CHAPTER 27

3.2K 407 39
                                    

Acara pesta besar-besaran yang turut mengundang Rakyat sebagai salah satu langkah memenuhi tradisi turun temurun. Pengumuman kehamilan permaisuri disertai tradisi empat bulanan yang sudah dilakukan sejak dulu. Istana dihias sedemikian rupa, aula istana yang luas diisi oleh banyak makanan untuk para bangsawan yang hadir. Halaman istana juga disediakan berbagai makanan dalam jumlah besar, rakyat dibebaskan datang untuk ikut memeriahkan pesta walaupun hanya di halaman istana.

Stan-stan rakyat dibiarkan dibuka di sepanjang jalan menuju istana. Selain menambah meriah seperti suasana pasar malam, juga sebagai ladang penghasilan mereka.

Wajah-wajah bahagia semua orang sangat berbanding terbalik dengan raut tokoh utama. Permaisuri nampak kesal dengan hiasan tubuh yang tiada habisnya. Pakaian adat dengan berbagai filosofi ini membuatnya sesak. Tidak bisakah ia mendapat pakaian yang ringan?

"Kak Mashi siapa yang menciptakan pakaian seperti ini untuk orang hamil? Jahat sekali orang itu." Cerca nya. Mulutnya gatal ingin mengatai. Doyoung mengenakan pakaian biasa saja sudah sangat sesak saking berat dan berlapis-lapis. Kini diharuskan memakai banyak pernak-pernik.

"Permaisuri, pakaian ini akan melindungi anda dari marabahaya dan mata jahat di luar sana. Anda akan bertemu banyak orang setelah ini. Jadi anda harus mengenakan pakaian ini sesuai adat yang berlaku." Jelas Mashiho.

Pakaian kuning keemasan yang katanya serasi dengan Haruto, Doyoung harus mengenakan ini sampai acara selesai. Atau paling tidak sampai upacara adat nya selesai. Doyoung kesal tapi tak bisa berbuat apa-apa.

Tak lama setelah Mashiho selesai mempersiapkan sang permaisuri. Pintu terbuka dengan Haruto yang berdiri di ambang pintu. Daripada serasi, pakaian dirinya dan Haruto bisa dikatakan sama. Pola nya sama, warna nya sama. Haruto terlihat biasa saja, bahkan terlihat menawan dan gagah.

Doyoung jadi ingin digendong seperti waktu itu.

"Sudah siap Permaisuri?" Tanya nya.

Suaranya yang berat, pembawaan tegas dan berwibawa. Sangat tampan.

"S-sudah Yang Mulia."

Doyoung merutukki dirinya mengapa begitu gugup seolah mereka akan menuju altar untuk pertama kalinya. Ah, Doyoung kan belum pernah merasakan berdiri di altar bersama orang yang dicinta. Saat masuk kesini, dirinya sudah resmi menyandang gelar sebagai permaisuri.

Perjalanan melalui koridor-koridor terasa berbeda. Suasana malam ditambah hiasan-hiasan dan lilin-lilin kecil yang menyala. Berulangkali Doyoung menginjak karangan bunga di lantai yang dibentuk sedemikian rupa.

Keduanya berhenti di aula lantai paling atas. Duduk di singgasana Raja dan permaisuri. Di kanan dan kiri ada pelayan yang setia mengipasi.  Tau saja kalau Doyoung sedang gerah-gerah nya. Salah sendiri tidak ada pendingin ruangan disini.

Sepertinya acara akan dimulai, seketika semua orang yang tadinya mengobrol acak mulai diam.

"Aku harus apa, Haruto?" Bisiknya pada sang raja. Haruto melirik sekilas lalu tersenyum. "Cukup diam saja." Balas sang Raja.

Doyoung mengangguk.

Sejujurnya ia sedikit risih dengan semua atensi yang mengarah kepadanya. Tapi mau bagaimana lagi? Dia ini tokoh utama.

Tak lama lamunannya buyar ketika pria tua yang Doyoung perkirakan sebagai sesepuh yang akan memimpin adat kali ini menghampirinya. Ia membacakan doa yang Doyoung tak mengerti artinya. Kata Haruto dirinya harus diam saja. Lalu orang tua itu menyipratkan air yang katanya air suci dari gunung.

"Selamat atas kehamilannya permaisuri. Semoga kelak jika bayi ini laki-laki, dia akan menjadi sosok yang tangguh seperti Yang mulia Raja. Dan jika perempuan dia akan semanis Permaisuri." Doyoung tersenyum, tanpa sadar ia mengusap perutnya sendiri berharap doa-doa baik akan benar-benar terjadi.

REWRITE THE HISTORY | HARUBBY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang