CHAPTER 3

4K 517 37
                                    

Kalian tau? Sekarang Doyoung tengah mencoba menutup matanya berharap saat bangun, ia berada di kamar apartemennya, ketiduran sehabis mengerjakan skripsi nya. Lalu Mashiho datang membawa makanan sembari mengomel tentang isi kamar Doyoung yang berantakan.

Nyatanya, matanya tak kunjung dapat tertutup. Belum lagi ketukan pintu sebelum Mashiho datang bersama enam orang wanita berpakaian sama.

"Permisi permaisuri, saya membawakan makanan anda." Kata Mashiho.

Dan benar, Mashiho memang membawakan makanan untuknya. Tapi mereka tak lagi berada di apartemen. Melainkan tetap berada di kamar dengan nuansa kuno yang mewah.

"Auwhh." Doyoung merintih lirih, mengusap pipinya yang memerah akibat beberapa kali ia cubit. Pun karena ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri jika semua hanya ilusi alam mimpi. Tapi sebanyak apapun Doyoung mencubit pipinya, semakin sakit terasa hingga membawanya kembali tak percaya jika dirinya benar-benar terlempar kesini.

"Permaisuri tidak apa-apa?" Doyoung menatap Mashiho. Ia terdiam berpindah pandangan pada mangkuk-mangkuk tua yang tertata melingkar di meja. Masih seperti saat ia kelaparan karena menangis. Banyak makanan enak tersaji disana.

"Kak Mashi, bisakah kita bicara? Berdua saja?" Ucapnya.

Mashiho melirik sebentar, lalu memberikan kode agar para pelayan yang tadi bersamanya keluar dari ruangan, menyisakan dirinya dan sang permaisuri.

"Anda butuh sesuatu permaisuri?" Tanya Mashi.

Doyoung sebenarnya masih agak asing dengan panggilan Mashiho sekarang kepadanya. Tapi, Doyoung benar-benar bingung harus bagaimana. Setidaknya ia harus mengetahui siapa pemilik tubuh yang wajahnya serupa dengan Doyoung ini.

"Sebelum aku ingin bertanya." Mashiho terdiam pada posisinya. Ia menunggu sang permaisuri menyelesaikan kalimatnya. "Duduklah disini." Doyoung menepuk space ranjang yang kosong. Ranjang ini sangat besar, namun sejak kemarin hanya ditempati oleh Doyoung seorang.

"Maafkan aku permaisuri. Aku disini saja." Mashiho berniat duduk di lantai membuat Doyoung memekik. "Jangan disitu! Kemarilah." Doyoung menepuk tempat yang kosong di ranjang. Tapi sepertinya Mashiho enggan berpindah. Ia malah semakin menunduk.

"Maaf permaisuri, sangat tidak sopan jika Aku berada di ranjang Raja."

Doyoung memutar bola matanya malas. Sepersekian detik ia lupa jika tempatnya kini tak lagi sama. Tapi ia juga harus memastikan beberapa hal dengan Mashiho. Masa iya dia duduk di atas, Mashiho duduk di bawah. Lebih tidak sopan mengingat Mashiho lebih tua.

Mata Doyoung menggulir pada meja yang sudah tertata makanan. Lesehan memang, tetapi ada sebuah bantal yang Doyoung yakini sebagai tempat duduk.

Dengan langkah berat Doyoung mendudukkan dirinya di sana. Menatap makanan-makanan yang nampak menggiurkan membuat Doyoung lapar kembali.

"Mari, duduk di depan ku. Kita makan bersama." Ajak Doyoung. Doyoung mulai mencicipi makanan yang menarik baginya. Doyoung menutup mata menikmati rasa yang mungkin tak bisa ia cicipi setiap harinya.

Doyoung membuka mata menyadari tak ada perubahan dari posisi Mashiho. Ia menghela napas. "Duduklah di depan ku dan kita makan bersama. Ini perintah!" Doyoung akhirnya mencoba cara ini.

Mashiho langsung mendongak, ia segera melesat menuju tempat permaisuri. Walaupun sudah ada di depan Doyoung, Mashiho tetap tak menyentuh satu pun makanan di sana.

Doyoung jengah sendiri dibuatnya. Ia meletakkan sumpit makanan dengan kasar. "Kalau kau tidak makan, Aku juga tidak makan. Biar saja aku sakit." Jurus Doyoung berhasil. Mashiho mulai mengambil makanan walaupun ragu. Itupun yang diambil hanya sebutir buah anggur.

Pada akhirnya, Doyoung memberikan sebuah mangkuk berisi lauk pauk dan Nasi. "Habiskan, kalau tidak habis jangan berharap aku akan makan."

"Tapi permaisuri—"

"Mau membantah ku?" Mashiho menggeleng dengan cepat. Doyoung tertawa dalam hati, enak juga menjadi permaisuri.  Heh?

"Kak Mashi, katanya Aku hilang ingatan? Bagaimana bisa?" Tanya Doyoung memulai topik.

"Anda terjatuh dari jembatan yang melintasi sungai. Bertepatan dengan anda yang sedang melewatinya sendirian. Katanya Anda tak ingin ditemani. Maafkan Aku permaisuri, tak seharusnya Aku membiarkan mu sendirian." Kata Mashiho.

"Benarkah?" Doyoung menaikkan sebelah alisnya. Sebenernya ia ingin percaya, tapi Mashiho seperti menyembunyikan sesuatu.

Mashiho menunduk. "Maaf permaisuri, sebenernya Aku melihat anda melompat dari jembatan." Mashiho kian menunduk."Tapi tenang saja, tidak ada seorang pun yang melihatnya selain aku." Tambah Mashiho.

Hal itu membuat Doyoung membulatkan matanya. Jadi permaisuri ini berniat bunuh diri? Kenapa?

"Permaisuri maafkan Aku, Aku tidak berniat menuduh permaisuri melakukan tindakan bunuh diri. Maafkan aku." Mashiho menyatukan kedua tangannya memohon ampun.

Tapi sepertinya Doyoung tak ambil pusing. Sedikit informasi ini malah berguna baginya. Sepertinya ada alasan tersembunyi mengapa dirinya terlempar kesini. Tapi sebelumnya ia juga harus sedikit beradaptasi mengingat jaman ini dan jamannya sangat berbeda.

"Tidak masalah. Karena aku hilang ingatan, bisa kau jelaskan semua tentang diriku? Lingkungan ku? Dan kebiasaan-kebiasaan ku, Kak Mashi?" Tanya Doyoung.

Mashiho tersenyum kecil. "Tentu permaisuri"

"Pertanyaan pertama, sebelumnya siapa Aku?"

"Permaisuri Kim, istri dari Yang mulia Raja Watanabe." Jawab Mashiho.

"Nama ku?" Tanya Doyoung lagi.

"Maaf permaisuri, tapi lancang jika harus menyebutkan nama Anda."

"Jawab saja Mashiho!"

Mashiho mengigit bibir bawahnya ragu. "Permaisuri K-kim Doyoung." Jawabnya.

Waw, Doyoung merasa mendapat pencerahan setelah sekian lama. Sebab di buku sejarah tidak ada catatan mengenai nama sang permaisuri Watanabe. Jadi selama ini yang ia cari adalah dirinya sendiri? Apa dirinya sedang bereinkarnasi? Tapi kenapa raja Watanabe tak pernah menuliskan nama permaisurinya di catatan sejarah sedangkan banyak peristiwa penting dicatat disana?

Sangat aneh bagi Doyoung.

"Kenapa Aku jadi permaisuri?" Tanya Doyoung.

"Karena Anda menikah dengan Raja." Jawab Mashiho.

Doyoung mendelik. Tidak salah sih, tapi apakah hanya ia satu-satunya pasangan Raja? "Apa Haruto tidak punya selir atau istri lain?" Tanya Doyoung. Secara tidak sopan menyebutkan nama Raja membuat Mashiho sedikit terkejut.

"Tidak ada permaisuri. Hanya anda satu-satunya."

Doyoung terdiam sejenak. Memang sih di catatan sejarah tidak ada penjelasan mengenai selir atau istri dari Raja Watanabe. Tapi tetap saja semuanya terasa aneh. Dan entah sejak kapan Doyoung jadi tertarik mengungkap semua yang tak dapat ia temukan di buku sejarah.

"Kenapa?"

"Tentu saja karena Raja hanya mencintai permaisuri."

REWRITE THE HISTORY | HARUBBY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang