CHAPTER 18

3.9K 430 56
                                    

"Aishhh—kenapa sakit sekali sih."

Doyoung terus menggerutu pada ruangan tempat biasanya dirinya bersiap. Ada satu kolam besar tempat dirinya dan Haruto mandi—maksudnya bukan mandi bersama. Tempat ini begitu luas, dengan satu pintu tanpa kunci. Di masa depan disebut kamar mandi.

Kembali lagi pada Doyoung yang merasa bodoh. Menyerahkan diri pada dunia antah berantah yang entah nyata atau tidak ini. Tapi rasa sakit yang menyerang bagian belakangnya terasa nyata untuk sebuah khayalan.

Doyoung menyeka ujung matanya yang berair. Demi apapun ini sakit, dan Doyoung mengamati sebuah mangkok dengan krim apalah itu berwarna hijau, seperti habis ditumbuk. Bau nya tidak sedap, katanya untuk meredakan rasa sakit dirinya. Tapi baru sekali oles saja perihnya luar biasa. Doyoung tak sanggup lagi.

"Akhhh—" Dia memekik, sakit bercampur frustasi dan pemikiran buruk tiba-tiba terlintas. Tentang bagaimana nanti dirinya jika terjebak disini selamanya karena sukarela menyerahkan dirinya kepada sang Raja.

Tangannya tiba-tiba mengusap perutnya yang rata. Membayangkan benih-benih Haruto tumbuh pesat di sana membuatnya berteriak sekali lagi. Di zaman ini tidak ada pil kontrasepsi, kalaupun ada tidak mungkin Haruto memberikannya kepada Doyoung.

"AKHHH."

"Kau tidak apa-apa? Haruskah aku masuk?"

Doyoung baru sadar alasan dirinya melarikan diri ke dalam kamar mandi ini karena menghindari Haruto. Wajahnya yang tersenyum menyambut Doyoung bangun membuat Doyoung mengingat setiap inci kejadian semalam. Tentu saja, mereka melakukannya dalam keadaan sadar. Meskipun kenyataannya Doyoung tak sadar terlalu pasrah dengan apapun yang Haruto lakukan.

Dan Doyoung menyesal.

Dia bahkan belum sempat membelikan televisi baru untuk kedua orang tua nya saat Doyoung sudah bekerja nanti. Kalau bisa Doyoung ingin membelikan sekarang mengingat dirinya sekarang sudah kaya raya. Tapi di zaman ini tidak ada yang menjual televisi.

Kalau boleh bertanya, tiba-tiba Doyoung berfikir bagaimana caranya mengirimkan barang-barang disini ke masa depan untuk dijual lagi. Lumayan uangnya untuk membuat perusahaan tujuh lantai.

Ah, Kim Doyoung berkhayal nya nanti lagi!

"Haruskah Aku masuk, sayang ku?"

"HEY! SIAPA YANG MENGIZINKAN MU MEMANGGIL KU BEGITU?"

Suara sentakan dari dalam membuat sang Raja yang semula di depan pintu itu mundur satu langkah. Padahal saat Doyoung berteriak tadi malam rasanya semakin menggairahkan, tapi saat seperti ini Haruto bingung harus menyikapi Doyoung sebagai seorang Raja atau seorang suami.

"Kau sendiri yang semalam suka ku panggil begitu?"

"FUCK HARUTO, BISAKAH KAU PERGI DARI SINI?"

Haruto kembali dibuat terkejut. Kenapa ia diteriaki dua kali?

"Aku? Kenapa aku harus pergi dari sini? Ini kamar ku, ini istana ku, ini—"

"PERGI, ATAU——"

"Baiklah-baiklah, tapi obati luka mu dengan baik agar kau cepat sembuh." Haruto memilih mengalah, lagipula dia ini seorang raja. Jika kalian pikir Haruto pergi karena Doyoung mengusirnya kalian salah! Haruto ini sibuk, jadi ia harus pergi sekarang.

Saat menyadari bahwa Haruto telah pergi, barulah sang permaisuri keluar dengan lilitan selimut di sekujur tubuh. Mana sempat dirinya berpakaian dengan pakaian yang berlapis-lapis itu saat Haruto dengan tatapannya yang dalam. Doyoung tak sanggup menahan debaran hati. Lebih tepatnya karena malu.

REWRITE THE HISTORY | HARUBBY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang