoterapi karena demamnya sudah membaik.

Semuanya ada dirumah sakit, hanya saja Johnny yang masuk kedalam ruangan untuk menemani Haechannya itu.

Sejak Vincent mendengar jika cucunya tengah diincar oleh sang musuh, pengamanan ketat ia lakukan diberbagai sisi.

"Bagaimana? Sudah enakan belum perutnya?" Tanya Olivia yang mengelusi perut sang cucu
Karena Haechan sejak tadi mengeluhkan sakit diarea perut dan kepala, muntah pun sudah terjadi karena memang efek dari kemo nya.

Haechan mengangguk dengan mata yang terpejam, kepalanya pusing.

Tidak lama dengkuran halus terdengar ditelinga Olivia, ternyata sang cucu sudah tertidur lelap, Olivia jadi lega jika cucunya tidur dengan nyenyak.

"Apakah sudah tidak apa-apa?" Kata Vincent menatap kearah istrinya, ia khawatir dengan cucu satu-satunya itu.

Olivia mengangguk. "Sudah agak lebih baik dari yang tadi"

"Aku takut sekali" Vincent membelai rambut halus milik Haechan. "Dia cucuku satu-satunya, jadi aku sangat menyayanginya"

"Apalagi dia racikan spesial dari Tuhan, komplit semua-muanya"

"Aku akan pergi untuk mandi, kau jagalah cucuku dengan baik sampai aku selesai mandi" ucap Olivia lalu meninggalkan Vincent.

Vincent hanya menggeleng pelan, tidak sopan sekali istrinya ini, orang sedang berbicara malah ditinggal tanpa dijawab.

Ngomong-ngomong soal Johnny, pria tinggi itu sedang keluar dengan Yuta untuk urusan sebentar, dia juga sudah izin pada Haechan agar tidak mencarinya.

Vincent duduk disebelah ranjang Haechan, ia menjaga cucunya seperti yang Olivia katakan.

Dengan pelan Vincent mengambil tangan kecil cucunya dan mengelusi tangan halus itu.

"Lihatlah Baby, tanganmu sudah ada ruam kehitaman karena sering ditusuk oleh jarum ini, pasti sakit ya?"

"Makanya kau harus cepat sembuh, lalu Grandpa bisa mengajakmu kemana-mana tanpa khawatir, tanpa takut kau kelelahan"

"Lalu hidung ini" Vincent mencubit pelan hidung Haechan. "Hidung ini yang membuat darahmu berkurang"

"Grandpa berjanji akan selalu menjagamu, you are the most precious treasure" Vincent menarik tangan itu pelan untuk ia kecup.

Vincent hanya duduk disitu tidak beranjak kemana-mana, menggeret meja Haechan untuk meletakkan laptopnya agar dapat bekerja sambil menunggu cucunya.

Cklek

Pintu terbuka dan memperlihatkan Johnny yang baru saja tiba.

"Sudah kembali?"

"Sudah, aku juga sehabis dari ruangan dokter untuk menanyakan kondisi Haechan" Johnny berjalan menuju sofa lalu mendaratkan pantatnya untuk duduk.

"Bagaimana katanya?"

"Haechan sudah boleh pulang nanti sore jika kondisinya membaik"

"Tadi katanya perut dan kepalanya sakit, jadi aku khawatir"

"Benarkan?"

Johnny beranjak dari tempat duduknya lalu mendekati sang putra dan mengelus rambut berwarna coklat Haechan itu.

"Tidak terasa, putraku sudah besar sekarang dan akan masuk sekolah jenjang diatasnya" senyum terbit dari wajah Johnny.

"Bahkan aku masih ingat saat dia kecil selalu memegangi kakiku agar tidak berangkat kuliah sekalipun Chloe sudah membujuknya dengan ice cream"

ᴍʏ ʟɪᴛᴛʟᴇ ꜱᴜɴ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang