Part 19. Families' Meeting

364 88 8
                                    

Ralind pikir, kegagalan pernikahannya akan berakibat fatal pada keluarga besarnya. Nyatanya? Tidak.

Para Kakek Nenek tidak mempermasalahkan nama baik perusahaan maupun keluarga yang harus menanggung malu. Mereka justru berfokus pada perasaan Ralind.

Mereka pikir, Ralind mencintai Adam. Itu sebabnya ketika tahu bahwa Adam menikahi perempuan lain, mereka justru mencemaskan mental dan perasaan cucu mereka.

Namun setelah dijelaskan oleh Daddy salah satu alasan Adam membatalkan pernikahan adalah karena Ralind tidak mencintainya. Para sesepuh lega. Cucu mereka tidak harus mengalami patah hati atau bahkan depresi karena ditinggal nikah.

Justru yang menjadi masalah adalah Roland. Pertunangan adik laki-lakinya dengan Evelyn terancam batal.

Liand yang terlanjur sakit hati, berniat membatalkan pertunangan itu. Hal ini diutarakan di depan para sesepuh saat berkumpul di ruang tamu rumah Andrew di Permata Jingga.

"No, Dad. Don't do that." Ralind mencegah mati-matian niat itu. "Nggak masalah aku batal nikah, tapi pertunangan Roland dan Evelyn harus tetap lanjut. Mereka saling mencintai."

"But, Dear ..." Liand menyanggah pendapat putrinya. "What can we expect from bad family like them?"

"Bad Family?" Ralind tidak percaya pada penilaian Daddy yang terlalu emosional. "Just because Adam canceled our wedding doesn't mean their whole family are bad, Dad."

"Nggak buruk gimana? Harusnya menyelesaikan masalah kalian dulu, tapi mereka malah justru menikahkan Adam dengan anaknya Om Tony. Menurutku itu kurang ajar." Liand masih menyanggah ucapan positif putrinya dengan penuh emosi. Apapun alasannya, dia tetap menganggap Nicholas--dan juga Tony--sebagai pengkhianat.

Perdebatan Bapak dan Anak ini disaksikan oleh semua orang termasuk Roland yang sejak tadi duduk diam di sebelah Humaira. Dia berharap agar Liand tidak mementahkan penantian panjangnya dengan pembatalan pertunangan.

Pemuda yang elok parasnya diturunkan dari Humaira ini tiba di Bandara Juanda sejak pukul dua dini hari. Usai dijemput, dia diberi kabar mengejutkan bahwa Kakaknya batal menikah. Padahal, tujuan kepulangannya ke Indonesia tidak lain adalah untuk menghadiri acara pernikahan Kakak sulungnya yang sudah lama dinanti. Namun siapa sangka, perjalanan panjangnya dari Leeds ke Surabaya justru berakhir di ruang tamu ini.

"Dad ..." Ralind mendesah panjang, belum mau menyerah memperjuangkan pertunangan adiknya. "You've been there, right? Daddy pernah mengalami hal serupa dengan Mommy. Remember?"

Diingatkan seperti itu, Liand bungkam. Tidak lagi bisa membantah.

"Daddy berjuang menyelesaikan kuliah di Leeds, begitu pula Mommy, setia menunggu Daddy pulang." Ralind mencoba memahamkan Bapaknya tentang bagaimana perasaan Roland sekarang. "Nggak adil jika tiba-tiba niat kalian menikah dibatalkan oleh seseorang, kan?"

Sangat tidak adil. Liand tahu itu. Dia bisa merasakan bagaimana perasaan putranya sekarang. Hal itu membuat tatapannya beralih pada putranya. Pemuda itu sejak tadi tidak beropini. Dia hanya duduk diam menanti keputusan perdebatan ini. Pemuda itu sudah seperti tahanan yang siap dieksekusi oleh para algojo.

Liand ingat. Sejak kecil Roland anak yang penurut. Tidak pernah merengek pada hal-hal kecil. Tidak seperti kebanyakan anak-anak yang kolokan. Maksud Liand, justru sifat kolokan pantas dimiliki anak-anak seusia Roland dulu. Namun, tidak sekalipun dia pernah menemui putranya menangis keras sampai bergulung-gulung di lantai mall hanya karena tidak dibelikan mainan idamannya. Seingat Liand, Roland tidak pernah seperti itu.

Melihat sifat-sifat tangguh, mandiri dan penurut yang dimiliki Roland, Liand merasa seperti melihat dirinya sendiri di masa lalu. Apalagi sekarang, pertunangan putranya dengan Evelyn terancam batal hanya karena emosi dan keegoisannya semata. Adil kah itu?

Tangled By YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang