10 | Where We Fell Apart

2.2K 187 25
                                    

Author's note: Ini part paling sediiiiiiiiiiiiih buat aku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Author's note: Ini part paling sediiiiiiiiiiiiih buat aku. Aku baca ulang berpuluh-puluh kali masih selalu nangis. Dulu waktu bestie onlenku si yolandanadyas ini baca duluan, dia juga sampe nangis kejer sambil ngumpat HAHAHAHA. Buat yang relate, hugs for us! <3


***


"Ray!"

Dilla berlari kecil menghampiri teman kerjanya yang kini sudah berhenti dan berbalik menghadapnya.

"Yes? What's up, Dil?" Tanya Ray.

"Gue mau nanya," Dilla memasang wajah serius. "Kenapa di halaman search result itu lo ngeduplikat isi konten blog kita? Kenapa lo nggak munculin entry point yang diarahin ke halaman blog kita? Kita, kan, udah punya halaman itu di blog. Kalo lo bikin lagi di halaman search result, i think it would be redundant, Ray."

Ray menggaruk pelipisnya. "Sebenarnya kemarin kita udah consider ini, sih, Dil, but we can't make sure the intention of users pas search sebuah destinasi. We can't make sure what's the expectation from users—apakah mereka still up to exploring atau mereka pengen langsung decide what to buy. We were afraid kalau diarahin ke halaman blog, itu akan nambah step dalam user journey, dan konten yang disajiin di dalam blog itu bikin users overwhelmed."

Dilla mengernyit. "Maksudnya? Isinya yang lo tampilin, tuh, sama lho, Ray, sama isi blog kita. Overwhelmed gimana?"

"Oh, kita nggak tampilin semua, Dil. Cuma beberapa items yang lebih straightforward," jawab Ray. Lalu ia menghela napas panjang dan menghembuskan. Wajahnya terlihat canggung. "Sorry, Dil, tapi kemarin ini berdasarkan direction dari Waka. Lo tahu kalau Waka udah bertitah kita nggak bisa gimana-gimana, kan?"

Tak ada lagi yang bisa Dilla debatkan jika Waka—department head mereka—sudah dibawa-bawa dalam perbincangan seperti ini.

"Menurut Waka, halaman blog kita masih kurang oke," Ray meringis tak enak. "Jadi better langsung tampilin di search result isinya."

Dada Dilla terasa seperti ditonjok. Pasalnya halaman travel blog Le Voyage—startup di bidang online travel agent tempatnya bekerja—adalah tanggung jawabnya. Dilla adalah Product Manager yang membangun blog tersebut dari nol. Blog yang sudah rilis sejak dua bulan yang lalu itu merupakan hasil kerja keras Dilla beserta timnya.

"Maksudnya nggak oke?"

"I don't know," Ray mengangkat bahu. Lalu ia menatap ke jam di pergelangan tangannya. "Sorry, Dil. Gue mau ke kamar mandi. 5 menit lagi ada meeting. Duluan, ya."

Tanpa basa-basi lagi, Ray melangkah ke arah pintu keluar untuk menuju kamar mandi. Ia meninggalkan Dilla yang merasakan nyeri di dada karena karyanya baru saja seolah dianggap tak ada, dan malah dibuat duplikasinya di tempat lain.

The Illicit AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang