“Nggak bisa datang?” Nicole mondar-mandir. “Ta-Begitu. Iya-nggak papa. Kami turut berduka.”
Si model memutus sambungan telepon. Seharusnya sekarang ia sedang melakukan pemotretan untuk koleksi gaun pernikahan rancangan Diana Budiardja, desainer idolanya.
“Adiknya meninggal,” terangnya pada para kru, “Kita tidak bisa memaksanya datang, kan?”
Sosok yang dikenali Nicole sebagai asisten pribadi Diana berkacak pinggang. “Of course not.”
“Jadi kita akan bagaimana? Apa kita undur saja?” saran Nicole ragu.
“Seandainya mungkin, Nic,” resah Diana, “Sayang, katalognya harus terbit dalam tujuh hari dan aku tidak akan tega mengganggunya selama masa berduka.”
“Well, biar kuhubungi Jim dan minta dia menyarankan model pria lain,” lanjutnya dengan petikan jari.
Jimmy menawarkan beberapa kandidat. Sebagian pas dengan ukuran dan tema. Alih-alih langsung menentukan, Jimmy malah menyuruh Diana menanyakan pendapat Nicole.
Sudah dibilang ‘kan Nicole anak emas Jimmy. Alias, keponakan kesayangan yang kelewat rapuh.
Benar-benar tidak tepat waktu! Nicole jadi punya ide gila, nih.
Nicole mengutak-atik ponselnya. “Kalo dia gimana? Aku yakin dia pasti segera kesini asal aku menghubunginya.”
Sudut bibir Nicole terangkat licik ketika Diana tidak keberatan. Sungguh nista.
Ethan. Itu foto Ethan dari akun media sosialnya.
Bilang ia tidak bermoral, ia tidak peduli. Rasa kesalnya belum tuntas. Enak saja Ethan mengabaikannya setelah menjebaknya jatuh cinta! Ethan harus mengembalikan waktu yang Nicole habiskan untuk karaoke Sabtu kemarin.
Begitu baru adil, kan?
Urusan Mas Jim bakal memarahinya bisa diurus nanti-nanti. Toh, palingan dia cuma akan disuruh tidak mengulangi.
“Aku nelpon dulu.”
Gadis itu keluar tanpa dicurigai lalu kembali dengan ponsel di telinga beberapa waktu kemudian.
Dikodeinya asisten Diana. “Lima belas menit.”
Nicole lebih dari sekadar yakin.
●●●
Di sisi lain, Ethan menutup kasar pintu ruangannya.
“NIC? HALO? KAU MENDENGARKU? NICOLE?” Laki-laki berkacamata itu menatap layar ponselnya. “Hei! Apa yang terjadi di sana?!”
Ia baru saja mendengar suara benda berjatuhan dan tangis yang lumayan mengkhawatirkan.
“Tunggu lima belas menit dan jangan lakukan apapun, oke?” tegasnya langsung mengantongi ponselnya.
Ethan tidak bisa pergi begitu saja. Tidak di tengah proses membujuk calon pasien yang dialihkan padanya. Karena terlanjur menyanggupi, ia perlu bertanggung jawab.
“AKU BILANG TUTUP MULUTMU, CEWEK SIALAN!”
“Mohon tenang. Ini hanya kesalahpahaman. Kita selesaikan baik-baik, ya?” Itu suara Julian.
Astaga. Apa pula yang terjadi di depan? Perasaan aku baru pergi lima menit.
“Dokter Ethan? Kau masih lama? Kami butuh sedikit bantuan di sini.”
Setelah mengambil napas panjang dan menyemangati diri, Ethan berlari koridor tunggu.
Psikiater memang pekerjaan yang menguras tenaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Borderline
RomantikNicole Artemisia Thompson didiagnosis menderita kelainan mental. Katalisnya Ethan Huang, psikiater yang menariknya ke Klinik Kesehatan Jiwa Nirvana malam itu. Bukannya berhasil membuat Ethan menyerah, si model belia malah terjerumus dalam labirin ke...