Sejak kecil Nabilla jatuh cinta pada musik, dia juga bermimpi jika suatu hari nanti dia akan menjadi seorang penyanyi, alam seolah mendukung Nabilla untuk mewujudkan mimpinya dan mengirim Angga, kakak kelas sekaligus orang yang selama ini ia cintai...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Hai, selamat pagi, siang, sore dan malam buat kalian semua di mana pun kalian berada.
Semoga sehat dan bahagia selalu menyertai kalian. 🤗🥰
Gimana menurut kalian part sebelumnya? 😃😁
.
.
🔥😆🔥Cek ombak dulu ya🔥😆🔥
.
🔥🔥🔥
.
🔥🔥
***
[Xabiru Bayu Dirgantara Atmaja]
"Pa,"
Papa menggumam, sebelum akhirnya bertanya setelah menelan roti selainya yang ada ada di mulutnya. "Papa punya nggak sih, musuh atau pesaing bisnis gitu?"
Entah kenapa gue merasa perlu menanyakan ini, karena mungkin kejadian akhir – akhir ini ada hubungannya dengan bisnis Papa.
"Kenapa? Tumben banget kamu nanya – nanya soal bisnis, atau ... kamu berubah pikiran? Makanya kamu nanya itu karena pengen belajar buat kelola restaurant?" tanya Papa lalu melahap sisa potongan rotinya.
"Bukan gitu, akhir – akhir ini tuh Biru ngerasa kalau ada orang yang ngikutin."
"Ngikutin gimana?" tanya Papa tak mengerti. "Tangan kamu kenapa?" imbuhnya melihat tangan kiri gue yang dibalut perban.
"Oh, ini kemarin jatuh dari motor. Biru masih belum tau apa motif orang itu, tapi kayak ada orang yang sengaja ngikutin dan mau mata – matai Biru gitu."
"Emang ada ya, Bang orang yang mau nyulik elo? Yang ada malah nyusahin kali," cibir Keisya yang duduk di sebelah kanan gue.
"Ih, lo mah gitu, gue serius tau."
Dia lalu meraih gelas susu dan meminumnya, sebelum akhirnya berangkat dan pamit karena bus sekolahnya sudah tiba.
"Maksudnya ada orang yang mau culik kamu gitu? Dan kamu pikir orang itu suruhan pesaing bisnis Papa?" tanya Papa memastikan, keningnya berkerut. "Gimana ya, Papa sih nggak merasa punya musuh, tapi kan kita nggak pernah tau, bisa aja ada orang yang nggak suka atau iri sama bisnis Papa."
Gue menyandarkan punggung pada sandaran kursi, lemas.
"Terlepas dari Papa punya musuh atau nggak, sebaiknya kamu hati – hati, dan mungkin lebih baik kamu mulai diantar pak Mitra lagi." pungkas Papa sebelum akhirnya mendorong kursinya ke belakang dan bangkit.