Part 11. The Glimpse Of Our Feelings

957 179 30
                                    

Jaya duduk termangu di sofa unit apartemennya. Peristiwa pertengkaran antara Ralind dengan Tante Humaira dan Adam tadi sangat mengusik pikirannya.

Entah ini hanya dugaannya saja atau benar bahwa Ralind tidak setuju dengan pertunangannya bersama Adam. Terbukti gadis itu membantah Mommy-nya tentang tanggal pernikahan yang bukan atas persetujuannya. Jika benar demikian, apakah masih ada kesempatan untuknya mendekati gadis itu?

Jaya memejam, lalu menggeleng untuk mengenyahkan pengandaian itu. Lancang sekali punya harapan setinggi itu. Siapa dia berani mendekati Ralind? Hanya seorang anak mantan selingkuhan, tentu saja dia tidak pantas mendekati gadis sesempurna Ralind.

Napas Jaya terhela berat. Punggungnya direbahkan pada sandaran sofa. Tatapannya menerawang jauh melewati langit-langit unit berwarna putih. Seandainya saja bisa memilih, dia tidak ingin dilahirkan sebagai anak mantan pelakor. Apalagi keluarga Om Liand begitu baik padanya. Sungguh, tidak tahu diri jika dia berani merebut Ralind dari Adam. Apalagi, jika dibandingkan dengan pria sultan dari keluarga Sanjaya itu, dia jelas kalah telak.

Namun, merutuki takdir yang sudah digariskan Tuhan adalah dosa. Ibunya pun pasti merasa sangat sedih jika mengetahui anak durhakanya ini punya pemikiran seperti itu. Lebih baik, dia urungkan impian untuk mendapatkan Ralind.

"Fokus belajar, Jaya!" Serunya sembari bangkit, lalu menepuk kedua pipinya dengan penuh semangat. "Buat keluargamu bangga!"

Setelah menyemangati diri, Jaya mengambil laptop untuk mengerjakan tugas kuliah.

*****

Seminggu telah berlalu sejak Jaya makan malam di penthouse kediaman Ralind.

Sejak itu pula, Jaya menjauh dari Ralind dan keluarganya. Dia sengaja menyibukkan diri dengan menjadi asisten dosen di kampus, menyelesaikan koleksi bacaan di kamar unit, atau sekedar memasak makanan kesukaannya. Jika ada tawaran makan malam atau belajar bersama dari Malika dan keluarganya, Jaya selalu menolak dengan alasan sibuk belajar, atau sedang keluar apartemen.

"Tunggu!"

Akan tetapi, niat untuk menjauhi keluarga Al-Fatih seketika runtuh saat Ralind datang dan menahan pintu lift yang hampir menutup memakai tangannya.

Jaya segera menekan tombol open agar tangan Ralind tidak terjepit.

"Huft!" Ralind berhasil memasuki lift, lalu berdiri di samping Jaya dengan napas yang masih terengah. "Makasih, udah nahan pintunya untukku."

Jaya mengatupkan bibir salah tingkah, tidak tahu harus menjawab apa.

"Hei." Ralind meninju ringan lengan pemuda jangkung di sampingnya. "Ke mana aja? Nggak pernah nongol. Sibuk banget, ya?"

Ditanyai seperti itu, Jaya menoleh pada Ralind, lalu memberikan senyuman canggung. "I--iya ..."

Ralind menatap Jaya tak mengerti. "Hah? Gitu doang?"

Jaya ganti memberi tatapan tak mengerti, "Apanya yang gitu doang?"

Gadis bersetelan blazer krem dipadukan celana pantalon hitam itu berdecak kesal. "Penjelasanmu. Cuma gitu?"

Jaya tak mengerti. Dia harus menjelaskan bagaimana? Lebih dari itu, apakah penjelasannya penting bagi Ralind?

"Iya, Kak. Aku sibuk kuliah." Hanya itu yang bisa Jaya katakan.

Tangled By YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang