Past

1.1K 65 3
                                    

“Ayo Milter, cepatlah sedikit!”

“Aku sudah berusaha sekuat tenaga. Kaulah yang terlalu cepat”

3 orang anak kecil. 2 laki-laki, 1 perempuan, melompat menyusuri peternakan dengan lobak yang menempel di kedua tangannya. Anak laki-laki yang berlari diposisi terdepan bertubuh kecil. Sedangkan anak laki-laki lain yang dipanggil Milter, membawa lobak di pangkuan tangannya. Dibelakang mereka, tampak seorang anak perempuan, berusaha menyusul dengan tangan kosong.

 “Tunggu” teriak anak perempuan itu sembari berlari mengejar mereka.

Beberapa saat kemudian, jalan yang mereka tempuh berakhir dengan pagar kayu tinggi yang menghalangi. Di balik pagar terlihat seorang anak bertubuh tinggi, berusaha memanjat pagar tersebut dan berdiri di atasnya.

“Cepat, pegang tanganku!” Anak bertubuh tinggi mengulurkan tangannya dari atas pagar.

Anak laki-laki bertubuh kecil segera mengangkat tangannya ke atas, berusaha meraih tangan yang ditujukan kepadanya. Namun dia tidak dapat menggapai tangan itu karena tubuhnya yang pendek.

“Uuh, tidak sampai!” seru anak bertubuh kecil panik.

Milter segera menyusul dan meraih uluran tangan yang seharusnya ditujukan untuk anak bertubuh kecil. Dengan bantuan dari anak di atas pagar, Milter sukses melompati pagar tinggi itu.

“Hei, bagaimana denganku?!”, teriak anak bertubuh kecil.

“pikirkan cara lain, kau terlalu pendek” jawab anak tinggi itu santai.

Anak perempuan itu semakin mendekat. Milter dan anak bertubuh tinggi segera berlari, pergi jauh meninggalkan anak bertubuh kecil.

“Hai, kau mau lari kemana pencuri?!” Anak perempuan itu menyudutkannya.

“Hei..hei….percuma saja menangkapku. Lobaknya tidak kubawa” ujar anak laki-laki itu berusaha membujuk.

“Hah! Kemana lobak itu pergi?”

“Hah! Sayang sekali." ujar anak laki-laki itu mengolok. "Kami sudah ahli memindahkan barang tanpa terlihat. Jadi, karena lobaknya tidak kubawa, sebaiknya kau membiarkanku pergi sekarang”

“Aku tidak bodoh. Jika kau kutangkap, aku dapat memaksamu memberitahukan tempat lobak itu disimpan.” balas anak perempuan itu tidak mau kalah.

“Heh? Mana mungkin kau bisa memaksaku buka mulut?” ujar anak laki-laki itu menantang.

“Bagaimana kalau kulaporkan kejadian ini pada ibumu?”

“Hei!” seru anak laki-laki itu marah. “Jangan libatkan orang dewasa dalam masalah ini!”

“Bagaimana mungkin orang dewasa tidak terlibat? Lobak itu milik ayahku”

“Lobak ayahmu kan masih ada banyak!”

“Sudah, cepat katakan dimana lobaknya disimpan!”

“Jika kuberitahu, kau tidak akan melaporkannya ke ibuku kan?”

“Aku tidak akan melaporkannya. Tapi lobak yang kalian curi harus dikembalikan.”

“Oke. Ayo ikut aku!” anak laki-laki itu berlari, melesat melewati anak perempuan itu dari kanan. Anak perempuan segera menyadari kejanggalannya dan dengan sigap menangkap tangan anak laki-laki itu.

“Eits, kau mau kabur ya!”,seru anak perempuan itu sambil memelototinya dengan tajam.

“Lalu aku harus bagaimana?”

Anak perempuan itu memperkuat genggamannya.

“Dengan begini kau tak akan bisa lari lagi. Jika kau berusaha kabur, aku cukup menjatuhkanmu.”

 “kau perempuan yang kasar.”

“Cukup, jangan berkomentar lagi.  Cepat tunjukan jalannya.”

“BAIKLAH!” tanpa memberikan waktu untuk berkedip, anak laki-laki itu segera berlari dengan sangat kencang.

“He…hei…jangan lari terlalu cepat. Kau menarik tanganku” seru anak perempuan itu cemas.

“Aku berusaha menyeretmu” balas anak laki-laki itu tersenyum licik.

Dengan sekuat tenaga anak perempuan itu segera menghentakan kakinya ke tanah dan menarik tangannya. Anak laki-laki itu pun terlempar jatuh dan membentur tanah yang keras.  Wajahnya mulai memerah, air mata pun mulai mengalir kencang.

“Percuma kau menangis. Aku tetap akan membawa pulang lobak itu.”

“T..tapi..kakiku terlukaaa..”

“Bagian mana yang terluka?”

Dengan terisak-isak, anak laki-laki itu menunjukan ke arah keningnya yang tergores.

“Tadi kau bilang kakimu yang terluka. Jika yang terluka dahimu itu artinya kau masih bisa berjalan”

“I…ini benar-benar sakit”

“Apa boleh buat, akulah yang menjatuhkanmu. Tunggu disini dan jangan coba-coba untuk kabur. Aku akan segera kembali.”, anak perempuan itu pergi ke sumber air terdekat. Diambilnya sapu tangan kecil dari saku dan dibasahi dengan air yang mengalir deras. Beberapa saat kemudian, anak perempuan itu kembali.

“Haah, untunglah kau tidak kabur. Setidaknya luka di dahimu harus dibersihkan.” anak perempuan itu memeras sapu tangannya dan mengusapnya di kening anak laki-laki itu. Isakan anak laki-laki itu pun perlahan-lahan mereda, diikuti air mata yang menguap.

Kids BunkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang