Bagian 8 ⭒࿈⭒ Kepekaan Seorang Sahabat

74 29 44
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Setelah Film India yang diputar selesai, Fitri memutuskan untuk langsung pamit pada kelima sahabatnya. Ia harus segera pulang karena hari sudah semakin sore. Emi menawarkan untuk mengantar, mengingat jarak rumah mertuanya yang lumayan jauh dari desa tempat tinggalnya. Matahari sendiri sudah mulai tenggelam di ufuk Barat. Membuat rona jingganya terlihat memukau di atas sana. Suara bising dari kendaraan yang berlalu-lalang ikut meramaikan suasana di sore itu.

Fitri kembali menatap ke depan kala Emi memanggilnya. "Kenapa?" tanyanya sembari menatap punggung sahabatnya yang tengah asik mengayuh sepedanya.

Emi terdiam sejenak, terlihat ragu-ragu sepertinya. Fitri bisa melihat itu dari samping. Beberapa kali Emi terlihat membuka mulutnya, tampak ingin mengatakan sesuatu. Sementara kayuhan sepedanya pun juga tidak teratur. Terkadang lambat, terkadang juga cepat.

"Emi, kamu kenapa?" tanya Fitri lagi karena tak kunjung mendapatkan jawaban dari sahabatnya itu.

Gelengkan kepala lah yang Fitri dapatkan sebagai jawaban atas pertanyaannya. Kedua gadis remaja itu kembali terdiam dan tenggelam dalam pikiran masing-masing. Hingga ...

"Kamu bahagia nggak, Fit?"

... pertanyaan tiba-tiba dari Emi membuat Fitri sedikit tersentak.

"Maksud pertanyaan kamu apa?"

"Ah! Itu ... sebenarnya aku cuma khawatir aja. Teringat adiknya Fian yang nggak suka sama kamu itu, dia nggak bersikap berlebihan 'kan, tapi?"

Fitri bingung harus menjawab apa saat ini. Kalau ia jujur, sudah pasti sahabatnya ini akan sangat khawatir, dan tidak mungkin juga Emi tidak cerita ke sahabatnya yang lain. Namun bila ia tidak cerita, ia akan terus memendam masalah ini sendiri jadinya. Membatin dan merasakan tekanan Sara Mona seorang diri. Ia bahkan tidak berani mengatakannya pada sang suami, masa ia harus bercerita pada sahabatnya?

Ah, nggak usah kali ya.

"Sara baik kok sama aku, dia nggak ada ngelakuin yang aneh-aneh. Jadi kamu nggak perlu khawatir, Emi."

Seulas senyum lembut terbit di bibir Fitri. Mencoba meyakinkan sang sahabat agar tidak perlu mengkhawatirkan, tapi namanya juga sahabat. Ikatan itu pasti ada, dan Emi merasakannya.

"Aku tahu kamu bohong, Fit. Yah, aku tidak akan memaksamu berkata jujur. Tapi aku harap, kamu tidak berbohong pada perasaanmu sendiri."

Deg

Fitri terdiam dengan denyut jantung yang mulai tidak beraturan. Ia tidak tahu kalau Emi akan menyadarinya secepat ini. Memang, Emi adalah satu-satunya sahabatnya yang paling peka di antara yang lain. Namun ia tidak tahu kalau Emi akan sepeka ini.

"Maaf kalau kamu merasa seperti itu, Emi. Namun apa yang kukatakan adalah kebenarannya."

Emi menghela napasnya. Memaksa Fitri bercerita tentu tidak akan bagus. Mengingat betapa keras kepalanya gadis itu. "Baiklah, aku harap kamu selalu bahagia di sana."

Rajawali Ayodhya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang