4| How About You With Me?

72 37 15
                                    

Ratusan manusia berseliweran bak kawanan semut yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Antrean di outlet minuman kekinian dan supermarket mengular seperti biasanya. Begitupun loket tiket bioskop. Olivia, yang barusan mendapatkan tiket untuk kencan malam ini menghampiri kekasihnya.

"Filmnya mulai tiga puluh menit lagi. Mau kemana dulu, nggak?" ujarnya sembari memberikan dua potong kertas itu pada Ethan.

Ethan mengambilnya dengan mata masih tertuju ke ponsel. "Nggak, ah."

"Lagi baca apa, sih?"

"Riset. Aku curiga Nicole memiliki gangguan satu ini."

"Kita bukan lagi di klinik, lho," kodenya.

"Iya. Tapi mumpung ada waktu mending ngelakuin hal produktif, kan? Kenapa? Kau ada sesuatu yang perlu kubantu?"

Gini, nih, kalo pacaran udah lama. Kok aku betah, ya, pacaran bertahun-tahun sama dia? Padahal aku selalu mengira akan berakhir dengan cowok yang lebih ... agresif?

Ralat. Romantis maksudku.

"Benar juga. Kayaknya aku butuh bantuan nyusun tesis persiapan sempro, deh," sarkasnya.

"S2 akhir bebannya nggak ngotak, ya. Kau, sih, masih rajin aja kuliah lagi. Padahal udah sempat kerja setahun."

"Yang kuliah 11 tahun apa bedanya?"

"Itu, kan, terhitung ngambil spesialis terus koas juga. Belum lagi segala tetek bengeknya. Mana sini, materinya apa?"

Pertanyaan Ethan dijawab gadis itu dengan sebuah gelengan dan senyum gemas yang menunjukkan kedua lesung pipinya.

"Bisa sendiri, kok."

"Nggak bawa? Oke, deh."

Olivia mengelus dada menghadapi kekakuan kekasihnya. Untung sayang.

Untuk membunuh waktu, ia mengeluarkan ponsel dan mulai mengambil gambar untuk dibagikan di story media sosialnya. Berjalan beberapa langkah demi mendapatkan spot yang instagramable. Tangannya berhenti mencari sudut cantik ketika layar sentuh itu menangkap pemandangan sepasang kekasih yang nampaknya masih SMA.

Si kaum adam merangkul si hawa. Gadis berparas oriental itu mencuri makan popcorn yang baru diambil si laki-laki dari kemasan, hanya untuk berakhir dengan protes meng-aduh dan toyoran lembut dari pemilik tangan yang ia gigit.

Anak muda baru-baru pacaran memang se-klise itu, ya? Bucin.

Dulu zaman remaja iya.

Tapi ketika beranjak dewasa, bukankah itu agak berlebihan?

Olivia tersenyum maklum lalu memutuskan untuk berswafoto¹ saja. Ia sedang sibuk menambahkan filter dan mengetik sepatah dua kata di gambar itu ketika sesuatu yang hangat menyentuh puncak kepalanya.

Lalu suara yang sangat ia kenali menyapa indra pendengarnya. "Mau popcorn?"

"Boleh," refleknya sambil menekan tombol perintah unggah di layar ponselnya.

"Salted caramel, kan?"

Yup, size medium.

"Nih."

Ketika ia memasukkan ponselnya ke tas, gantian indra penciumnya yang menghirup harum legit khas berondong jagung favoritnya. Laki-laki berkacamata itu mengetukkan kemasan hangat itu dua kali, membuat kekasihnya sontak menggeser dan mengusap-usap kepalanya.

"Minyak, Et! Jangan taruh di rambut lah."

Kapan-kapan dia beli popcorn-nya?

Gadis itu mengambil alih kotak popcorn mereka. Dasar, Olivia dan segala kesempurnaannya.

BorderlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang