CHAPTER 7

3.7K 509 41
                                    

"Kak Mashi, Aku tidak mau."

Doyoung menatap pantulan dirinya pada cermin dengan Mashiho yang bergerak kesana-kemari memasangkan ini-itu pada tubuh sang permaisuri. Doyoung rasanya sudah pegal dengan pakaian khusus yang didominasi dengan bordiran emas yang beratnya tidak tanggung-tanggung. Berlapis-lapis membuat Doyoung gerah meski ada pelayan yang mengipasi nya dari kanan dan kiri.

"Aku tidak mau."

Sudah yang ke lima Doyoung mengatakan tidak mau, berujung hanya ditanggapi kalimat penenang seperti "Permaisuri tenang saja, tidak apa-apa kok." Kata Mashiho.

Semua bermula ketika di pagi hari yang cerah, Doyoung terbangun karena teriakan dari pengawal pintu yang mengatakan jika Mashiho akan memasuki ruangan. Kira nya Doyoung, Mashiho hanya menyiapkan keperluan seperti biasa, tetapi ternyata lelaki itu juga membawa berita yang membuat Doyoung ingin lari.

Ya, pertemuan kerjaan dimana Doyoung nantinya akan bertemu banyak orang.

"Aku harus melakukan apa di sana?" Tanya Doyoung lagi. Ia kan belum pernah jadi permaisuri sebelumnya.

"Tidak usah melakukan apa-apa yang mulia, cukup di sisi yang mulia Raja saja." Mashiho selesai memasangkan pernak-pernik yang membuat sang permaisuri nampak manis. Yang mana sejujurnya menyiksa Doyoung.

"Untuk apa sih pertemuan kerjaan? Lagipula aku tidak kenal siapa-siapa selain Haruto dan dirimu-tunggu! Kau menemani ku nanti kan?" Tanya Doyoung penuh selidik tak lupa menunjuk-nunjuk.

"Maaf permaisuri, yang diizinkan masuk hanya-"

"Omong kosong! Aku tidak mau masuk kalau kau tidak ikut. Suruh saja orang lain menemani Haruto." Doyoung melipat tangan di depan dada, ia bersiap-siap untuk terjun ke ranjang guna kembali tidur.

"Permaisuri tolong jangan seperti ini." Sekuat tenaga Mashiho menahan Doyoung agar tak kembali tidur atau tatanan baju nya akan rusak.

"Kalau kau tidak ikut, Aku tidak mau ikut." Doyoung masih pada prinsipnya, tapi Mashiho bisa apa? Pertemuan kerjaan hanya dihadiri para bangsawan bukan pelayan seperti Mashiho walaupun derajatnya sedikit lebih tinggi dari pelayan-pelayan lain.

"Permaisuri, Aku mohon." Melihat wajah Mashiho yang memohon membuat Doyoung agak tidak tega. Ia kembali menegakkan badannya dengan mendengus kesal.

"Permaisuri, semua sudah menunggu."

Pada akhirnya Doyoung hanya menghela napas, ia kemudian diarahkan menuju istana utama dimana pertemuan kerjaan akan berlangsung. Doyoung tadinya baik-baik saja sampai ia berada tepat di dekat tempat acara. Rasa gugup menyergapnya.

Sayup-sayup Doyoung mendengar suara yang membuatnya berhenti.

"Aku tak ingin permaisuri sembuh."



















Pertemuan kerajaan merupakan hal baru bagi Doyoung. Desain interior kerajaan utama lebih membuatnya tertarik. Belum lagi singgasana sang Raja yang terbuat dari kayu terbaik diukir sedemikian rupa hingga membuatnya nampak mewah. Di samping Haruto, Kim Doyoung duduk dengan canggung sembari menahan pegal akibat pakaian yang terasa berat. Keduanya nampak serasi dengan pakaian berwarna senada. Bordiran emas yang dibuat hampir sama polanya.

Acara dihadiri orang-orang yang menurut Doyoung asing.

Tapi satu yang menarik perhatiannya sedari tadi.

"Selamat atas kesembuhan permaisuri." Seseorang itu memberikan sebuah kotak yang terbalut kain. Doyoung tak peduli pada kotak itu, yang membuatnya terkejut nyaris terjengkang adalah pria dengan balutan pakaian tradisional itu adalah Kim Jiwon- Si tua yang selalu membuat Doyoung susah di masa depan. Iya, Jiwon adalah dosen pembimbing skripsi yang suka sekali mencoret rancangan skripsi dari Doyoung.

Dan dia juga disini? Sebagai-

"Terimakasih perdana menteri."

Doyoung membulatkan matanya. Perdana menteri? Wah, rasanya Doyoung ingin berteriak agar Haruto melengserkan si Perdana menteri ini karena senang sekali menyusahkan Doyoung di masa depan.

Tapi kasihan, bagaimana kalau Jiwon ternyata memiliki banyak anak?

Doyoung pada akhirnya hanya tersenyum palsu. Dendamnya masih ada, hanya saja aneh kalau tiba-tiba Doyoung marah pada si perdana menteri ini.

Untuk kegiatan selanjutnya nampak monoton. Tidak ada yang Doyoung kenal lagi disini. Tangannya pegal, punggungnya apalagi. Tanpa sadar ia menghela napas lelah membuat Haruto menoleh.

Tiba-tiba saja Doyoung merasakan sebuah tangan mengusap punggung tangannya membuat Doyoung menoleh. Haruto tersenyum kecil sesaat lalu kembali menatap ke depan.

"Pertemuan kita akhiri lebih awal karena permaisuri ku harus istirahat." Kata Haruto dipatuhi semua orang di sana.

Doyoung lagi-lagi terdiam saat Haruto bangkit sambil menggenggam tangannya.

"Sudah selesai?" Tanya Doyoung lirih.

Haruto mengangguk, ia menarik pelan sang permaisuri untuk mengikuti langkahnya keluar dari ruangan.

Sepanjang perjalanan Doyoung menatap punggung tegap sang Raja. Genggaman Haruto terasa hangat, tak terlalu erat dan nyaman.

Hanya saja pikiran buruk tiba-tiba menyeruak dalam benak Doyoung. Menimbulkan kesimpulan-kesimpulan yang membuatnya pening.

Tentang suara berat Haruto yang Doyoung hapal betul, serta kalimatnya.

"Aku tak ingin permaisuri sembuh."

Apa sebenarnya Haruto membencinya?

REWRITE THE HISTORY | HARUBBY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang