Ardilla Rasya.
Wanita itu adalah segalanya. Bagi Radit, Dilla adalah yang pertama untuk banyak hal di dalam hidupnya.
Cinta pertama. Pacar pertama. Ciuman pertama. Bahkan, wanita pertama yang Radit berikan keperjakaannya.
Radit masih ingat bagaimana dulu ia menyukai wanita itu diam-diam dari semester satu hingga semester lima. Radit masih ingat bagaimana ia selalu memutar keras otaknya agar bisa mendekatkan diri pada wanita itu. Radit teringat bagaimana ia selalu berakhir takut dan tidak percaya diri hanya untuk mengajak wanita cantik itu bicara.
Dilla terlihat sangat sulit digapai. Wajahnya begitu cantik meski tidak selalu tersenyum. Rautnya yang terkadang terlihat galak malah membuat Radit jatuh hati. Suaranya yang begitu lembut dan ramah sangat bertolak belakang dengan penampilan luar Dilla yang terlihat seolah angkuh.
Raditya Adiwinarya jatuh sejatuh-jatuhnya pada Ardilla Rasya sejak pertama kali menatapnya.
Radit tak sama sekali menyangka, kisahnya dan Dilla bisa dimulai hanya karena sebuah tisu basah.
Masih teringat jelas di ingatan Radit, ketika ia tak sengaja menemukan Dilla sedang duduk sendirian di samping gedung fakultas. Pipinya berlinang air mata dan isaknya terdengar pelan. Radit yang hendak melewatinya menghentikan langkah hingga wanita itu menyadari keberadaannya. Dengan cepat, wanita itu mengusap air matanya, meski air mata itu terus saja bercucuran.
Bagai terhipnotis oleh Dilla, Radit berjalan mendekat. Ia duduk di sebelah wanita itu dengan tetap memberi jarak agar Dilla merasa nyaman.
"Kenapa?" mulutnya seakan bergerak sendiri.
Dilla menggeleng sambil terkekeh. "Nggak apa-apa, Dit."
Mana mungkin? Dilla selalu terlihat tegar, kuat, mandiri dan begitu ramah di saat yang bersamaan. Tak sekalipun, selama dua tahun menyukainya, Radit melihat wanita itu menangis atau bahkan hanya sekedar memasang raut sedih.
"Is it ... about your mom?" tanya Radit dengan ragu-ragu.
Dilla baru kehilangan ibunya dua bulan yang lalu, menjadikannya yatim piatu. Meski begitu, Radit tak pernah melihat wajah Dilla sesedih ini.
Mendengar pertanyaan Radit, Dilla terdiam. Kemudian air matanya semakin deras berjatuhan. Isaknya tak lagi bisa ditahan.
"Mungkin," jawab Dilla di sela suaranya yang bergetar. "Gue kangen. Gue kehilangan teman cerita, Dit."
Radit terdiam beberapa detik. Lalu tanpa begitu kentara, Radit menggeser tubuhya, mengikis jarak di antara dirinya dan Dilla. Hanya sedikit saja.
"Lo punya kakak, kan?"
Dilla mengusap air matanya dengan jari jemarinya. "Dia sibuk. Anaknya dua."
"Dina? Risa? Nadine?"
Bibir Dilla tersenyum kecil. "Udah pada punya pacar. Sibuk sama pacarnya masing-masing."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Illicit Affair
RomanceTW: Perselingkuhan, contains sexual activities, 21+, harsh words, sad and lonely girl, please read it wisely *** Tatap mata itu menjerat, lekat dan mengikis akal sehat. Sorotnya membuat jantung berdebar lebih cepat, berhasrat kemudian terpikat. Seny...