"Buku sampah!"
Putri sulung Om Liand --yang sejak dulu membencinya setengah mati-- baru saja melemparinya novel. Seketika pelipisnya berdenyut ngilu terkena buku tebal itu.
Jaya menatap terkejut pada perempuan berkacak pinggang di hadapannya. Ia benar-benar tak mengerti, ada apa ini?
"Epilogmu itu apa-apaan?!" Ralind berteriak murka sembari menunjuk buku di lantai.
Dalam kebingungan, Jaya menunduk untuk mengambil buku yang dimaksud. Ketika membuka lembar demi lembar sampai pada epilog terakhir, matanya terbelalak. Dengan panik, ia kembali membuka halaman-halaman depan untuk dibaca lagi.
Bagaimana mungkin kisah cinta kedua orangtuanya telah dicetak dan disebarluaskan, bahkan sampai ke tangan Ralind? Seingatnya, dia sudah menolak semua tawaran penerbitan, karena buku ini menyangkut nama baik keluarganya dan keluarga Om Liand. Jaya tidak mau aib keluarga mereka tersebar luas.
Lalu, apa ini?
Dia memang pernah menulis cerita sekaligus epilog cerita semacam ini dulu, tapi dalam platform pribadi yang hanya diketahui segelintir orang terdekatnya saja. Mengapa sekarang malah diterbitkan?
Demi Tuhan, dia baru tahu kalau buku ini telah terbit bahkan dijual bebas.
"Cabut semua buku ini dari pasaran, atau kuseret kamu ke pengadilan atas tuduhan pencemaran nama baik! Anak sialan nggak tahu diri kamu!"
Setelah memaki, gadis tinggi bak foto model itu melangkah pergi, lalu menghilang di balik pintu lift.
Jaya tertegun, mengusap cairan kental merah dari pelipisnya.
*****
Di dalam lift, Ralind mengusap air matanya yang sulit berhenti. Meskipun kotak besi itu sudah sampai pada lantai tujuan, ia belum mau keluar, masih ingin menenangkan diri sebelum memasuki penthouse milik keluarganya.
Ia pikir kedatangannya kembali ke kota ini akan melabuhkan rindu tak terperi pada keluarganya, terutama pada Mommy Daddy. Tak disangka, hatinya malah menuai kekesalan bertubi-tubi. Entah Allah sedang menghukumnya atas kesalahan apa, tapi yang jelas, dia sekarang sedang sangat kesal luar biasa.
Kekesalan ini sebenarnya sudah menumpuk sejak dulu. Sejak Mommy membantu anak pelakor itu pindah ke apartemen di lantai 3. Awalnya, Mommy hanya membantu anak itu masuk pondok. Tapi setelah anak itu lulus tahfidz, Mommy malah membawanya ke sini untuk dikuliahkan di universitas negeri ternama di kota ini.
Kekesalannya bukan cuma soal anak itu saja, melainkan keputusan Mommy Daddy untuk punya anak lagi tanpa persetujuannya. Padahal jelas-jelas mereka sudah tua, dirinya pun juga sudah dewasa. Andra lebih pantas jadi anaknya ketimbang jadi adik kandungnya.
Dengan semua rentetan peristiwa itu, Ralind merasa bahwa pendapatnya, bahkan kehadirannya selama ini, sama sekali tidak penting dalam keluarga ini.
Ditambah lagi, anak pelakor sialan itu sudah lancang menerbitkan buku sampah tentang aib Daddy-nya di masa lalu. Bagaimana mungkin, anak itu tega menyebarluaskan aib bahkan ditulis berdasarkan opini dusta hanya untuk mencari uang dan popularitas? Padahal selama ini, keluarganya sudah banyak membantu anak itu hingga bisa hidup layak di apartemen mewah ini.
Pemuda bernama Jaya itu benar-benar ...
"Kurang ajar!! Aaaarrkkh!!"
Ralind menjerit sambil mengatupkan kedua tangan di samping kiri-kanan telinga.
Emosinya butuh diluapkan sekarang juga. Ia tak peduli nasihat Mommy yang selalu menyuruhnya untuk jadi anak penyabar, tidak mudah marah. Baginya sekarang, meluapkan kemarahan jauh lebih melegakan dibanding mempertahankan kesabaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled By You
RomancePerbedaan usia 7 tahun tidak membuat Ralind merasa harus menjadi kakak perempuan Jaya. Apalagi pemuda itu adalah anak mantan selingkuhan Daddynya. Tidak sudi! Bagaimana mungkin Ralind membiarkan Jaya menarik hatinya, sementara Malika, sang adik kesa...