CHAPTER 22

3.6K 461 62
                                    

Kilat senja menelusup masuk melalui jendela yang terbuka. Tak sedikit pun membuat manusia yang berperang dengan isi pikirannya sendiri tenang.

Padahal jendela sudah terbuka lebar, angin sore dengan bebas menerbangkan gorden yang ditenun dengan kain berkualitas. Tapi grasak-grusuk yang tercipta dari lembaran-lembaran yang sengaja dibalik kasar oleh sang empu membuat sore ini sedikit rusuh.

Kenapa Haruto merasa panas disaat seharusnya cukup teduh dengan cuaca dan angin alami yang masih bisa menerpa dirinya.

Pemikiran-pemikiran tak masuk akal dan sangat tak berguna membuat Haruto kembali membuka lembaran itu sedari awal. Fokusnya terpecah, hal ini yang membuat dirinya tak bisa sekedar menghabiskan satu pembukuan keuangan kerajaan sebagai laporan menteri keuangan.

Tak peduli sekuat apapun Haruto mencoba, pada akhirnya dirinya hanya akan kembali mengulang ke halaman utama.

Ini karena Kim Doyoung menginvasi seluruh ruang di dalam benak dan hati nya.

"Kenapa orang manis itu merepotkan?" Monolognya setelah menutup laporan itu dengan kasar. Ia mengusap rambutnya frustasi, padahal dirinya tak sedang berada di jarak yang sangat dekat dengan sang permaisuri.

"Bagaimana bisa orang melarikan diri setelah menyatakan cinta?" Lagi-lagi monolog Haruto mengudara bersama angin sore yang lalu-lalang.

Mengingat kejadian beberapa saat lalu saat sang permaisuri tiba-tiba lari setelah terang-terangan mengacak-acak isi hati Haruto. Tak hanya sampai itu, bayangan sang permaisuri yang tersenyum terus menggerayangi isi pikiran Haruto hingga membuat fokusnya pecah. Tumpang tindih, bahkan terkadang Haruto tak sengaja menyebut nama sang permaisuri di sela-sela membaca kalimat laporan menteri.

Baru kali ini Haruto benar-benar merasa kerepotan oleh satu orang.

Hari nyaris malam, tapi untuk sekedar menetralkan dirinya dari kejutan hari ini saja Haruto tak bisa.

"Wah, yang benar saja!" Haruto terkekeh seperti orang gila. Frustasi bercampur bahagia itu memang aneh rasanya. Ingin menggeram marah tapi setiap kata yang keluar malah terselip senyuman dan kekehan yang membuat Haruto merasa benar-benar gila.

Tak ingin kehilangan wibawa semakin jauh, Haruto pada akhirnya kalah pada pendirian. Ia bangkit lantas menghela napas panjang. Mencoba mencari ekspresi yang pas untuk ia tampilkan selagi melewati lorong kerajaan menuju kamarnya.

"Apa aku harus membawakan sesuatu?"

Tanya nya mengudara tanpa jawab karena dirinya memang berjalan sendirian. Haruto tak pernah dibuat sebingung ini dalam mengambil keputusan.

"Anak itu suka sekali dengan anggur kan? Apa ku bawakan saja?"

Haruto terus berjalan melewati koridor-koridor dengan monolognya yang selalu berupa tanya. Tak terlalu memperhatikan keadaan sekitar, dimana para pelayan memandang sang Raja bingung.

"Raja kita sedang berbicara dengan siapa?"

"Tidak tahu, tapi aku pernah mendengar bahwa setiap raja dijaga oleh leluhur. Mungkin yang mulia sedang berbicara dengan leluhurnya."

"Wah, Benarkah?"

Haruto menggeleng pelan dengan kekehan kecil yang muncul ketika rungu nya tak sengaja mendengarkan bisik-bisik aneh dari para pelayan.

Leluhur apa?

Asal mereka tau saja, Haruto begini karena permaisurinya.

Pada akhirnya monolog tentang ingin membawakan sesuatu untuk Doyoung hanya berakhir tanya tanpa jawab. Sang Raja telah sampai di depan kamar paviliun nya. Terlihat sepi hanya dirinya saja, karena paviliun raja terbilang cukup privasi.

REWRITE THE HISTORY | HARUBBY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang