Anomaly

2.6K 274 47
                                    

"Jadi kita tinggal mengikuti noda darah ini?"

"Ya, ini masih baru dan aku yakin ini berasal dari luka tembak tadi" Lisa menyentuh bercak kemerahan di lantai yang langsung memudar begitu bergesekkan dengan tangannya.

Setelah keluar dari ruangan barusan mereka berhadapan dengan dua buah cabang. Aneh memang, bagaimana keapa teater kecil ini bisa punya lorong dan jalan seperti labirin di bawah tanahnya, kalau tak salah Carina bilang struktur lorong disini sengaja dibuat begitu agar bisa memperbanyak ruangan.

"tapi.. firasatku mengatakan kita harus ke jalan yang sebaliknya" Firo tampak menimbang-nimbang.

"Tapi kan darahnya... " Tiba-tiba Lisa teringat saat Firo mengetahui racun di gelasnya dengan sekali lihat. Ini perlu dipertimbangkan, "kenapa kau lebih memilih jalan yang sebaliknya?"

"hanya firasat sih, tapi entah kenapa noda darah itu tak wajar, dan tante Carina bilang ruang bawah ini seperti labirin kan? Artinya apapun yang ada di kanan bisa saja terhubung ke bagian kiri asal ada pintu tembusnya, sama seperti jalan bercabang dimana kau terjebak itu bukan? kita bisa bertemu di sisi lain. Jadi kupikir.."

".. jebakan?"

"Nah, dia bisa saja berencana meledakkan sesuatu disana" Firo menjetikkan jarinya, "bahaya nya sama-sama besar sih, belum lagi kalau kita salah jalan..., menurutmu mana yang bagus?"

"kalau gitu kita ikuti firasatmu itu" Lisa mengarahkan senternya ke cabang jalan di sebelah kiri dan kembali berjalan.

Lisa memimpin dengan senter pulpen Angga di depan sementara Firo mengikutinya dari belakang. Tapi belum lima menit mereka berjalan, sesuatu terjadi.

PATS. Di tengah lorong panjang itu satu-satunya sumber cahaya mereka mendadak padam. Lisa bergidik.

"Firo kamu masih ada disini kan?"

"aku disebelahmu—Aww, kau memegang lukaku"

"Oh ma.. maaf" Lisa melepaskan tangan Firo dan mecengkram baju pria itu dari belakang.

"Baterainya benar-benar habis?" Firo bertanya sambil mengambil senter pulpen itu dari tangan Lisa, "Hh.. harusnya kita tadi pinjam handphone dulu"

"Pasti kau tak bawa" Lisa menghela nafas.

"Yah begitulah" Firo tertawa kecil, "tapi tenang saja, aku terbiasa dengan gelap, kemarikan tanganmu Nona Detektif, kalau tidak nanti tertinggal"

"Jadi kau bisa tahu kita berjalan kemana meskipun gelap?"

"Tidak seseram kelihatannya, kau hanya perlu menajamkan indra perasamu yang lainnya"

"Kau memang bukan orang biasa ya.. Firo"

"ya, ya, banggalah kau bisa mengenalku"

Lisa menggenggam tangan Firo dan mengikuti langkahnya. Pria itu sungguh-sungguh bisa berjalan dalam gelap, ia tahu timing yang pas saat belok dan menghindari benda-benda yang berserakan di depan. Ada sekitar sepuluh menit mereka berjalan sebelum Firo menghentikan langkahnya, membuat Lisa menabrak punggung pria itu.

"ah, maaf" Firo berbalik.

"kenapa berhenti?"

"kau tidak menciumnya?" tanyanya dengan bisikan, "bau.. bensin"

Bensin? Kata itu pasti ada hubungannya dengan bakar-membakar. Lisa menghela nafas, tampaknya mereka memang tak bisa keluar dari sini dengan mudah. Entah apa yang akan dilakukan Mary kali ini.

"sudah dekat, di depan sana ada pintu" Firo bebicara lagi, "apa yang akan kita lakukan?"

"terus jalan.., pelankan saja langkah kakimu"

Crimson B. TheaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang