CHAPTER 35

2.5K 387 42
                                    

Setelah berhasil melewati ujian bertubi-tubi, sang Raja beserta panglima kini turut menyisir hutan tempat dimana mereka akan menemukan permaisuri. Hati Haruto tak tenang sejak Mashiho membawa Permaisuri. Ia bukannya tidak tahu siapa itu Mashiho, Haruto sudah tau sejak awal. Tapi ia diam karena Junkyu.

Yang tak Doyoung ketahui bahwa selama ini Junkyu terus mengingatkan Haruto perihal ancaman ini. Awalnya Haruto tak menggubris sama sekali, sakit hati nya masih membekas hingga saat ia tahu Doyoung merupakan saudara Junkyu, dirinya mulai kembali goyah. Apakah sebenarnya dirinya telah mutlak mencintai Doyoung atau hanya karena sang permaisuri memiliki kemiripan visual dengan Junkyu?

Berhari-hari Haruto memikirkannya hingga dirinya sadar bahwa pemilik tahta hatinya memang Junkyu. Ia tak menampik hal itu, tapi ternyata ada tahta yang lebih tinggi yang mampu membuat keberadaan Junkyu tidak ada apa-apanya.

Doyoung dan calon putra mereka.

Haruto sedikit menyesal karena menganggap remeh ancaman kali ini.

"Ketua Pelayan Takata!"

Haruto segera mengganti objek pandang ketika Panglima Yoshi berlari kencang menuju Utara. Haruto mengikutinya hingga dirinya melihat Mashiho terbaring kaku kehabisan darah. Yoshi mengubah posisi menjadi berlutut. Memandangi wajah damai yang kaku.

"Mashi?"

Dengan tangan gemetar, dirinya menyentuh pergelangan tangan Mashiho sekedar mencari denyut nadi yang mungkin saja masih terasa. Yoshi rasanya lupa sejak kapan terakhir kali dirinya bergetar hanya karena mengetahui denyut nadi seseorang tak lagi ada. Bahkan setelah ia mampu menghabisi banyak nyawa tanpa rasa bersalah.

Pandangannya mengabur secara tiba-tiba. Gejolak yang hampir tak ada kini menyeruak membuat Yoshi merasakan sesak di bagian dada.

Mashiho telah tiada?

Meninggalkannya dengan perasaan yang baru Yoshi sadari.

Bahwa Yoshi juga mencintai Mashiho seperti yang diharapkan sang permaisuri.

"Kau meninggalkanku?"

Bukan waktunya untuk berduka, tapi suara lirih panglima Yoshi yang baru Haruto dengar hari ini membuatnya sadar seberapa besar pengaruh Mashiho untuk Yoshi.

"Panglima——"

Panggilan Haruto terhenti ketika Yoshi tiba-tiba saja mengangkat tubuh Mashiho dengan kedua tangannya. Sang panglima kini berdiri tegak dengan wajah sembab. Yoshi tidak sekalut ini ketika terluka parah. Ia bahkan tetap tegar meskipun harus kehilangan orang tua.

Tapi hari ini, Haruto melihat Yoshi menangis. Mungkin untuk yang pertama kali.

"Yang mulia, izinkan saya membawa Ketua pelayan Takata saat mencari Permaisuri." Ucap Yoshi.

Haruto tak ada pilihan lain. Selain keselamatan Permaisuri, Haruto juga melihat seberapa besar luka yang coba Yoshi tutupi.

"Kau bisa kembali ke istana—"

"Maaf menyela yang mulia, saya tidak akan kembali sebelum Permaisuri ditemukan." Balas Yoshi dengan cepat.

Haruto mengangguk, keduanya kembali menyusuri jalan dengan Yoshi yang terus memeluk Mashiho. Tubuhnya dingin, wajah pucat nya semakin pucat. Terdapat bulir-bulir air mata yang jatuh dari Yoshi. Kalau sang Panglima boleh meminta, sekali saja seumur hidup, ia hanya ingin mengucapkan 'aku mencintai mu, mashi' sebanyak yang ia bisa.

Seandainya Yoshi bukan panglima, dan Mashiho bukan tangan kanan penghianat. Pasti semuanya tak akan serumit ini.

Pasukan Haruto telah sampai di sebuah gubuk yang seharusnya menjadi tempat persembunyian Doyoung dan Junkyu. Tapi Haruto berteriak marah ketika mendapati tempat itu kosong dan berantakan menandakan musuh telah lebih dulu menemukan mereka.

REWRITE THE HISTORY | HARUBBY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang