Bab 22 💐

64.4K 2.9K 69
                                    

🌷SELAMAT MEMBACA🌷

"Oh yah, kalo bisa lo urus surat perceraian kita secepatnya, dan soal anak, setelah dia lahir gue bakal kasih dia ke lo sepenuhnya. Karena gue emang gak pernah suka punya anak," tambah Vania sebelum masuk ke dalam kamar dan menguncinya dari dalam. Tidak peduli jika Asta harus tidur di luar, Vania benar-benar tidak peduli lagi.

Asta terdiam merenungi semua kesalahan yang telah ia perbuat tadi, Vania melihat nya berciuman dengan Jehan? Bagaimana bisa?

Tapi Asta tidak ingin mencari tau tentang itu Asta ingin segera menuntaskan semua kesalahpahaman ini, tidak seharusnya Asta menjalin hubungan disaat dirinya sudah menikah.

Tanpa berpikir banyak hal lagi, Asta menelepon Jehan yang ternyata masih belum tidur. Ia berkata akan bertemu gadis itu sekarang juga.

Setelah itu, Asta langsung keluar dari apartemen tidak peduli dirinya yang hanya menggunakan celana selutut dan tanpa menggunakan jaket. Karena jaket nya berada di kamar.

Asta melajukan motornya di kesunyian malam, rasa dingin yang menerpa kulitnya tidak Asta hiraukan. Yang ada di pikirannya saat ini adalah cara memperbaiki hubungan rumah tangganya bersama Vania.

Sesampai di rumah Jehan, ternyata gadis itu sudah menunggu di depan rumah sambil tersenyum ramah.

"Kenapa sih malam-malam gini nyamperin aku kangen yah, padahal belum lama pisah," tebak Jehan dengan senyumannya.

Asta tidak membalas, dirinya malah memeluk gadis itu, membuat Jehan terdiam kaku dengan penuh rasa penasaran

"Sorry," bisik Asta memeluk Jehan erat.

"S-sorry kenapa? Kamu kan gak bikin salah, kenapa minta maaf?"

"Gue pengen kita putus," ucap Asta cepat setelah melepaskan pelukannya.

"Pu- putus? Kenapa? Aku buat salah apa? Kamu malu punya pacar kaya aku?" tanya Jehan dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Asta menggeleng, ia tidak tau harus berbuat apa. Dirinya masih mencintai gadis itu, tapi yang menjadi prioritasnya sekarang dan seterusnya adalah Vania istrinya.

"G-gue udah gak cinta lagi sama lo."

"Sorry Je, gue gak bisa lanjutin hubungan ini, semoga lo dapat yang lebih baik dari gue," ucap Asta lagi sebelum melangkah pergi.

"Kenapa As! Kenapa disaat aku udah sayang sama kamu, kamu malah mainin perasaan aku! Kamu jahat kak!" teriak Jehan sebelum masuk ke dalam rumah.

Asta tidak mampu menahan tangisannya, dibalik helm Asta menangis.

"Tuhan bantu Asta buat nyelesain  semua masalah ini, Asta gak kuat Tuhan."

***

Pagi harinya, Vania bangun dengan kepala yang sedikit pusing karena sejak jam dua hingga lima dini hari  tak henti-henti dirinya menangis.

Setelah mencuci muka Vania mulai mengemasi barang-barang, memasukannya ke dalam koper. Vania akan keluar dari apartemen ini, entah ia harus tinggal di jalanan Vania tidak peduli lagi, rasa gengsinya langsung menghilang setelah perdebatan semalam.

Vania membuka pintu kamar dan mendapati Asta yang terduduk di depan pintu dengan mata sembab dan wajah memucat, sepertinya pemuda itu tidak tidur.

Asta langsung berdiri setelah Vania membukakannya pintu, ia memeluk istrinya.

"Maaf Van, maafin gue, jangan tinggalin gue Van. Gue tau gue salah, kasih gue kesempatan. Gue janji gak bakalan lakuin itu lagi gue bener-bener minta maaf....."

Vania merasakan bahunya basah, Asta menangis?

Tidak lama terdengar suara sesenggukan dari bibir pemuda itu, Asta benar-benar menangis.

"Lo nangis? Pfttt hahahah," tawa Vania, terdengar hambar.

Asta melepaskan pelukannya, ia memegang kedua bahu Vania kemudian mencium bibir gadis itu.

Vania terkejut, tetapi tidak berbuat apa-apa. Vania mencoba membalas ciuman Asta, dan mereka berciuman beberapa saat hingga Asta mengakhiri ciumannya.

"Gue pengen hapus ciuman gue sama Jehan semalam."

"Si- sialan lo!" sinis Vania dengan semburan merah di pipi, sambil menyeka bibirnya.

"Gue udah putusin Jehan, gue pengen serius sama hubungan ini. Gua gak mau pisah sama lo, gue pengen nikah sekali seumur hidup."

"Tapi lo ga bisa As, jangan dipaksain."

"G-gue bisa, tapi dengan bantuan dari lo."

"Mau bantu gimana, kalo yang berperan mencintai di sini itu cuman gue."

"Gue gak perlu omong kosong, walaupun lo bilang udah putus sama Jehan 1000 kali gue gak bakal percaya tanpa ada bukti."

"Yang gue perlu pembuktian As, ga perlu banyak bacot," ketus Vania kemudian berjalan melewati Asta menuju dapur.

Selama membuat sarapan di dapur Vania termenung memikirkan jalan keluar dari masalahnya sekarang, gadis itu ingin seperti dulu lagi, ia ingin bebas seperti gadis-gadis seusianya.

Jika dirinya bercerai, Vania tidak perlu repot mengurus suami, terlebih mengurus anak yang sedang ia kandung itu.

Vania ingin kebebasan, ini bukan kehidupannya, kehidupan yang gadis itu inginkan adalah pergi bersenang-senang setiap malam bersama teman-temannya tanpa memperdulikan waktu.

Bersenang-senang seperti dulu, Vania ingin kembali ke kehidupan lamanya.

Setelah menyelesaikan sarapan, Vania bergegas kembali ke kamar ingin melihat kondisi Asta.

Apakah pria itu sedang menangis seperti dirinya kemarin. Tebak Vania.

Vania berjalan mendekati Asta yang tertidur di atas kasur dengan wajah yang memucat, Vania mengecek suhu badan Asta dengan menempelkan tangannya pada jidat Asta.

"Panas," gumam Vania.

"As Asta bangun, lo kenapa lemah gini sih," ucap Vania sambil menggoyangkan bahu Asta.

Asta membuka perlahan matanya kemudian bangun dan memeluk Vania.

Vania kembali merasakan badan Asta yang terasa sangat panas.

"Jangan tinggalin gue Van," gumam Asta memeluk Vania erat.

"Ck ck ck, iya iya lepasin dulu gue mau ambil obat dulu."

Asta menggeleng, dan terus mengeratkan pelukannya pada Vania.

Vania menyerah, dan ikut duduk sambil bersandar di kepala ranjang membiarkan Asta memeluknya hingga tidur.

"Nyusahin banget sih papa lo cil," gumam Vania seakan sedang berbicara dengan bayinya yang masih di dalam perut.

***

ASTA & Bad Wife [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang