Bab 7 💐

68.7K 3.3K 16
                                    

🌷HAPPY READING🌷

Gadis bernama Vania itu bergelayut manja di atas tempat tidurnya. Vania terusik karena mendengar alarm headphone nya yang berbunyi.

Vania mengambil ponselnya lalu mengecek pukul berapa sekarang, ternyata sudah hampir pukul empat dini hari.

Ini merupakan kebiasaan baru Vania, sejak tinggal di rumah pamannya. Ia harus bangun pukul empat untuk melakukan pekerjaan rumah seperti cuci piring dan menyapu.

Ini sama sekali bukan Vania jika di rumahnya, saat pertama kali mencuci piring ia sempat memecahkan satu buah gelas.

Dan mendapat amukan dari bibinya, kemudian bibinya mulai mengajarkan cara mencuci piring yang benar.

Awalnya Vania memang kesal dan bermalas-malasan mengerjakan pekerjaan itu, namun sudah beberapa hari ini Vania mulai menikmati dengan pekerjaan itu.

Setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah, dan mengganti seragam sekolah. Vania langsung berpamitan pada paman dan bibinya.

Vania tidak ikut sarapan bersama mereka, gadis itu merasa tidak enak karena terkadang Bibinya hanya memasak makanan yang cukup untuk porsi dua orang saja.

Ia tau bibinya itu sedikit pelit, jadi Vania tau diri saja. Sebenarnya pamannya sering mengajak tetapi Vania beralasan akan sarapan di sekolah.

Vania menunggu jemputan di depan gerbang rumah, ia menunggu Nessa dan Amel yang akan datang menjemput  menggunakan mobil.

***

Ketiga gadis itu berlari masuk ke dalam sekolah tergesa-gesa, bell sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu. Sebenarnya mereka tidak akan terlambat jika Vania tidak mengajak untuk jalan-jalan mengelilingi kota Jakarta terlebih dahulu.

"Lambat kan! lo sih sesat, ngajak jalan-jalan," gerutu Nessa menyalahkan Vania.

"Yaelah, gakpapa sekali-kali telat!" balas Vania dengan santainya.

Saat mereka sedang mengendap-endap masuk ke dalam kelas, ternyata ketua OSIS melihat mereka bertiga itu.

"Woy, Sini lo bertiga!!" teriak ketua OSIS itu.

Vania mengumpat kesal, sial sekali mereka harus ketauan ketua OSIS yang merupakan sepupunya itu. Ia tau ketua OSIS  tidak akan mengampuni mereka.

"Anjing, kenapa harus ketauan sih!" omel Nessa.

Mau tak mau ketiganya mendekati pemuda itu, dengan wajah masam. Kecuali Amel, ia lebih senang dihukum karena mereka bersalah dari pada harus kabur dari masalah.

Ketua OSIS yang bernama Samuel itu menyuruh mereka untuk berdiri di dekat tiang bendera hingga bell pelajaran jam kedua.

Dua puluh menit berlalu, wajah Vania mulai terlihat pucat, bibirnya kering, keringat bercucuran di keningnya.

Berbeda dengan Nessa dan Amel, walaupun kepanasan tetapi wajah mereka tidak sepucat wajah Vania.

Nessa mulai melihat perubahan wajah dan gerak-gerik sahabatnya itu, Vania terlihat seperti tidak nyaman.

"Van, lo baik-baik aja kan?" tanya Nessa.

Vania tidak menjawab, ia mulai tidak fokus, pandangannya sudah tidak jelas. Kepalanya sakit.

"Ness ini Vania kenapa," Amel ikut angkat bicara saat Vania mulai miring ke kanan dan ke kiri.

Nessa dan Amel memegang kedua sisi bahu Vania, agar gadis itu tidak jatuh. Vania mulai memejamkan matanya setelah itu ia tidak merasakan apa-apa lagi, kepalanya sakit, perutnya juga ikut sakit, tidak seperti biasanya.

***

Vania mengerjapkan matanya, ia membuka matanya memperhatikan ruang itu, bau obat-obat langsung masuk ke indra penciumannya.

Ia melirik Nessa yang sedang duduk di kasur sebelah sambil memainkan ponselnya.

"Udah sadar lo," kata Nessa setelah melihat Vania mencoba bangun dari tidurnya.

"Ck, ko gue bisa disini?" tanya Vania sambil memijat pelipisnya.

"Lo pingsan njir, Samuel yang bawa lo kesini."

Vania hanya mangut-mangut, kalau Samuel yang membawanya kemari dirinya biasa saja. Karena Samuel adalah sepupunya, walaupun mereka tidak begitu dekat.

"Lo gak ke kelas?" tanya Vania sekilas melirik ke arah jam dinding.

"Gak, males mapel ekonomi," celetuk Nessa masih asik dengan headphone nya.

Tiba-tiba kepala Vania kembali pusing, tenggorokannya kering.

"Ness, ambilin gue air."

"Air? Apaan? Di sini ga ada air," balas Nessa.

"Ck, gue pusing Ness ngertiin dong beliin air di kantin," pinta Vania.

"Van, gue capek tadi berdiri setengah jam di lapangan, lo kira lo doang yang cape?!" Nessa mulai berbicara dengan nada membentak,

"Cuk, yaudah lo tunggu disini gue ke kantin dulu," ucap Vania sebelum keluar dari UKS.

Dengan tenaga yang masih tersisa, Vania melangkahkan kakinya ke kantin. Ia berharap, dirinya bisa segera sampai di sana tanpa harus bertemu siapa pun.

Sial sekali, semesta tidak berada di pihak Vania. Karena tanpa sengaja  seseorang menabraknya.

Brukk

"Ah sial banget!" desis Vania.

Ia mendongakkan wajahnya melihat siapa yang sudah ia tabrak. Ternyata orang itu adalah....

Asta

Seketika bayangan malam itu langsung terlintas dalam pikiran Vania, memalukan jika diingat-ingat.

Gadis itu langsung menghindar kontak mata dengan Asta, ia ingin segera pergi dari hadapan pemuda itu.

Tetapi Asta menarik tangannya.

"Kenapa lo?" tanya Asta dingin.

Vania mengerutkan keningnya tidak mengerti

"Hah? Apaan sih, kita gak punya urusan lagi lepasin ck!" protes Vania sembari menarik tangannya dari genggaman Asta.

"Lo sakit?" tanya Asta, ada sedikit perasaan yang entahlah mungkin perasaan khawatir yang Asta rasakan.

"Bukan urusan lo."

"Vania!" Asta mulai meninggikan suaranya.

"Iyaaa gue sakit! Puas," teriak Vania malas.

Kemudian segera berlari menuju kantin, walaupun sebenarnya ia sudah tidak sanggup untuk lari. Tetapi Asta benar-benar membuatnya kesal dan marah kali ini. Perasaan sukanya dulu seketika berubah, seharusnya Asta senang Vania mulai menjauh. Kenapa pemuda itu malah mengkhawatirkannya?

***

Follow ig💌
@asta_alxsndr
@vania.feb
@nessa.wil
@rend.i

ASTA & Bad Wife [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang