18.5| Lonely Is (not) A Pathetic Word

26 14 1
                                    

Rendra dan Sandra tidak jatuh cinta. Mereka jatuh dalam sebuah kesalahan.

Setahun Angela menikah, Sandra yang berstatus sekretaris Thomas masih menyimpan rasa. Apa ia bisa menikah dan bahagia seperti mereka, ya?

It's stupid how I can't stop loving him.

Waktu itu, seperti biasa Sandra menaiki bus komuter untuk pulang ke rumahnya. Bus itu sampai di halte selanjutnya. Biasanya, Sandra akan melewatkan pemberhentian ini. Tapi hari ini berbeda.

“Pak! Tunggu. Anda menjatuhkan dompet di bus tadi!” serunya memanggil laki-laki berbatik yang barusan turun.

Karena yang dipanggil tidak merasa, Sandra memutuskan menepuk bahunya. “Pak, ini dompet Anda,” katanya dengan senyum ramah.

Padahal itu hanya bantuan yang tak seberapa. Tapi sosok itu menatapnya seperti penyelamat. Dia bahkan menyalami Sandra dengan semangat.

“Ah, terima kasih banyak. Di dalamnya ada benda yang berharga buatku.” Dia tersenyum. “Sepertinya kau lebih tua dariku, jadi tidak enak kalau formal. Namaku Rendra.”

“A-aku Sandra.”

“Panggilan bapak rasanya seperti dipanggil muridku. Haha. Ohya, Sandra jadi turun dari bus gara-gara aku, ya?”

Sandra baru sadar juga. “Iya. Aku kembali ke halte dulu.”

“Sebagai rasa terima kasihku, bagaimana kalau aku temani menunggu?”

Dengan kalimat itu, kisah baru dimulai. Satu pertemuan memancing pertemuan lainnya. Sandra yang hidup tinggal sebatang kara menemukan sosok teman dalam Rendra, begitupun Rendra.

Hingga suatu malam, mereka melakukan hal yang seharusnya tidak mereka lakukan. Rendra tidak pernah tau rasanya memilliki seorang wanita. Sandra pun tidak mempermasalahkannya. Toh, setelah orang tuanya meninggal, ia tidak punya tujuan tertentu dalam hidupnya.

Rendra laki-laki yang baik dan mereka sama-sama orang dewasa yang memiliki kebutuhan pribadi. Berdasarkan cerita-ceritanya, Sandra mengetahui bahwa Rendra sedang merawat ibunya yang sakit keras. Sisanya, ia menikmati kesehariannya sebagai kepala sekolah dan pengajar.

Dalam dompetnya, ada foto keluarga terakhir sebelum ayahnya pergi tanpa penjelasan.

Sandra sudah tau itu. Sandra juga tahu menikah tidak pernah ada dalam rencana Rendra. Alasannya, ia menganggap itu tidak perlu. Baginya, memiliki istri dan anak itu merepotkan!

“Lagipula, cinta yang dirasakan itu hanya bertahan sementara ‘kan? Berkurang dan berkurang bahkan terburuknya habis seperti orang tuaku,” jelasnya ketika Sandra membahasnya.

Orang seperti Rendra tidak pernah tau caranya mencintai. Itu bagus untuk Sandra. Ia tidak perlu memusingkan kemungkinan kecewa lagi.

Hubungan tanpa status begini membuat Rendra merasa aman. Ia bahkan mendengarkan semua cerita Sandra tentang Thomas, keluhan-keluhan wanitanya di usia matang. Rumah Sandra sudah jadi rumah keduanya. Sampai akhirnya …

“Aku hamil, Ren.” Sandra menyampaikannya dengan tubuh bergetar. Dalam hati mengantisipasi kemungkinan Rendra meninggalkannya.

Tapi tidak. Laki-laki itu hanya diam lama sekali sebelum berkata, “Aku akan bertanggung jawab.”

Mereka tidak menikah. Tapi ibunda Rendra sangat senang mendengar kabar itu. Katanya, ia kira harapannya melihat Rendra bersama seorang wanita tidak mungkin terjadi dan ia percaya Rendra masih bisa mencintai. Dalam lima bulan, rasanya Sandra seperti memiliki keluarga baru. Seorang ibu yang sangat ia rindukan keberadaannya.

BorderlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang