Bab 26 💐

57.1K 2.4K 17
                                    

🌷SELAMAT MEMBACA🌷

Sudah seminggu berlalu, semenjak Vania tau bahwa anaknya tidak bisa mendengar dengan baik.

Ibu muda itu sama sekali tidak mau menyentuh Axel, bahkan saat Axel membutuhkan asi Vania malah pergi dan menghiraukan mertuanya.

Sejujurnya Vania merasa sedih saat mendengar tangisan Axel yang meminta susu, tetapi Vania malah memakai hedset dan menjauh dari kamar agar tidak mendengar tangisannya.

Asta mulai frustasi dengan keadaan mereka saat ini, ia sudah berusaha susah payah membujuk Vania tetapi hasilnya tetap nihil. Vania masih bersikeras untuk tidak mau menerima bayi itu.

"Van, dia itu anak lo, ayo lah dia cuman bayi gak berdosa, dia juga gak pernah minta buat dilahirkan dengan keadaan kaya gini" bujuk Asta

"Kan gue udah bilang dari awal buat gugurin dia, gue gak mau Asta gue udah capek. Gue emang udah nerima dia sepenuhnya dulu.. tapi setelah tau dia cacat...... Gue gak bisa As" keluh Vania setelah itu keluar dari kamar.

Asta berjalan mendekati box tempat anaknya tertidur, rasanya setiap kali melihat wajah Axel, Asta ingin menangis.

Ia tak tahan mendengar suara tangisan anaknya saat kelaparan, Asta sering kali melampiaskan amarahnya dengan memukul tembok atau memukul kepalanya beberapa kali.

Asta merasa tidak bisa bertanggung jawab atas semua yang telah terjadi.

***

Vania memainkan handphone nya di ruang tamu, ia membuka sosial media dan membaca komentar-komentar pedas pada postingannya.

"Eh katanya Vania udah berenti sekolah gara-gara hamil"

"Gue rasa itu karma deh"

"Iyah karma atas perbuatannya selama ini, kan dulu dia tukang bully"

"Kasian Asta harus nikah sama cewek kaya dia"

"Untung masih ada yang mau nikah sama dia"

"Kena karma kan lo, siapa suruh bully gue dulu"

"Kasian anaknya yah, punya mama bad kaya Vania"

"Pasti Asta nyesel seumur hidup nikahin Vania hahahah"

Vania mencengkram tangannya kuat, setelah membaca komentar-komentar pedas itu.

Sial sekali hidupnya.

***

Malam harinya di meja makan terasa sedikit berbeda tidak seperti biasanya.

Karena malam ini Martha membahas suatu topik yang membuat hati Vania goyah.

"Saya sudah muak dengan sikap kamu ini Vania, kamu keterlaluan ngebiarin anak kamu sendiri. Harusnya kamu itu bersyukur masih diberikan keturunan oleh Tuhan."

"Diluar sana banyak wanita mandul yang pengen punya anak, sedangkan kamu, Axel cuman bayi yang belum tau apa-apa Vania"

"Begini saja, tolong berikan Axel asi selama enam bulan, dan setelah itu kamu dan Asta boleh bercerai"

"Itu kan keinginan kamu selema ini? Setelah kalian cerai kamu bisa bebas seperti dulu lagi, kamu tidak perlu memikirkan Axel. Saya akan mencarikan mama baru buat Axel, jadi kamu tidak usah takut tentang Axel"

"Dengan syarat yang saya bilang diawal tadi"

Tutur Martha, yang membuat jantung Vania berdetak tak karuan.

Kenapa dadanya sesak saat mendengar kata cerai dari mulut mertuanya.

Vania menatap ke arah Asta yang hanya diam dengan makanannya.

Vania juga teringat dengan Axel, kenapa dirinya ingin menangis memikirkan anak yang selama sembilan bulan ia kandung akan menjadi anak orang lain.

Tanpa berkata apa-apa Vania beranjak pergi ke kamar walaupun makanannya belum habis.

"Asta kejar dia, kalian bicarakan ini baik-baik" titah ayah Asta.

Asta mengangguk patuh lalu segera menyusul istrinya setelah meminum air putihnya.

Vania terduduk lemas di lantai kamar dengan air mata yang membasahi wajahnya.

Kenapa masalah yang ia hadapi begitu berat, tidak mudah untuk gadis seperti Vania yang menerima kenyataan bahwa anaknya tidak normal seperti anak-anak lainnya.

"Van...." Panggil Asta yang ikut berjongkok di samping Vania.

"Asta" panggil Vania dan langsung memeluk pemuda itu, dan dengan peka Asta langsung membalas memeluk Vania.

Vania tidak ingin bercerai, ia sudah mencintai Asta seperti dulu.

Delapan bulan bersama bukan waktu yang singkat, banyak momen yang Vania dan Asta lalui bersama.

"Aku gak mau pisah sama kamu.." rengek Vania dalam pelukan Asta.

"Kita ga bakalan pisah kalo kamu mau nerima Axel Van"

Vania menatap Asta.

"A-aku mau coba nerima Axel, ta-tapi jangan bilangin orang kalo Axel gak bisa denger"  pinta Vania.

Asta mengangguk, setidaknya gadis itu ingin mencoba.

Semoga ini awal yang baik untuk rumah tangga kecil mereka.

Asta melepas pelukan lalu berjalan mengambil Axel dari box nya,

"Sini biar a-aku yang gendong" kata Vania lalu Asta menurutinya.

Vania menggendong Axel sedikit kaku, karena kali ini bukan karena belum terbiasa memeluk bayi, tapi karena Vania merasa bersalah telah menelantarkan putranya.

Cup..cup..

Asta mengecup kening Vania kemudian kembali mengecup kening si kecil, Axel.

***

ASTA & Bad Wife [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang