sembilan ♥️

55 2 0
                                    

Suasana kantin terlihat ramai seperti biasa, keenam muda mudi itu terlihat duduk saling berhadapan, Dinda yang memang sudah akrap dengan Riki, Rendy dan Arya tidak terlihat canggung sama sekali duduk berdampingan dengan mereka.

"Mau pesan apa kalian?", tanya Riki akhirnya.

"Nasi goreng, minumannya kopi",jawab Andin antusias membuat semua mata yang ada di meja langsung mengarah padanya membuat Andin meringis sendiri melihat pelototan dari Linda dan Riki.

"Ngak boleh cimol, lo makan nasi goreng dan jus alvucad, no kopi kopi", marah Riki membuat Dinda yang melihat itu tersenyum tipis.

Ini yang membuat gadis itu jatuh hati kepada laki-laki di hadapannya, perhatian, kejujurannya, selalu menepati semua perkataannya, dan Riki tidak pernah menyembunyikan sesuatu ke Dinda, bahkan sebelum pacaran dengan lelaki yang sudah melangkah memesan makanan itu, Riki sudah menceritakan semua tentang Andin dan Linda.

Bahkan Riki mengakui pernah menyukai Andin sahabatnya sendiri, bukannya cemburu setelah mendengar cerita laki-laki itu Dinda malah semakin terpesona, Dinda tidak pernah di perlakukan baik seperti sekarang, apa yang di lakukan oleh Riki kepadanya membuat Dinda selalu bahagia.

"Silahkan menikmati", ucap Riki tersenyum memberikan pesanan mereka di bantu oleh pelayan kantin.

"Makasih", ucap mereka serempak.

"Dinda, lo napa bisa suka sama tutup toples itu?", tanya Andin sembari makan, Riki langsung mendelik sinis.

"Hm dia beda", ucap Dinda yakin membuat Riki langsung tersenyum senang.

"Apanya beda sama aja tuh", ucap Linda menatap Riki menelusuri apa maksud Dinda yang berbeda dari sahabatnya itu, mendengar itu Dinda hanya tersenyum.

"Kalau si tutup toples itu berani nyakiti lo langsung ke rumah gue saja ya, gue yang akan cabik-cabik wajah sok gantengnya itu", ucap Andin menggebu-gebu membuat Dinda tertawa menganggukan kepala.

"Oh iya kalian latihan basket kan?", tanya Riki mengalihkan pembicaraan.

"Yoits", Rendy menjawab sambil menghabiskan teh manis di depannya.

"Katanya sebentar lagi akan di adakan pertandingan antar sekolah, kita di osis sudah mempersiapkan semuanya", ucap Dinda membuat mereka mengangguk.

"Gue harap kalian berdua masuk jadi pemain inti pertandingan yang akan di adakan", ucap Riki menatap Andin dan Linda bergantian. Arya yang hanya diam mengamati mengangkat alis tinggi menatap tatapan Riki yang menyiratkan kesedihan menatap kedua sahabatnya membuat lagi-lagi rasa penasaran membuncah di dalam hatinya, jika berhubungan dengan Andin Arya selalu penasaran.

Andin dan Linda terdiam menipiskan bibir mencoba menguasai diri mendengar perkataan dari Riki itu, keduanya berpandangan dengan tatapan yang hanya ketiganya yang bisa mengerti.

Bel pulang terdengar menggema membuat semua murid di dalam kelas langsung membereskan peralatan tulis bergegas meninggalkan kelas begitupun dengan ke empatnya "oh iya nanti malam jangan lupa kerja kelompok", ucap Linda sambil membereskan bukunya, yang hanya di jawab anggukan dan deheman dari ketiganya.

"Din, lo pulang atau tinggal di sekolah ?", tanya Riki menoleh menatap Andin yang hanya diam di bangkunya

"Gue tinggal aja yah, nanti sudah latihan baru pulang ke rumah", ucap Andin lesu, Linda dan Riki menatap wajah Andin yang terlihat lesu menghela nafas mengerti dengan kondisi sahabatnya itu.

"Yaudah lo hati-hati gue dan Riki duluan, nanti gue balik latihan", ucap Linda, melihat kedua sahabatnya melangkah meninggalkan kelas Andin menidurkan kepalanya memejamkan mata menghadap ke arah jendela.

Arya yang di belakang belum bergerak sama sekali, dadanya tiba-tiba sesak, awalnya Arya ingin pulang tapi melihat gadis di depannya tinggal membuat Arya juga mengurungkan niat kembali ke rumah, alis Arya terangkat melihat tubuh di depannya bergetar, isakan tangis yang tertahan terdengar membuat Arya gelagapan melangkah mendekat ke arah Andin

"Din", panggil Arya lembut membuat Andin mendongak dengan pandangan kaget tidak menyadari Arya masih di dalam kelas bersamanya.

Air mata yang masih tersisa di wajahnya langsung di hapus dengan kasar di gantikan dengan senyuman manis menatap Arya, dada Arya seperti di hujani sembilu melihat senyuman itu, senyuman yang Arya yakini untuk menutupi ribuan rasa sakit yang gadis itu rasakan.

Andin menunduk, membasahi bibir kembali mendongak menatap Arya "lo ngak pulang Ar?", tanya Andin mencoba terlihat tenang.

"Lo sendirian, jadi gue ngak pulang", ucap Arya membuat Andin mengerjapkan mata

Arya mengalihkan pandangan ke arah pintu kelas sebelum menatap wajah Andin kembali "ke atap yuk", ajak Arya membuat Andin langsung mengangguk antusias.

Andin langsung berdiri berjalan tepat di samping Arya, melihat Andin yang sudah di sampingnya membuat Arya merapatkan bibir menatap tangan Andin yang hampir bersentuhan dengan tangannya, dengan keberanian Arya menarik tangan Andin menautkan kelima jarinya tepat, menyadari itu Andin hanya melirik tangannya yang sudah di genggam kemudian menatap Arya yang juga menatap, senyuman Andin mengembang tidak protes, dengan riang Andin malah membalas menggenggam tangan Arya membuat Arya ambyar.

Andin mengoyang-goyangkan tangan yang saling menggenggam itu, dengan riang melangkah menuju atap sekolah, Arya yang melihat tingkah Andin tersenyum senang, tatapannya sesekali menatap tangan yang saling menggenggam itu dengan wajah yang memerah.




Love That Girl (Selesi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang