“Kau mau sampai kapan jongkok di sana?” Thomas memanggil dari muka pintu.
Nicole menuangkan lagi sejumlah air ke tanah. Celotehan kecil dan senandung riang terdengar samar-samar.
“Aku menanam bibit bunga,” katanya sambil memegangi bungkus bibit yang sudah kosong, “tapi aku tidak begitu mengerti. Kira-kira bakal tumbuh tidak, ya?”
Thomas menuruni anak tangga kecil yang membatasi beranda dari halaman luar rumah. Berdiri di sebelah anak semata wayangnya.
“Oh, ya? Bibit apa yang kau beli? Kok tidak bilang dad?”
Nicole beralih menatap Thomas dengan mata berbinar. “Artemisia! Cocok sekali, kan, dengan namaku? Et yang membelikan.”
That middle name. An yang menyematkannya.
“Nampaknya psikiatermu itu perhatian sekali. Sekarang anak kesayangan dad sedang apa? Menyanyi untuk bunganya?”
Nicole menggeleng. “Cuma menyemangati mereka supaya tumbuh sehat. Soalnya, mereka itu penyembuh sakit.”
“Where did you get that word again?” Thomas terbahak.
“Ethan. Hari ini dia manis sekali. Kami bicara banyak dan melakukan hal-hal bersama. Dia bahkan memberitahuku rahasianya! Seandainya bisa terus begini saja, pasti akan menyenangkan.”
Gelapnya malam tidak menutupi kilau di netra Nicole malam itu.
“Rahasia?”
“Hm! Hm! Dia juga bilang aku berbeda dari pasiennya yang lain. Itu artinya aku spesial baginya, kan, Dad?” manjanya.
“I’m not really sure. Isn’t that means you’re harder to cure?” canda Thomas sambil mengacak rambut anaknya.
“JAHAT!” ambek Nicole yang langsung berdiri untuk memukuli dada Thomas.
Pria itu tertawa renyah.
“Setauku kalian baru bertemu beberapa kali. Apa jangan-jangan putri dad sudah mulai jatuh cinta?”
Ja-jatuh apa?!
NO.
“Dad apaan, sih. Aku cuma lagi senang. Akhirnya seseorang benar-benar memusatkan perhatiannya padaku. Rasanya nyaman. I-itu aja.”
Tapi wajahnya memerah.
“Oh, jadi maksudmu selama ini dad dan mama tidak memerhatikanmu?”
“That’s not my point! You two are the best. Tapi, kan, kalian itu orang tuaku yang memang selalu menerimaku. Kalo Et … dia ….”
Dia apa? Aku … sedang mencoba mengarang alasan?
“Teman yang baik. Sesuatu yang nyaris tidak kuinginkan lagi selama ini. Kenalanku yang lain mana mungkin bisa sepertinya.”
Thomas menggosokkan hidungnya ke hidung Nicole dengan gemas. “Itu karena dia doktermu.”
“Begitu, ya. Memangnya dia harus sejauh itu hanya demi pasiennya?” Pipinya menggembung.
Raut cemas di wajah Ethan ketika ia memeluknya tadi. Tawa yang mereka bagi di mobil waktu itu. Itu yang Nicole maksud.
“Kelihatannya putri cantik ini tidak jauh beda dengan ayahnya. Kau pikir Dad tidak bisa membaca tatapanmu? Wajahmu persis seperti ibumu ketika aku mengutarakan perasaanku dulu.”
Nicole memejamkan mata ketika mendengarnya. Dad memikirkannya lagi. “Dad.”
Udara malam itu kian memberat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Borderline
RomanceNicole Artemisia Thompson didiagnosis menderita kelainan mental. Katalisnya Ethan Huang, psikiater yang menariknya ke Klinik Kesehatan Jiwa Nirvana malam itu. Bukannya berhasil membuat Ethan menyerah, si model belia malah terjerumus dalam labirin ke...