16| Don't Stop

54 20 0
                                    

---Sekolah Menengah Garuda, 13 Februari 2017

Usia Nicole menginjak 16 tahun, kelas sepuluh. Reyhan 18 tahun, kelas dua belas.

Jarum panjang mengenai angka dua belas, tepat pukul tiga sore. Kicauan burung gereja terdengar jelas. Hanya segelintir murid yang masih berada di sekolah. Mayoritas ekstrakulikuler, anak guru, atau rapat OSIS. Reyhan termasuk yang terakhir.

Tangan Nicole bergantung di tali ranselnya. Senyum merekah saat melihat para anggota OSIS meninggalkan ruangan. Satu lagi hari sekolah yang menyenangkan berhasil ia lewati.

“Sudah rapatnya?” sapa Nicole yang barusan melompat ke depan Reyhan. “Eh, ada kakak-kakak anggota juga.”

Dua teman Reyhan menyapa ramah.

“Ujianmu tadi mudah, ya?” tebak Reyhan. Dicubitnya gemas pipi adik sambungnya.

“Hm! Semua yang kau ajarin kemarin masuk semua. Rey memang the best! Love you~”

“I love you, too, Nic.” Reyhan tau-tau membungkuk ke arahnya.

A-apa? Kenapa?

Nicole memegangi pipi. Tidak percaya Reyhan baru saja mengecupnya. “Rey?”

“Aku menyukaimu, Nic. Empat tahun belakangan terasa menyenangkan semenjak aku mengenalmu.”

Ini terlalu tiba-tiba. Tidak ada nada canda ketika Reyhan berkata, “Kalau mulai hari ini kita berpacaran menurutmu bagaimana?”

Gadis itu kehabisan kata. Kakaknya pasti sedang banyak masalah.

“Apa selera humormu memburuk? Ayo pulang. Kau janji mengajariku lagi hari ini,” tukas Nicole bermaksud keluar dari kelas.

Itu kalau tidak ada yang menutup pintu dan berdiri menghalanginya.

“Tidak perlu mengelak, Nic. Lagipula kita tidak sedarah. Apa salahnya? Kau selalu bilang sayang padaku, kan?"

Dua tangan Nicole diambil Reyhan. Gadis itu was-was. "Kau salah paham. Aku tidak pernah memandangmu seperti itu, Rey. Bagaimanapun, orang tua kita sudah menikah."

"Tapi kau membuatku mencintaimu lebih dari sekadar adik-kakak." Suara maskulin dan tatapan lurus Reyhan membuat Nicole bergidik.

Reyhan melangkah maju, Nicole mundur menjauh. Reyhan mungkin telah memperhitungkannya. Sebelum Nicole sempat mengelak, dikuncinya kedua sisi tubuh Nicole di meja panjang OSIS. Dalam satu gerakan cepat, ranselnya sudah merosot dari bahunya.

"Lantas semua kedekatan kita apa artinya?" Tarikan napasnya cepat, pendek-pendek.

"Rey."

"Jawab aku, Nic," perintahnya.

"Terima kasih sudah menyayangiku sedalam itu, tapi maaf. Aku belum bisa melakukan hal yang sama." Nicole menepuk pundak kakaknya pelan.

"Rey, lebih baik kita pulang dan kembali seperti biasa, ya?" Nicole berusaha mendorong tubuh Reyhan. Lelaki itu tetap tidak memberinya ruang untuk pergi.

"Setelah tau semuanya, mustahil ‘kan kita bisa kembali seperti biasa?"

Dengan penuh keputusasaan, Reyhan mengunci bibir Nicole. Ciuman panjang itu memanas. Nicole menjerit ketika Reyhan membaringkannya di lantai dan berlutut di atasnya.

“Apa yang kau lakukan? Ini tidak lucu, Rey. Get off!”

“I’m not kidding. Kenapa kau belum juga mengerti?” tanya Reyhan sambil mengarahkan tangan halus Nicole ke ikat pinggangnya, menuntun Nicole melepaskan gesper logamnya.

BorderlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang