Sandra menutup pintu kamar Nicole. Anaknya itu baru terlelap selepas puas menangis. Ketenangannya luruh ketika mendapati suaminya menunggu di sana.
“Tanganmu …”
“Jim mengabarimu tentang Nicole?” Bukannya menjawab, Thomas mencatut cangkir sisa teh melati dari tangan Sandra.
“Tidak apa. Aku di sini,” katanya.
Sekarang Ethan mengetahui tentang keluarga mereka. Tapi, cerita yang sebenarnya lebih rumit.
●●●
---Kediaman Keluarga Thompson, 20 Februari 2017
Seminggu kemudian. Sore itu, Nicole bicara dengan Reyhan untuk yang pertama kalinya setelah kejadian itu. Nicole mengizinkan Reyhan masuk setelah kakaknya itu menolak berhenti mengetuk pintunya sambil memohon.
“Aku tidak akan kemari lagi.” Kalimat pertama yang diutarakan Reyhan ketika pintu terbuka.
“Dad mengusirmu?” Gadis itu tidak berani melihat lawan bicaranya.
Reyhan mendekati sisi ranjang, membuat Nicole merapatkan bibirnya. Nicole sadar Reyhan berusaha mencari matanya.
“Ini mungkin akan jadi hari terakhir kita bertemu, jadi aku ingin bicara denganmu. Aku sangat menyesali apa yang kulakukan padamu waktu itu, Nic.”
“Kudengar kau di-skors?” Nicole masih enggan mengakui atau membahas tentang itu.
“Itu tidak penting. Yang lebih penting, Pak Rendra selaku kepala sekolah sudah menghukum semua yang terlibat dan meminta semuanya menghapus rekaman itu.”
Nicole tidak yakin harus bereaksi bagaimana. Tapi kalimat itu berhasil membuatnya menoleh ke arah Reyhan. Kakaknya itu tidak pernah menyebut Rendra dengan jabatannya.
“Oh, baguslah,” timpalnya seadanya.
Manik Reyhan menatap iris hazel Nicole lekat-lekat. “Perasaanku padamu itu sungguh-sungguh. Aku kalut ketika kau mencoba menghindariku. Membayangkan kau berubah membuatku putus asa,” ungkapnya.
“Lalu kenapa baru muncul sekarang?”
“Aku tidak siap melihatmu kecewa dan hancur karenaku. Itu membuatku sangat merasa bersalah. Mangkanya aku lari.” Bibir Reyhan bergetar. “Maafkan aku, Nic.”
“Aku akan memberimu ruang sebanyak yang kau mau. Jadi tolong, maafkan aku,” ulangnya ketika Nicole tetap bergeming.
Reyhan tidak melepas kontak matanya. Ia bersimpuh di sisi ranjang dengan pundak yang membungkuk. Ketulusan dan kejujuran jelas di wajahnya, tapi Nicole tidak mampu bersuara.
“Keinginanku terlalu muluk-muluk, ya?” Diamitnya satu tangan Nicole. “Mulai besok, aku akan tinggal bersama Pak Rendra. Cuma sampai kelulusanku. Adik kesayanganku pasti bakal kesepian ‘kan? Jangan sering-sering menangis. Nanti kulitmu keriput, lho.”
Reyhan mengusap punggung tangan Nicole. Matanya yang menyipit berusaha menahan air mata yang nyaris jatuh.
Ini Reyhan yang Nicole kenal. Sosok hangat dengan canda cerianya. Tapi bukan isak tangis ini yang biasa ia dengar. “Seharusnya kita bisa terus begini,” lirihnya.
Reyhan tidak menanggapi ucapan Nicole. “Setelah lulus, dad akan membantu mengurus sekolah dan kepindahanku ke Amerika. Kakakmu ini akan jadi bule juga. Kau percaya itu?”
Untuk apa pulang kalau akhirnya …
“Rey ….”
“Aku mungkin akan jadi pebisnis hebat di sana. Kau jangan sampai kalah dariku, ya!” Reyhan tetap melanjutkan perkataannya dengan sesegukan. Di depan matanya dan karenanya, adik kesayangannya menangis. Mana mungkin Reyhan tetap tegar?
KAMU SEDANG MEMBACA
Borderline
RomanceNicole Artemisia Thompson didiagnosis menderita kelainan mental. Katalisnya Ethan Huang, psikiater yang menariknya ke Klinik Kesehatan Jiwa Nirvana malam itu. Bukannya berhasil membuat Ethan menyerah, si model belia malah terjerumus dalam labirin ke...