"Jadi, kapan undangannya disebar?"
Dilla sedang asyik menyeruput asian dolce latte miliknya sambil menatap rintikan hujan di luar jendela ketika tiba-tiba pertanyaan itu menghentaknya dari lamunan.
Ia menoleh dan menatap laki-laki di hadapannya itu dengan wajah datar. Tanpa ekspresi sama sekali.
"Pasti lagi hectic-hecticnya, ya, nih? Udah berapa persen persiapannya?" Tanya Abil sebelum menyuap smoked beef quiche miliknya ke dalam mulut.
Pertanyaan itu mungkin pertanyaan basa-basi belaka untuk membuka obrolan, atau bisa juga Abil hanya ingin memberikan kesempatan untuk Dilla berbagi keluh kesah karena calon pengantin memang biasanya mengalami stress luar biasa. Hanya saja, di telinga Dilla, pertanyaan itu menyakitkan.
Mengapa? Sebab ia tidak tahu jawabannya.
Pernikahan apa?, Dilla mendengkus sinis dalam hati.
"Dimana acaranya?" Tanya Abil untuk yang kesekian kalinya padahal Dilla belum menjawab pertanyaan-pertanyaan sebelumnya.
"Nggak tahu, Bil." Jawab Dilla sejujur-jujurnya.
"Loh?" Abil menunjukkan raut bingung.
"Gue belum tahu mau nikah kapan," tambah Dilla yang langsung membuat Abil semakin mengernyit tak paham. "Kemarin itu karena Radit mau kerja di Malang. Kita LDR dalam setahun ke depan. Sebelum jauh-jauhan, dia ngajak tunangan."
Abil tampak terdiam sebentar sebelum kemudian mengulum senyum sambil mengangguk. Matanya tak lagi menatap Dilla, tapi fokus kepada quiche miliknya.
Dilla luput melihat senyum Abil sebab ia sudah kembali menatap keluar jendela sambil menopang dagunya. Pikirannya perlahan melayang ke masa-masa bahagia bersama Radit 10 tahun belakangan, dan dia pun baru sadar, apa serapuh itu ternyata hubungannya dengan laki-laki yang selalu ada dengannya itu? Baru dua bulan, tapi hubungan mereka terasa semakin berantakan.
"Sebenarnya gue nggak mau ditinggal. Bukannya apa-apa, sih ... Gue cuma ngerasa nggak punya siapa-siapa, Bil. Gue yatim piatu," Dilla lagi-lagi mulai bercerita dengan begitu saja. Matanya masih menerawang ke jalanan yang disiram hujan, meskipun pikirannya mulai mengunjungi entah kotak memori yang mana di sudut ingatannya. "Gue cuma punya Radit sejak 10 tahun yang lalu. Dia bukan cuma pacar, tapi dia udah jadi sahabat gue."
"Sorry to hear that, Dil," ucap Abil dengan nada pelan ketika mendengar informasi yang baru ia ketahui tentang orang tua Dilla. "Terus berarti kemarin yang duduk sama lo di depan pas lamaran siapa?"
"Kalau yang cewek itu kakak gue," jawab Dilla dan Abil langsung mengangguk-angguk paham. "Umurnya beda 10 tahun sama gue. Kita nggak terlalu dekat juga. Dia udah sibuk sama hidup dia dan anak-anaknya sejak nikah."
Kakak perempuannya itu menikah sejak Dilla masih berumur 15 tahun. Dani semakin terasa jauh saat ia sibuk dengan keluarga kecilnya. Suaminya yang sangat posesif dan over-protective sering sekali tak memberikan izin kepada Dani untuk datang ke rumah atau acara-acara keluarga. Rumah tangga mereka retak ketika Dani tidak dikasih izin untuk mengurus ibu Dilla yang mendadak terkena stroke hingga akhirnya meninggal. Dani bercerai di tahun pernikahan ke-4 dan harus menghidupi dirinya serta anak-anaknya karena sang mantan suami mokondo. Oleh sebab itu, Dilla dan Dani semakin terasa jauh dan asing karena kesibukan Dani.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Illicit Affair
RomanceTW: Perselingkuhan, contains sexual activities, 21+, harsh words, sad and lonely girl, please read it wisely *** Tatap mata itu menjerat, lekat dan mengikis akal sehat. Sorotnya membuat jantung berdebar lebih cepat, berhasrat kemudian terpikat. Seny...