"Udah berantemnya?" Liand bertanya pada kedua putrinya yang sudah duduk bersimpuh di hadapannya.
Sedangkan Humaira mendampingi suaminya duduk di sofa. Andra dijaga Mbak pengasuh berenang di rooftop penthouse.
Pertengkaran saling jambak tadi harus berakhir dengan panggilan Mommy yang menyuruh mereka ke ruang keluarga ini untuk disidang.
"Udah gede masih jambak-jambakan ya kalian ini." Humaira berdecak melihat penampilan kedua putrinya yang semrawut. Jilbab sudah dilepas dari rambut mereka karena memang penthouse sedang tidak ada tamu.
Menanggapi sindirian Mommy, Malika cengar-cengir sambil menggaruk kepala. Berbeda dengan Ralind yang hanya diam dan masih menunduk. Baginya, berhadapan dengan orangtua bukan hal main-main, apalagi punya kesalahan yang belum bisa dimaafkan, setidaknya oleh Mommy.
"Kalian bertengkar soal apa?" Liand bertanya tenang berusaha tidak menghakimi.
Keduanya diam. Tidak ada yang berani menjawab.
"Ditanya Daddy, kok pada diam? Dijawab, dong." Humaira kembali sewot melihat aksi diam kedua putrinya.
Ralind masih menunduk, tidak berani mengangkat wajah, apalagi bersuara. Begitu pula Malika yang tadinya cengar-cengir kini ikut menunduk. Pertanyaan itu harus Ralind yang menjawab, bukan dia.
"Lind, Lika, ada apa?" Liand masih bertanya dengan penuh kesabaran. "Daddy dan Mommy berhak tahu, konflik apa yang sedang kalian hadapi sampai teriak-teriak dan saling jambak."
Ralind masih bungkam, tidak berani menjawab bahwa pertengkaran mereka soal Jaya. Masalah Adam saja belum dimaafkan oleh Mommy, apalagi ini. Akan semarah apa Mommy nanti? Ralind takut ditendang dari apartemen. Dia juga tidak siap dianggap sebagai perebut tunangan adiknya.
Malika menyenggol lengan kakaknya, memberi kode untuk menjawab pertanyaan Daddy. Namun yang disenggol tetap diam dan menunduk. "Jawab," bisiknya geram.
Ralind menghela napas pasrah, memaksa kepalanya mendongak. "Kami bertengkar soal Jaya."
Surprisingly, Mommy Daddy tidak terkejut. Reaksi mereka biasa saja.
"Kenapa dengan Jaya?" Daddy bertanya.
Berat hati, Ralind menjelaskan semuanya dari awal. Kemudian, lagi, reaksi Mommy Daddy biasa saja. Terutama Mommy. Tidak terkejut juga tidak marah. Ralind merasa keheranan, mengapa bisa begitu?
"Kamu pikir kami nggak tahu?" Daddy bertanya sambil menghela napas lalu tersenyum. "Jaya sudah mengatakannya pada kami sebelum berangkat ke Turki."
Ralind terperangah mendengar pemberitahuan Daddy. "Jaya ngomong apa sama kalian?"
"Ya seperti yang kamu bilang bahwa kalian saling mencintai dan dia menolak ditunangkan dengan Malika." Daddy menjelaskan kalem.
Ralind berkedip dua kali. "Terus, tanggapan kalian?"
"Kami nggak masalah kalian berjodoh dengan siapapun asalkan dia pemuda yang baik dari keluarga baik-baik." Daddy berhenti sejenak untuk menatap satu per satu anak-anak gadisnya. "Tapi yang jadi masalah adalah perasaan kalian. Jangan sampai kalian tersiksa karena nggak cinta, atau saling berebut karena mencintai laki-laki yang sama. Kalian bersaudara. Apapun konflik yang kalian hadapi harus selalu saling menyayangi dan melindungi."
"Kami udah damai kok, Dad." Malika ganti bersuara. "Aku nggak keberatan pertunangan kami batal. Jaya juga udah ngomong ke aku soal perasaannya ke Kak Ralind."
"Terus, kenapa kalian bertengkar?" Liand tidak mengerti.
"Ya karena kak Ralind sok-sokan rela ngalah demi aku. Padahal dia sendiri suka sama Jaya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled By You
RomancePerbedaan usia 7 tahun tidak membuat Ralind merasa harus menjadi kakak perempuan Jaya. Apalagi pemuda itu adalah anak mantan selingkuhan Daddynya. Tidak sudi! Bagaimana mungkin Ralind membiarkan Jaya menarik hatinya, sementara Malika, sang adik kesa...