Bagian 46 ⭒࿈⭒ Tidak Terduga

12 2 0
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Aku sedang mencari pekerjaan. Pabrik rokok tempatku bekerja bangkrut, Fit. Semua karyawan di PHK tanpa diberi pesangon."

Fian sudah tidak bisa berbohong lagi pada sang istri. Ia lebih takut kalau Fitri tahu kebenarannya dari orang lain. Jadi lebih baik ia mengatakannya sekarang juga.

"Ap-apa?" Fitri dengan ekspresi tak percayanya hanya sanggup menutup mulutnya yang terbuka saat ini. Kenapa ... kenapa Fian baru memberitahunya? "Sejak kapan?" Fitri bertanya dengan lirih.

Sejenak Fian terdiam di tempat tanpa mengatakan apapun. Netranya menatap reaksi sang istri sama seperti apa yang ia duga sebelumnya. Ia sudah menduga kalau Fitri akan sangat terkejut dengan kabar ini.

"Sudah lama, seminggu lebih. Maaf karena aku baru mengatakannya padamu," tutur Aldiano Lutfiansyah dengan helaan napas lelahnya. Fian berdiri dan memegang kedua tangan Fitri, membawa sang istri dan mendudukkannya di atas ranjang.

"Kau marah?" tanya Fian saat tak mendapati kalimat apapun keluar dari bibir mungil istrinya. Fitri hanya bungkam dengan netra yang terus menatap ke depan. Seolah tengah memikirkan sesuatu yang rumit.

"Sudah selama itu, dan kamu baru memberitahuku sekarang?"

Jujur, Fian merasa bersalah saat ini. Ia tidak bermaksud membunyikannya, ia hanya butuh waktu yang tepat untuk mengatakannya. Setidaknya sampai ia benar-benar sudah mendapat pekerjaan pengganti yang halal dan layak. Namun inilah yang ia takutkan, sang istri malah salah paham dengan maksud tindakannya.

"Aku sungguh minta maaf. Aku hanya menunggu waktu yang tepat untuk memberitahumu yang sebenarnya, Sayang." Elusan lembut Fian layangkan pada puncak kepala Fitri. Mengusap-usapnya dengan perlahan dengan kendati untuk memenangkan sang istri.

"Harusnya kamu ceritakan padaku sejak awal," cicit Fitri dengan suara seraknya.

Fian panik. Buru-buru ia menangkup kedua pipi Fitri dan menghadapkan wajah sang istri padanya. Dapat ia lihat manik sehitam jelaga itu kini sudah berkaca-kaca dan siap menumpahkan airnya. "Ohh, Sayang ... Jangan menangis. Aku sungguh minta maaf karena baru memberitahumu sekarang." Dikecupnya pelipis sang istri dengan cepat. Mendekap sang dara dalam pelukan.

"Hiks, kamu jahat sekali ..."

"Sstt! Sudah, jangan menangis."

Fitri semakin menenggelamkan wajah penuh air matanya di dada bidang sang suami. Merutuki Fian dalam hati karena berani-beraninya baru memberitahunya sekarang. Padahal kejadiannya sudah hampir seminggu yang lalu. Jadi seminggu terakhir ini, Fian selalu berangkat pagi dan pulang sore hari itu karena mencari pekerjaan?

"Jelaskan padaku apa yang terjadi pada hari itu!" tuntut Fitri yang kini sudah melepaskan diri dari pelukan sang suami. Menatap Fian dengan serius seolah tak mau dibantah.

Rajawali Ayodhya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang