Gadis itu menatap jam di pergelangan tangannya terlihat jam menunjukan pukul dua, melirik keluar jendela terlihat sinar matahari tidak seterik biasanya, gadis itu meraih benda pipih di depannya memasukan kedalam tas kecilnya, menatap penampilannya di cermin sebelum keluar, setelah menutup pintu mata gadis itu melotot melihat seorang cowok telah berdiri di depan rumah.
"Ar ngapain?", tanyanya menaikan alis.
"Gue cuma mau main", ucap Arya salah tingkah menggaruk tengkuk yang tidak gatal
"Lah gue mau keluar", ucapnya merasa bersalah.
"Lo mau kemana Din?", tanya Arya menatap penampilan Andin dari atas sampai bawah, Andin salah tingkah sendiri menatap Arya yang terlihat memperhatikan penampilannya.
Andin membasahi bibir merapikan rambunya "gue mau ke makam mama, besok pertandingan basket jadi hari ini gue mau ke makam", ucapnya berbinar
"Gue antar ya", mohon Arya membuat Andin mengangguk antusias
"Yuk, nanti gue kenalkan ke mama, waktu itu tidak sempat", ucap Andin riang, membuat telinga Arya merah sendiri.
Andin yang begitu riang tidak sadar melingkarkan tanganya tepat pada pinggang cowok itu, Arya yang merasakan sepasang tangan melingkar di pinggangnya menunduk menatap tangan itu kemudian menatap ke depan dengan senyuman yang sudah mengembang, dadanya lagi-lagi berdesir.
Sampai di pemakaman Andin meraih tangan Arya lembut perlakuan Andin yang selalu tiba-tiba kadang membuat jantung Arya ingin keluar dari tempatnya, Arya menatap tangannya mengulum bibir, wajahnya sudah merona sedari tadi "ma, Andin datang tidak sendiri", kekeh Andin menatap batu nisan sang mama.
"Kenalin ma Arya, teman kelas Andin, satu perumahan juga", ucap Andin antusias, "kenalin tante Arya", ucap Arya melirik sekilas ke arah kuburan kemudian menoleh seutuhnya menatap wajah Andin.
"Mah, Andin mau cerita, pasti mama senang mendengarnya, mah Riki berhasil mah, Riki bisa mengalahkan traumanya hehe", kekeh Andin membasahi bibir bawahnya, meringis, menghembuskan nafas panjang
"Mah apa Andin juga bisa", ucapnya lirih menunduk "Andin takut mah tidak bisa mengalahkan trauma Andin, Linda dan Riki pasti kecewa sama Andin, keduanya mau Andin bangkit mengalahkan masa lalu Andin, bangkit melupakan luka yang ayah berikan, tapi apa Andin bisa", lanjutnya menahan tangis, Arya mengusap punggung Andin menenangkan gadis itu, mendengar curhatan Andin membuat dada Arya seperti terhimpit batu besar.
"Oh iya mah, Andin besok tanding basket bareng Linda, kata Linda dia akan menemani Andin agar kejadian itu tidak terulang kembali, semoga mah kejadian itu tidak terulang lagi, sekarang Andin bukan punya Riki dan Linda saja,ada Arya dan Rendy juga, semoga Andin bisa mengalahkan rasa takut itu", air mata yang sedari tadi Andin tahan kini jatuh membasahi pipi, Arya menggenggam tangan Andin menguatkan
"Mah, Andin pulang ya", pamit Andin setelah menguasai diri, tersenyum menatap Arya.
Keduanya melangkah keluar dari pemakaman "Din kewarung itu dulu yuk", ajak Arya menunjuk warung yang tidak jauh dari pemakaman yang langsung di angguki oleh Andin.
"Bu, kopi susunya dua dan gorengan", pesan Arya sebelum melangkah meja ujung yang tertutup pohon besar duduk di samping Andin.
"Makasih Ar", ucap Andin menatap wajah Arya saksama, ada rasa menggelitik di dalam hatinya menatap wajah Arya
"Sama-sama, ngak usah natap segitunya juga kali Din", ucap Arya terkekeh menutupi salah tingkahnya.
"Lo ganteng", ceplos Andin girang, Arya langsung mengatupkan bibir, melotot menatap Andin, bisa di pastikan wajahnya kini sudah merah
"Silahkan nak", ucap seorang yang datang membawa dua kopi susu dan satu piring gorengan
"Makasih bu", ucap Andin, Arya masih diam berusaha menguasai dirinya.
"Gue senang bangat tau Ar akhirnya Riki bisa mengalahkan traumanya, menurut lo apa gue juga bisa?", tanya Andin dengan suara melemah di akhir kalimat.
"Lo pasti bisa", ucap Arya yakin walaupun tidak tau apa yang pernah Andin alami
Andin membasahi bibir meraih kopi susu di depannya meneguk sekali menoleh menatap Arya yang kini juga menatap tepat di manik coklatnya "dulu gue pernah mengalami satu hal yang membuat gue takut", ucap Andin mengigit bibir bawahnya meyakinkan diri untuk bercerita, toh jika Arya menjauhinya setelah ini Andin harus terima bukan.
"Dulu saat pertandingan final saat gue masih SMP kelas satu kejadian itu terjadi, mereka tidak menyukai gue hanya karena gue bisa masuk ke pemain inti padahal gue masih kelas satu semester satu, tidak banyak yang tau kejadian itu", Andin meraih gelas didepannya meneguk lagi mencoba menahan rasa sakit di hatinya.
Arya merapatkan bibir, mendekat meraih tangan kiri Andin menautakan tanganya ke jemari Andin, mengelus punggung tangan Andin dengan jempol menenangkan, Andin yang di perlakukan seperti itu merasa nyaman sendiri, rasa takut yang dia rasakan hilang begitu saja "mereka menjebak gue Ar, di ruangan tunggu mereka mengunci ruangan itu meninggalkan gue bersama teman cowok mereka", Andin menahan tangisannya
Arya menggeram marah mendengar itu meski mencoba menguasai diri untuk tetap diam mendengar cerita gadis di sampingnya "mereka hampir memperkosa gue, bahkan mereka berani merobek baju pertandingan gue, juga merekam, gue berusaha memberontak tapi gue kalah dengan ke lima cowok itu, setelah gue benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa lagi untung pelatih basket datang bersama Riki dan Linda, Linda yang melihat kondisi gue menangis histeris", kini air mata Andin tumpah begitu saja.
Arya mengepalkan tangan satunya, benar-benar marah, Arya mengigit bibir bawah, memejamkan mata mengontrol emosinya sekarang, tangan yang menggengam tangan Andin menguat "Riki tidak bisa lagi menahan emosi membabi buta memukul ke lima cowok itu sampai lemah tidak peduli teriakan dari pelatih, Riki juga mengancurkan hp mereka, bahkan mereka terkapar di rumah sakit setelah mendapatkan pukulan dari Riki, dan akhirnya pertandingan itu gagal karena kejadian itu", Andin menghembuskan nafas setelah bercerita menunduk menatap tangannya yang masih di genggam Arya.
"Mereka pantas mendapatkan itu", ucap Arya membuat Andin menoleh masih dengan air mata yang membasahi pipinya menaikan alis tidak mengerti, dengan lembut Arya menghapus air mata Andin "jika gue ada di posisi Riki saat itu mungkin mereka sudah ada di bawah tanah sekarang", lanjut Arya
Andin mengigit bibir, menatap tepat di iris mata Arya memberanikan diri "lo ngak jijik sama gue Ar?", tanya Andin akhirnya gelisah sendiri
"Kenapa gue harus jijik hm?", tanya balik Arya menepuk puncak Andin
Andin menunduk malu, menguatkan genggaman di tangan Arya "salah satu dari mereka berhasil mencium gue Ar, tepat di sini dan di sini", ucap Andin kembali menangis menunjuk bibir dan pundaknya.
Andin semakin menunduk melihat Arya melepas genggaman tanganya menurunkan tangan satunya yang menepuk puncak kepalanya, air mata Andin semakin deras keluar membasahi pipi, menutup mata, Arya sama seperti mereka yang akan jijik setelah mendengar masa lalaunya, mata Andin melotot merasakan benda kenyal menempel tepat di bibirnya,mengecup lembut bibirnya membuat Andin melayang
Arya menjauh menangkup kedua pipi Andin mengelus lembut, menatap tepat di manik mata coklat itu "jangan ingat kejadian itu lagi, ingat kejadian hari ini saja, gue sudah menghapus bekas orang yang sudah melakukan hal itu", ucap Arya dengan binar, mengulum bibir menatap wajah memerah di depannya