Gadis itu menghela nafas berulang kali, sebagian rambutnya terbang di terpa angin, tatapannya menyendu menatap ke bawah, berjalan mendekat ke arah pinggir, dari sini gadis itu bisa melihat siswa dan siswi yang berlalu lalang begitu kecil, gadis itu terkekeh, mengatupkan bibir mendengar suara sepatu yang mendekat dari belakang, matanya yang tadi menyendu berubah menjadi berbinar menatap cowok yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Kenapa Ar?", tanya gadis itu setelah cowok yang di panggil Ar berdiri di sampingnya.
"Ngak apa-apa, kenapa tidak ke kantin Din?", tanya Arya menatap lekat wajah gadis di sampingnya.
"Gue masih kenyang, oh iya makasih ya", ucapnya membuat Arya menaikan alis bingung.
"Makasih sudah datang saat gue di pemakaman", ucapnya melihat kebingungan di wajah Arya.
Andin menoleh ke bawah menghembuskan nafas, garis wajahnya menurun begitu saja "dulu gue sangat percaya dengan ayah Ar, sama seperti perempuan lain ayah juga adalah cinta pertama gue", Andin membasahi bibir entah kenapa ingin bercerita dengan Arya, sedangkan Arya diam mendengarkan tidak mengalihkan pandangan dari wajah di sampingnya yang beberapa kali mengubah raut wajah sesuai perasaanya.
"Tapi ayah pula yang menjadi luka, dan patah hati gue pertama kali, luka yang ayah torehkan begitu dalam sampai gue tidak percaya lagi kepada laki-laki kecuali Riki", dada Andin sesak, hatinya seperti di remas, tatapannya menyendu, Arya yang berdiri di sampingnya menguasai diri, melawan egonya meraih tangan Andin menggenggam tangan itu seakan memberi kekuatan membuat Andin meloneh mengerjapkan mata beberapa kali, senyuman Arya terbit di wajah tampannya mengusap rambut Andin lembut menipis jarak di antara keduanya.
Menatap iris coklat di sana, mata yang selalu berbinar menutupi luka yang dia rasakan "sekarang ada gue lo juga bisa percaya sama gue", ucap Arya akhirnya. "Gue ngak tau apa yang di lakukan ayah lo sampai lo bisa seterluka ini, tapi tidak semua laki-laki di luar sana sama seperti ayah lo itu, di luar sana banyak laki-laki yang baik Din", ucap Arya yakin membuat mata Andin kembali menyendu menunduk menatap tepat sepatu Arya yang hampir berdekatan dengan sepatunya sekarang.
"Ar, apa di luar sana ada laki-laki yang menyukai gue?", tanya Andin masih menunduk membuat genggaman Arya terlepas begitu saja, badan Arya membeku gemuruh di dadanya semakin meronta, bibirnya keluh, Andin mendongak menatap wajah Arya tersenyum penuh luka "gue udah bisa tebak, tidak ada yang menyukai gue Ar, tidak ada laki-laki yang akan menetap, apa lagi jika mereka sudah tau masa lalu gue, hanya Riki laki-laki yang tidak pergi walaupun dia tau semua masa lalu gue", lanjut Andin menoleh menatap ke bawah menghembuskan nafas untuk mengurangi sesak di dadanya. Merogoh benda pipih yang ada di kantong roknya membaca pesan dari Linda yang menyuruhnya ke lapangan bola.
"Gue duluan ya Ar", pamit Andin berlari meninggalkan Arya yang masih terdiam menatap punggungnya, mata Arya menyendu, mengacak rambut frustasi, kenapa dia jadi sepengecut itu, tidak mampu mengungkap perasaan yang malah semakin membesar setiap harinya.
Andin yang sudah sampai di lapangan bola mengubah ekpresi yang tadi terlihat muram berubah begitu saja, berbinar mendekati Riki,Linda,Dinda dan Rendy "ada apa nih?", tanya Andin ikut lesehan di lapangan. "Nih makan dulu, gue tau lo belum makan, nih juga kopi kesukaan lo", Riki menyodorkan satu bungkus nasi goreng dan kopi kaleng membuat Andin berbinar bahagia langsung meraih.
Andin melahap dengan semangat membuat Linda menggelengkan kepala terkekeh sendiri "satu minggu lagi pertandingan kalian, semangat ya semoga kalian membawa pulang piala untuk sekolah", ucap Dinda membuat mereka menoleh kecuali Andin.
"Kita akan berusaha", ucap Riki tersenyum, menoleh menatap Andin yang masih makan dengan tatapan penuh arti.
"Gue ngak sabar nonton pertandingan lo Rik", ucap Rendy, "nanti kita berangkat bersama kuy, gue bawa mobil", ajak Rendy lagi membuat Linda dan Andin mengangguk. "Gue bareng kakak gue, kata kakak gue mau liat calon adik ipar main di lapangan", ucap Dinda malu membuat tawa Riki pecah.
"Wah udah dapat restu lo Rik", ucap Andin setelah membuang sampah makanannya di tempat sampah, membuka kaleng kopinya meneguk sesekali.
"Iya dong gue gitu loh, siapa yang ngak mau jadiin gue mantu mereka", ucap Riki bangga.
"Ck pede gila", ucap Linda menoyor kepala Riki.
"Dinda, gue bangga sama lo, bisa suka sama si kuyang pede ini", ucap Rendy mengejek.
"Kamprett lo, gue ganteng tau", ucap Riki menabok Rendy.
"Ganteng dari sedotan sih iya", lanjut Rendy semakin mengejek menatap wajah kesal Riki, "Lin lo ngak apa-apa kan kalau gue tonjok sekali tuh pacar lo", ucap Riki menoleh menatap Linda, yang di jawab anggukan mantap oleh Linda, Rendy yang melihat itu melototkan mata berdiri tidak terima.
Melihat pertengkaran Riki dan Rendy yang tidak ada habisnya membuat tawa ketiganya pecah, menikmati sendiri pertengkaran itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/321280332-288-k850643.jpg)