Back to the past

2.7K 282 24
                                    

"E..eh, aku turun disini aja" Lisa menepuk punggung Angga saat mereka sudah mencapai di depan gang komplek perumahannya.

"Ke.. kenapa? Udah malem tau" Angga memberhentikan motornya. Mereka berdua dalam perjalanan pulang setelah berbicara panjang dengan Mr. Benjamin barusan.

"Itu..., Anna.." Lisa berketa terbata-bata, 'ini cowok satu ngertiin suasana dikit napa, dasar gapeka', "pokoknya aku ada keperluan.. turun disini"

"bukan karena soal tadi kan?"

"soal apa?"

"pengakuan gue.."

Sontak wajah Lisa memerah, ia memalingkan wajah, hal kayak begitu harusnya tak perlu diingat lagi. Mereka berdua saling memalingkan wajah.

"emm.. ka.. kalau begitu gue pergi deh, sampai besok" Angga memutar haluan motornya, "tapi Lis, hati-hati ya, jagain Anna juga.. gue punya firasat ga enak setelah tahu syair terakhir tadi"

Lisa menggangguk pelan, ia melambaikan tangan saat Angga menyalakan mesin motornya kembali, memandangnya hingga motor itu pergi dan menghilang di kejauhan.

"sampai... besok" Lisa bergumam pelan. Ia berbalik sambil merapatkan jaketnya, baju sekolahnya yang tipis itu memang gampang membuat masuk angin, namun alih-alih berjalan ke rumah kakinya membawanya ke arah lain, ia tak mengerti, mungkin saja ia belum siap bertemu Anna di rumah, bagaimana ia harus menjelaskan hal barusan? Atau perlukah dijelaskan? Apakah mereka bisa bersikap seperti biasa? Ia tak bisa membayangkan rasanya menjadi Anna.

Tap, tap, tap..

'Eh? Ini dimana?'

Tak terasa kakinya telah membawa Lisa sebuah bagian komplek perumahan yang sepertinya belum ia jelajahi. Blok paling ujung yang agak sepi penghuni, tapi entah kenapa ia melihat sebuah cahaya yang di sudut jalan yang ia lewati. Ya, tanpa sadar ia sudah berada di depan sebuah toko. Aneh, rasanya ia tak pernah melihat toko ini sebelumnya.

Tokonya terlihat antik dengan penerangan yang ringan, tak terlalu menyilaukan seperti toko-toko biasanya kalau menjelang malam. Ada teras yang ditutupi terpal dengan meja dan kursi di depannya sehingga sekilas toko ini terlihat seperti café, tapi tulisan yang tertempel disana berbunyi. 'Helianthus Sweetshop'. Nama yang tak kalah aneh.

"Lho? Ada tamu? Emm... silahkan masuk, kami belum tutup kok"

Seorang pria berambut coklat berdiri di pintu toko sambil tersenyum ke arah Lisa yang masih kebingungan. Setelah kepergok mengamati toko seperti itu rasanya Lisa tak punya pilihan lain selain masuk, lagipula ia merasakan aroma yang menenangkan dari dalamnya.

"Marco-san, kita kedatangan satu tamu lagi"

"Tamu?"

Seorang pria berkacamata muncul menggantikan si rambut coklat saat Lisa melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam. Lisa mengangguk tak yakin, sebenarnya ia tak ingin menunjukkan wajah kusutnya ini tapi mau bagaimana lagi? terlalu banyak hal terjadi hari ini.

"mau kutuangkan teh untuk menenangkan diri?" Pria berkacamata itu tersenyum ramah.

"eh? Anu... tidak usah! Aku hanya kebetulan lewat tadi, aku tak ingin merepotkan" Lisa mencoba menolak.

"ahaha, tak apa, aku membuat banyak, lagipula membuat tamu senang itu memang tugas kami" ia tertawa kecil, "duduk saja di sana"

Selepas pria itu pergi Lisa duduk di kursi yang ada. Ia memandang ke arah jalanan yang sepi, entah kenapa disini ia bisa sedikit menenangkan diri, anginnya begitu sejuk. Lisa jadi ingat terakhir kalinya ia pergi ke toko permen dulu adalah saat masih kecil, saat pertama kalinya mereka dapat sepeda baru. Ia ingat Anna memboncengnya ke sebuah tempat yang isinya permen-permen dengan aneka warna, penjaganya seorang kakek tua dengan wajah ramah. Toko inikah yang dulu mereka kunjungi?

Crimson B. TheaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang