CHAPTER 21

3.7K 465 38
                                    

Butuh berbulan-bulan sampai Doyoung terbiasa dengan semua yang ada di kehidupan baru nya. Perlahan-lahan anak itu mulai menerima dengan baik apa yang ia dapatkan. Merasa pesimis dirinya dapat kembali ke dunia asal mengingat sudah lama sekali dirinya terjebak disini. Pun informasi yang ia dapat mengenai Haruto dan latar belakang dirinya sangat minim seperti sengaja disembunyikan? Atau memang tak pernah dibuat sebelumnya hingga membuat Doyoung menyerah pada pencariannya. Lagipula hidup sebagai permaisuri tak begitu menyedihkan, terlebih saat Haruto ternyata bukanlah Raja yang jahat, dia memperlakukan Doyoung dengan sangat baik.

Semua berjalan baik, kecuali sesekali dirinya harus melakukan tugas sebagai permaisuri. Belum lagi tuntutan-tuntutan dan ancaman-ancaman membayanginya membuat Doyoung pusing. Setidaknya Haruto tak melimpahkan semua urusan permaisuri kepadanya, dengan baik hati terkesan bodoh Haruto membagi tugas Doyoung dengan dirinya yang padahal tugas sebagai seorang Raja saja sudah sangat melelahkan.

Karena rutinitas yang sedikit membosankan, kali ini Mashiho menawarkan Doyoung untuk bersantai sambil melihat sang Raja berlatih. Memang terdengar sama membosankannya dengan memandangi kertas-kertas usang di meja kerja. Setidaknya ia tak terlalu pusing.

Maka disinilah dia berada. Di kebun belakang yang banyak ditumbuhi pohon apel membentuk sebuah barisan. Sebuah lapangan luas dengan Haruto yang sedang berlatih kuda. Di tepi mirip sebuah teras Doyoung tengah duduk, tak lupa ditemani camilan, puding, serta teh seperti biasa. Hanya dengan ini Doyoung tak menggerutu bosan.

Doyoung terus mengamati bagaimana cara Haruto berlatih. Menjaga keseimbangan sekaligus fokus pada sebuah apel yang masih menggantung di atas pohon. Perlahan-lahan, meskipun sang kuda berlari sangat cepat anak panah yang Haruto lesatkan berhasil membuah sebuah apel jatuh dari pohon. Doyoung berdecak kagum, hal itu jelas disadari Haruto meskipun jarak mereka lumayan jauh. Tapi melihat atensi Doyoung yang sepenuhnya kepadanya bukan kemana-mana jelas membuat Haruto tersenyum.

Ia kembali membawa kudanya berbalik, menargetkan satu buah apel lagi yang kini lumayan tinggi. Hingga pada titik yang tepat Haruto kembali melesatkan anak panah itu.

"WAHHHH."

Sebuah tepuk tangan Haruto dengar dari seberang tempat Doyoung duduk. Lelaki manis itu kini tampak berdiri dengan wajah senang. Ini hanya sebuah latihan rutin dengan objek yang diam, ini tak lebih sulit daripada pelatihan Haruto waktu sebelum menjadi Raja. Tapi melihat Doyoung terkagum-kagum membuat rasa bangga nya memuncak.

Tak lama Haruto turun dari kuda hitam nya, sesaat setelah itu sebuah pengawal datang untuk mengambil alih kuda sang Raja untuk kemudian diberi makan dan dikembalikan ke kandang. Sementara sang Raja kini nampak berjalan menuju tempat permaisurinya duduk.

"Kau hebat." Puji Doyoung begitu Haruto mengambil duduk di sampingnya. Haruto tersenyum tipis, nyaris tak terlihat. Ia tetap memperlihatkan wibawa sebagaimana mestinya.

"Itu hanya latihan biasa." Katanya dengan nada sedikit sombong. Untung saja Doyoung tak fokus pada sang Raja melainkan pada tangkai apel yang Haruto bawa.

Doyoung hendak meraih apel yang dibawa Haruto, tapi sebelum itu sang Raja menjauhkannya dari jangkauan sang permaisuri.

Doyoung memicing saat tak mendapatkan apa yang ia mau.

"Berikan!" Perintahnya. Sangat lucu mengingat Haruto pemegang kekuasaan tertinggi. Berani sekali Doyoung memerintah sang Raja.

"Tidak mau." Balas Haruto. Ia duduk di samping sang permaisuri yang menatapnya galak.

"Pelit sekali." Cibir Doyoung kesal.

Haruto terkekeh kecil. "Kau mungkin tidak ingat ini, tapi aku ingat sekali kalau permaisuri ku ini memiliki alergi terhadap apel. Kau masih mau apel ini? Silahkan saja kalau mau tubuh mu berubah menjadi merah." Haruto menyodorkan apel di depan Doyoung.

Doyoung terdiam, merasa ingat bahwasanya dirinya di masa depan juga memiliki alergi yang sama. Jadi sang permaisuri juga? Wah, memang benar-benar sebuah reinkarnasi.

"Kenapa diam?" Tanya Haruto dengan wajah mengejek.

Doyoung menoleh sekilas, lantas kembali memakan pudingnya seolah tak peduli sang Raja tengah menggodanya.

Melihat itu membuat Haruto sedikit tergoda. Bukan tergoda pada bagaimana rasa puding itu, tapi bagaimana bibir kecil nan penuh itu ia satukan dengan miliknya. Haruto menggeleng menepis pemikiran jeleknya sesaat.

Kini ia mengamati Doyoung kembali. Bagaimana sang permaisuri makan yang mana sangat jauh dari manner yang seharusnya Doyoung dapatkan sebulan sebelum menikah dengan Haruto. Doyoung terkesan makan dengan tergesa, tidak ada pencitraan sama sekali sampai-sampai Haruto terkadang berfikir bahwasanya Doyoung yang di depannya adalah orang yang berbeda.

"Entah sengaja atau tidak, tapi terkadang sifat mu membuat ku berfikir kau itu orang yang berbeda--"

Uhukkk

Doyoung tersedak pudingnya membuat Mashiho cepat-cepat memberikan teh kepada sang permaisuri.

Doyoung minum dengan tidak sabaran, tenggorokannya sakit. Ia merasakan usapan di punggungnya yang dilakukan oleh sang Raja.

"Pelan-pelan saja, tidak ada yang akan memintanya, permaisuri." Kata Haruto tegas, tapi tersirat khawatir.

Kini Doyoung menatap Haruto dengan wajah yang memerah, air mata terkumpul di pelupuk serta bibir yang melengkung ke bawah. Tersedak puding itu rasanya tidak enak. Ini semua karena ucapan tiba-tiba dari Haruto. Apakah sejelas itu perbedaan sifat sang Permaisuri dengan dirinya?

Sepertinya iya.

Doyoung sendiri tak lahir dari kalangan bangsawan. Jangankan lahir, di era nya saja semua serba modern. Sistem kerajaan sudah tak lagi berlaku. Dirinya yang terbiasa hidup semaunya tiba-tiba terikat dengan sistem kerajaan. Bersikap layaknya permaisuri tanpa latihan sama sekali. Dengan dalih hilang ingatan, Doyoung menjalani semua kepura-puraan ini dengan senang hati.

Terkadang ia merindukan tempat asalnya. Tiba-tiba saja Doyoung teringat tujuannya. Entah kenapa semakin kemari eksistensi Haruto seolah menggeser semua yang semula mendapat tempat spesial di hatinya.

Doyoung seakan sudah terbiasa dengan Haruto. Terkadang sebelum tidur, Doyoung berfikir jika tiba-tiba dirinya terbangun di apartemennya lagi bukan di kamar Raja bersama Haruto, apakah Doyoung akan rela?

Memikirkan hal itu tiba-tiba membuatnya menangis. Air mata yang berusaha ia bendung kini meluncur deras membuat Haruto bingung.

"Apakah masih sakit?" Tanya Haruto.

Doyoung mengangguk sebagai jawaban.

Kali ini Haruto lebih mendekatkan diri dengan permaisuri saat Doyoung secara terang-terangan merentangkan tangan untuk memeluknya. Haruto memberi kode dengan melirik Mashiho untuk meninggalkan keduanya disini.

Haruto dengan pelan mengusap punggung Doyoung. Menyalurkan rasa hangat yang semakin membuat Doyoung ingin menangis.

Bagaimana kalau semua ini ternyata hanya ilusi? Bagaimana kalau ternyata semua ini memanglah mimpi padahal Doyoung sudah terlanjur jatuh.

"Apa kau ingin bilang sesuatu?" Tanya Haruto pelan. Tak mungkin hanya karena tersedak membuat Doyoung menangis sepilu ini. Entah apa beban yang sedang sang permaisuri tanggung saat ini.

"Ada yang berbuat jahat padamu? Katakan padaku jika--"

"Haruto, sepertinya Aku mencintai mu."

REWRITE THE HISTORY | HARUBBY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang