33 | No

2.3K 209 115
                                    

Author's note (1): coba ya sambil dengerin ini lagu kesukaan aku judulnya Autumn punya Niki

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Author's note (1): coba ya sambil dengerin ini lagu kesukaan aku judulnya Autumn punya Niki. Dari pertama dengar lagu ini, aku tahu, lagu ini adalah theme song percintaan Radit dan Dilla banget :")


***


"Aku nggak mau." ucap Abil dengan sangat tegas setelah Dilla menyampaikan niatnya untuk mengakhiri hubungan mereka.

Mereka berdua tengah duduk di taman kantor yang berada di antara dua gedung. Dilla dan Abil duduk di salah satu dari banyaknya bangku yang mengelilingi pohon-pohon rimbun, membuat keberadaan mereka sedikit tersembunyi, dan jauh dari perhatian orang-orang yang sedang mengantri di gerai kopi yang ada di pojok taman.

Suara air mancur kecil berdesis lembut, menciptakan suara yang menenangkan, seolah-olah mencoba menenangkan percakapan mereka yang semakin memanas.

"Bil—"

"Nggak," potong Abil cepat-cepat, tidak memberikan kesempatan bagi Dilla berbicara lebih banyak. "Kamu urus aja masalah kamu sama Radit. Terserah mau pakai cara apa. Kamu boleh bilang sama dia kalau kita udahan, tapi aku nggak mau kita beneran udahan."

"Maksud kamu? Aku bohong lagi sama Radit?" Dilla mengerutkan alis, nada bicaranya mulai meninggi.

"Ya, selama ini juga kamu bohong sama dia. Bedanya apa?"

Ucapan Abil membuat Dilla seketika hanya bisa ternganga tanpa kata.

Abil berdecak seraya menggelengkan kepala, seakan meremehkan permasalahan yang sedang mereka bahas. "Udahlah, nggak usah dipikirin. Toh, dia jauh ini. Nanti juga dia balik ke Malang lagi."

"Apa?" Dilla semakin tak habis pikir dengan cara berpikir Abil daritadi.

"Kepala aku masih pusing," Abil malah mengalihkan pembicaraan. Ia tampak tak ingin membahas topik yang sedang mereka bicarakan lebih lanjut. "Aku kayaknya mau tidur sebentar di sleeping pod. Luka aku masih sakit—"

Dilla menarik tangan Abil agar pria yang beranjak berdiri itu kembali duduk. "Bil, aku serius—"

"Nggak, Dil!" bentak Abil diiringi tatapan tajam. Rautnya jelas terlihat marah. "Aku butuh kamu. Titik."

"Butuh aku buat apa, aku tanya?" tantang Dilla tak gentar. "Buat pelampiasan nafsu kamu?"

"Loh?" Kepala Abil tersentak ke belakang, matanya menatap Dilla seakan wanita itu baru mengatakan sesuatu yang aneh.

"Emang sebenarnya kita apa? Apa bedanya kamu sama Radit? At this point, aku benar-benar muak sama semuanya," hardik Dilla yang tampak terlihat begitu frustrasi. "Aku muak sama Radit. Aku muak sama kamu. Bahkan aku muak sama diriku sendiri. Aku capek banget. Aku rasanya pengen pergi—"

"Dil! Aku sayang—"

"Banyak yang bilang sayang sama aku, tapi ujungnya aku tetap ngerasa nggak ada yang benar-benar ada dan peduli sama aku!"

The Illicit AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang