Hari ini tepat di mana pertandingan bola antar sekolah di adakan, Andin berjalan menuju rumah Linda menunggu Rendy yang akan menjemput keduanya, di teras rumah ternyata Linda sudah menunggu, senyuman Andin mengembang mendekat "udah lama nunggu Lin?", tanya Andin.
"Barusan aja gue keluar, lo udah nongol di sana kek jelangkung", ucap Linda membuat Andin merengut kesal.
"Rendy mana dah?", tanya Andin lagi
"Katanya sih dia jemput Arya dulu sebelum ke sini", ucap Linda menatap benda pipih di tangannya terlihat mengetik membalas sebuah pesan.
Andin membasahi bibir menunduk menatap sepatunya, terdengar menghembuskan nafas berkali-kali, Linda yang menyadari tingkah sahabatnya menoleh dengan tatapan menyendu "lo jangan khawatir Din, gue yakin Riki pasti bisa, kita duduk paling depan memberi semangat", ucap Linda mencoba menenangkan yang nyatanya dia pun sekarang gelisah.
Keduanya terlonjak kaget mendengar teriakan Rendy di dalam mobil, keduanya mendekat hendak masuk ke dalam mobil, namun pergerakan mereka terhenti mendengar ucapan Rendy, "Lin lo di depan biar Arya di belakang sama Andin", ucap Rendy membuat Linda langsung menganggukan kepala mengerti.
Andin yang sudah duduk di sebelah Arya tidak banyak bicara, Andin menoleh ke kaca mobil, tangannya saling meremas semakin cemas, Arya yang dari awal kedatangannya memperhatikan Andin menaikan alis bingung menatap kegelisahan gadis di sampingnya.
Linda yang mengetahui itu menoleh menatap Andin "Din", panggil Linda lembut dengan pandangan menyendu, Rendy menoleh sekilas kembali fokus menyetir, Andin menoleh ke arah Linda dengan mata yang sudah berkaca-kaca "Lin gue takut", lirih Andin akhirnya mengeluarkan isi hatinya.
Linda mengatupkan bibir, sesak sendiri, menghela nafas menoleh ke depan kembali, nyatanya Linda sama takutnya sekarang, Arya dan Rendy yang tidak paham mengatupkan bibir mengurungkan niat bertanya melihat keadaan kedua gadis itu terlihat tidak baik.
Sampai di tempat pertandingan membuat kegelisahan kedua gadis itu semakin menjadi-jadi, Linda yang awalnya bisa menguasai diri kini tidak bisa menahan ketakutan di dalam hatinya, Rendy yang melihat itu meraih tangan Linda menenangkan, berjalan berdampingan menuju tempat duduk penonton paling depan, Andin yang masih diam menatap punggung Linda dan Rendy yang sudah berjalan tampa sadar meraih tangan Arya yang berdiri di sampingnya.
Merasakan tangan dingin mengenggam kuat tangannya membuat Arya menoleh kaget, melihat Andin yang semakin gelisah langsung membalas genggaman Andin mengusap punggung tangan Andin dengan jempolnya menenagkan bejalan mendekat ke arah Rendy dan Linda yang sudah duduk.
Sekarang keempatnya duduk berbaris, Andin dan Linda duduk tepat di tengah antara Arya dan Rendy, Andin menatap ke arah lapangan berkali-kali terdengar menghembuskan nafas, pegangan Arya sudah terlepas, di samping Andin juga Linda sama seperti Andin berusaha setengah mati menguasai diri.
"Belum mulai yah?", tanya seorang gadis yang duduk tepat di belakang mereka membuat kedua gadis itu terlonjak kaget menoleh.
"Eh Dinda udah datang, sebenatar lagi mulai", jawab Arya tersenyum yang di jawab anggukan oleh Dinda menoleh menatap Andin dan Linda dengan tatapan menyendu.
Andin dan Linda menahan nafas menatap Riki memasuki lapangan, Riki yang ada di lapangan menoleh mencari keberadaan keduanya, Riki berhenti setelah matanya menemukan mereka, Riki menguasai diri menatap mata kedua sahabatnya, bahkan dari jauh Riki bisa melihat kecemasan terpancar dari mata keduanya, tidak ingin membuat sahabatnya khawatir Riki menyunggingkan senyum kembali melangkah.
Andin dan Linda saling berpandangan, menoleh kembali ke arah lapangan, Arya yang memang sudah jadi pengamat handal bisa melihat itu semua.
Pertandingan di mulai, suara teriakan mulai memenuhi, meneriaki nama sekolah yang mereka dukung atau nama pemain di lapangan, Andin dan Linda masih diam, terlihat belum menguasai diri, tatapan keduanya tidak pernah lepas dari Riki, sedangkan Rendy dan Arya sudah heboh meneriaki nama sekolah mereka.
Belum ada yang mencetak gol, di sana mereka mengerahkan semua kekuatan demi sebuah piala, sampai babak pertama selesai kedua team belum mencetak satu gol pun, kedua sekolah sama hebatnya, wajar mereka bertemu di final memperebutkan piala.
Andin dan Linda pun masih terdiam, Andin mengigit bibir bawah, menunduk, mengepalkan tangan, mati-matian mengubur ketakutan yang menghantuinya, Andin harus percaya kepada Riki, dari dulu Andin sangat percaya pada sahabatnya itu dan sekarang pun Andin harus memberi kepercayaan untuk Riki.
Suara gemuruk kembali terdengar meneriaki, mendukung jagoan mereka masing-masing, Andin yang menunduk akhirnya mendongak menatap ke arah lapangan, menghembuskan nafas panjang berdiri tegak, membuat Linda tersentak menoleh begitupun dengan Arya dan Rendy yang terduduk capek menoleh menatap Andin. "RIKIIIII LO BISAAAA", Riki yang mendengar teriakan itu kembali semangat, awalanya Riki hampir menyerah.
Awalnya Riki mengira perjuangannya sia-sia melihat kedua sahabatnya yang diam dari awal pertandingan, Riki selama ini berjuang mati-matian melawan trauma demi Andin, Riki ingin memperlihatkan jika dia bisa melawan traumanya dengan itu Andin termotifasi melawan trauma masa lalunya juga.
"RIKI GUE PERCAYA SAMA LO, KEJAR IMPIAN LO, BOLA KEBAHAGIAAN LO, SEMANGATTT RIKIIII", lanjut Andin teriak dengan air mata membasahi pipinya, senyuman Linda menghiasi wajahnya meski air mata juga ikut membasahi pipi, berdiri di samping ikut berteriak meneriaki nama Riki.
"RIKIIIINYAAA GUEEEEE SEMANGAAATTTT", tawa Andin dan Linda pecah, keduanya menghapus air mata kasar.
Dinda yang dari awal cemas setengah mati melihat Andin dan Linda yang terdiam menitikan air mata terharu melihat keduanya heboh meneriaki nama Riki, Dinda menoleh ke arah lapangan menatap Riki yang memancarkan kebahagian di wajah tampannya ikut tersenyum menghapus air matanya.
Di menit terakhir Riki menoleh menatap kehebohan kedua sahabatnya mengerahkan kemampuanya, menendang bola yang tepat di opor kepadanya ke gawang lawan
Dan
"GOLLLLL", teriak Andin dan Linda heboh berpelukan menangis terharu, Arya maupun Rendy tidak kalah heboh, terdengar bunyi peluit menandakan pertandingan selesai membuat penonton semakin heboh, Riki berlari ke arah penonton melompat melewati pembatas menubruk tubuh kedua sahabatnya yang masih berpelukan.